Kamis, Maret 28, 2024

Generasi Milenials dalam Pusaran Industri 4.0

fauwazar
fauwazar
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya & Presidium Alumni ISPE INDEF

Menurut Airlangga Hartarto Indonesia akan menjadi pemain kunci di Asia dalam implementasi Industri 4.0, keyakinan tersebut dilandasi atas dua potensi yakni pasar yang besar dan keterampilan (Soesatyo, 2018).

Mengutip opini yang ditulis oleh Bambang Soesatyo yang berjudulGenerasi Milenial dan Era Industri 4.0 secara singkat pemerintah  telah merancangan road map yang berjudul Making Indonesia 4.0 , road map tersebut memuat strategi bagi industri nasional dalam menjawab tantangan industri 4.0. Dalam road map tersebut pemerintah akan fokus pada lima industri yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronika, dan kimia.

Menggarisbawahi peryataan Airlangga Hartarto mengenai potensi besar indonesia salah satunya adalah keterampilan. Maka kita perlu mengkritisi dan menanyakan secara mendalam mengenai keterampilan SDM kita generasi milenial khususnya mahasiswa “Seberapa siapkah mahasiswa dalam tantangan industri 4.0?”.

Sebab jika mahasiswa indonesia (yang sebagian kecil merupakan generasi milenial) gagal menjawab tantangan industri 4.0 tidak menutup kemungkinan mereka hanya jadi kacung Asia.

Revolusi industri 4.0 merupakan babak baru dunia khususnya manusia untuk selangkah lebih maju menatap peradaban dunia. Revolusi industri 4.0 terjadi setelah ditemukannya superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik, dan perkembangan neuroteknologi (Schwab, dalam Hassim, 2016).

Basis dari kemunculan revolusi industri itu sendiri adalah besarnya peran internet dalam mengautomatisasi dan mengintegrasikan seluruh sistem produksi dalam satu kesatuan atau bisa disebut dengan Internet Of Things (IoT). Secara tidak langsung mendominasinya peran internet dan robot tentu akan menggeser keberadaan manusia dalam suatu sistem yang tanpa kita sadari menuntut kita memiliki keterampilan khusus di era industri 4.0.

Kilas balik kepada generasi milenial, menurut Howe & Strauss (2000) generasi millenial atau generasi Y adalah generasi yang lahir pada tahun 1982-2000. Generasi millenial tumbuh pada era internet booming (Lyons, 2004) sehingga membuat mereka banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email SMS, facebook, twitter.

Berdasarkan tahun lahirnya generasi milenial saat ini berkisar pada umur 36 tahun hingga 18 tahun yang artinya sebagian besar mereka telah bekerja dan sebagian kecil masih menempuh pendidikan tinggi. Dalam road map Making Indonesia 4.0 salah satu strategi pemerintah adalah dengan pengembangan sumber daya manusia maka pengembangan sumber daya tersebut harus ada keterkaitan yang kuat antara kurikulum pendidikan tinggi maupun vokasi dengan kebutuhan keterampilan pada era industri 4.0 sehingga dapat meminimalisir Missmatch antara penawaran dan permintaan tenaga kerja.

Universitas sebagai kelembagaan dalam sistem pendidikan tentu harus menjawab kebutuhan mahasiswa atas tantangan industri 4.0. kebutuhan tersebut dapat direpresentasikan oleh kebutuhan hardskill dan softskill.

Hardskill merujuk pada keterampilan teknis yang didapat oleh mahasiswa selama masa perkuliahan seperti kemampuan menggunakan applikasi Eview, Stata dan SPSS bagi mahasiswa ekonomi.

Kemampuan softskill merujuk pada keterampilan interpersonal, menurut Kate (Forbes, 2018) kemampuan softskill seperti berfikir kritis, kreatif, komunikatif, menejemen konflik, rasa ingintahun yang tinggi, dan bertanggung jawab. Menurut Kate softskill lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan hardskill.

