Kamis, April 25, 2024

Guardiola, Sosok Tetangga Tak Jantan yang Berisik

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka

Namanya Josep Guardiola Sala. Biasa disapa Guardiola atau Pep Guardiola. Dunia mengakui kemampuannya sebagai manajer sepakbola. Tim mana pun yang ia tangani, bisa dipastikan menghadirkan trofi membanggakan.

Beberapa tahun belakangan ini, Pep-biasa ia disapa-menangani Manchester City, salah satu tim sepak bola di tanah Inggris yang dulu tak pernah dilirik publik. Sebelum Pep, ada tangan dingin lain yang sudah mulai memoles tim ini. Dan berkat Pep pula, The Citizen menjelma jadi sebuah tim tangguh.

Meskipun hadir sebagai tim yang selalu ditakuti lawan, namun pernyataan Pep di media tentang kondisi tim dan Inggris secara keseluruhan, menjadikan publik gerah dan jengah. Dulu, ketika Sir Alex Ferguson menangani tim tetangga Manchester City, yaitu Manchester United, sudah menyebut kubu City sebagai tetangga yang berisik.

City dianggap sebagai tim yang banyak komen, suka menimpali dan ikut campur urusan dapur tim lain, utamanya Manchester United. Ternyata julukan sebagai tetangga berisik, masih berlaku dan layak disematkan hingga sekarang. Siapa lagi kalau bukan karena Pep – biangnya komentar miring.

Hingga pekan ke 25 ini, tim asuhan Pep sudah ketinggalan jauh dari Liverpool yang masih kuat di papas atas klasemen Liga Inggris. Satu bentuk nyata runtuhnya City yang sempat jadi juara di dua tahun terakhir. Agaknya Pep tak mampu menahan malu. Ia yang dikenal sebagai pelatih dengan raihan piala cukup banyak, punya gengsi berlebih hingga harus mencari kata-kata psy war untuk mengamankan reputasinya.

Tahun lalu pun, Pep tak mampu meraih Liga Champions yang diinginkan oleh semua tim daratan Eropa. Tahun ini, ia menargetkan si Kuping Besar – piala Liga Champions – untuk dibawa ke markasnya. Cara yang dilakukan pun aneka ragam.

Ada komentarnya tentang prestasi Liverpool yang sudah kian jauh dari jangkauannya. Pep mengatakan ‘lupakan saja Liverpool’, dapat diartikan sebagai kegalauannya mengejar keperkasaan Liverpool hingga menjadikan dia tergopoh-gopoh. Sejatinya ia sudah tak sanggup lagi mengejar Liverpool, namun yang keluar justru pernyataan semu untuk menutup rasa malunya.

Ragam lisan klise, dan berbau pengecut, layak disandangkan pada pernyataan Pep. Belum lagi komentarnya belakangan ini yang menyatakan bahwa dominasi Liverpool dalam perburuan titel juara Liga Inggris, tidak baik untuk perkembangan sepak bola Inggris.

Hal ini tentu bertentangan dengan kondisidi dua tahun terakhir yang menempatkan City sebagai juara. Kala itu, Pep tidak berkomentar apapun tentang dominasi timnya di Liga Inggris. Ia seolah nyaman di posisi itu. Begitu ada tim lain yang mampu menembusnya, Pep panik. Pep mencari cara agar publik masih mengakui bahwa dirinyalah yang perkasa meskipun tak mampu meraih piala apapun. Padahal, Jurgen Klopp – sang pelatih Liverpool diam saja ketika saat itu City ada di puncak klasemen. Itulah bukti kepanikan Pep yang sudah ketahuan kelemahannya.

Apapun yang diucapkan oleh pelatih, akan ditiru pemainnya. Banyak sekali pernyataan yang terlontar dari para pemain City yang tak jauh dari kemunafikan dan tidak mengakui kekalahannya dari kuatnya Liverpool. Berat sekali rasanya untuk mengakui keunggulan Liverpool. Congkaknya para pemain City, tentu tak jauh dari doktrin yang ditanamkan oleh pelatihnya yang enggan menganggap lawan di sepak bola sebagai sahabat dengan prestasi lebih baik.

Belum lagi cara-cara menyebalkan yang diinstruksikan oleh Pep kepada pemainnya untuk sesegera mungkin mengganjal lawan ketika bola sudah direbut oleh tim lawan dan sudah masuk di setengah lapangan. Tackle, dorongan, maupun gangguan yang tak penting lain harus dilakukan agar gawangnya tetap perawan. Hampir dipastikan pada tiap kondisi ini, semua pemain City melakukan tindakan yang tidak sportif semacam ini demi reputasi pelatihnya. Sebuah gengsi yang tak terbeli pada diri Pep.

Ada juga cara-cara diving pemainnya sejak Pep melatih di Barcelona, Munich, dan kini City demi mendapatkan hadiah penalti yang seharusnya bukan menjadi hak timnya Pep. Hingga saat ini, tim yang ia tinggalkan mendapatkan warisan cara-cara konyol semacam itu dan entah akan bertahan hingga kapan waktunya. Itulah warisan tetangga berisik yang jauh dari sportivitas dan kejantanan dalam mengakui tim lain yang lebih tangguh.

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.