Kemampuan berfikir kritis bisa ditingkatkan melalui kebiasaan membaca dan berdikusi secara intensif. Dengan membaca dan berdiskusi maka khazanah pengetahuan akan terbuka luas sehingga akan me-reshape tingkat ketajaman berfikir mahasiswa. Mirisnya indonesia berada pada peringkat 60 pada tingkat literasi, walapun demikian data tersebut tidak bisa merepresentasikan kebiasaan membaca mahasiswa akan tetapi bisa memberikan sedikit gambaran kebiasaan membaca masyarakat (yang didalamnya terdapat mahasiswa) yang minim.

Secara struktural keberadaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) serta Organisasi Mahasiswa (Ormawa) berperan dalam mendorong dan meningkatkan kemampuan softskill mahasiswa. Kegiatan pengabdian masyarakat, seminar, konferensi, simposium dan sebagainya diharapkan mampu meningkatkan kemampuan softskill mahasiswa.

Akan tetapi keberadaan BEM dan teman sejawatnya patut dipertanyakan, sebab BEM dengan membawa nama “Eksekutif” yang diembannya bertransformasi menjadi “Event”, dimana program yang dijalankan hanya bersifat hura-hura dan tidak berorientasi kepada tri dharma perguruan tinggi khususnya keterampilan skill di era industri 4.0.

Selain itu keberadaan sistem pendidikan yang diberikan oleh universitas kepada mahasiswa dalam peningkatan hardskill masih perlu di-match kan oleh kebutuhan industri nasional. Disaat yang bersamaan industri nasional perlu meningkatkan teknologi mutakhir sehingga dapat menyusul ketertinggalannya dengan industri internasional.

Bicara soal teknologi kerap kali industri nasional kurang melirik teknologi yang dihasilkan oleh Research and Development (RnD) yang dikembangkan oleh universitas dan lebih memilih mengimpor teknologi dari industri internasional. Ketidakpercayaan industri nasional terhadap RnD universitas memberikan efek domino secara tidak langsung terhadap minimnya tingkat publikasi jurnal internasional dan tingkat sitasi yang akhirnya menumpulkan kemampuan hardskill mahasiswa dan berimbas kepada Miss Match di pasar tenaga kerja nasional.

Terlepas dari fungsi kelembagaan tersebut, mahasiswa (generasi milenial) memang memiliki perilaku yang unik. perilaku tersebut seperti keinginan mereka “diakui” (Eksistensi) keberadaanya di media sosial, karena mereka ingin diakui sebagai mahasiswa yang Aktif, Berprestasi dan Cummlaude (Mahasiswa ABC). Ini dibuktikan dengan perilaku “pamer” atas aktifitas mereka baik ketika belajar dan berorganisasi (kerapkali ketika rapat) yang disebarkan mereka di media sosial yang akhirnya mereka kehilangan subtasi dan hanya mengejar eksistensi publik.

Kesibukan generasi milenial mengejar eksistensi berakhir pada kehilangan subtansi atas apa itu arti pendidikan. Kerap kali mereka tidak sadar akan kebutuhan mereka jikapun menyadari hanya sebatas keterampilan yang tidak begitu dibutuhan pasar tenaga kerja khususnya di era industri 4.0.

Penulis sering kali khawatir atas keadaan tersebut karena di era industri 4.0 akan banyak pekerjaan yang tergantikan oleh teknologi komputasi sebagai konsekuensi logis industri 4.0 yang bersifat disruptif.

Terakhir minimnya kualitas RnD universitas di indonesia tentu menentukan kualitas produksi teknologi nasional, jika teknologi nasional saja sudah kalah dan pemerintah memutuskan untuk mengimpor teknologi dari pasar internasional, apakah kita perlu mengimpor generasi milenial dari pasar internasional?

Daftar Pustaka 

Soesatyo, Bambang. 2018. Opini. Generasi Milenial dan Era Industri 4.0. Detik.com. https://news.detik.com/kolom/d-3981811/generasi-milenial-dan-era-industri-40

Hassim, Andreas. 2016. Revolusi Industri 4.0. beritasatu.com. http://id.beritasatu.com/home/revolusi-industri-40/145390

fauwazar
fauwazar
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya & Presidium Alumni ISPE INDEF
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.