Gambar di atas mungkin bagi sebagian orang dianggap lucu. Bagi saya, bila Rocky Gerung berpendapat begini, saya menyatakan bahwa Rocky Gerung benar-benar merupakan seorang profesor ahli kedunguan.
Di alam, mineral emas (aurum, au) 100% pasti selalu ada di batuan bersama perak (argentum, au), tembaga (cuprum, cu) dan platina (platinum, pt). Pusdat Geologi menuliskan bahwa Freeport melakukan pengerukan untuk menambang emas sekitar 70.000 ton konsentrat setiap hari.
Jika 1 ton konsentrat minimal menghasilkan 10 gram emas, maka Freeport diberi izin mendapatkan emas seberat 700.000 gram atau 700 kilogram emas setiap hari. Belum termasuk mineral ikutan yang secara pasti selalu ada bersama mineral emas. Dan pekerjaan itu dilakukan dari tahun 1967 hingga kini.
Pertanyaannya, apakah Freeport melakukannya diam-diam tanpa sepengetahuan negara? Tidak! Atas izin negara atau pemerintah yang berkuasa saat itu, seseorang mengatasnamakan negara, memberi izin Freeport merampok negeri ini selama 41 tahun dalam sebuah Kontrak Karya. Konsentrat mereka bawa ke luar negeri, dengan pajak konsentrat yang sangat murah sekitar 3 % dari harga tanah perkilo.
Konsentrat mereka bawa ke luar negeri, diolah menjadi lempengan emas lalu hasil inilah yang merupakan area bancakan antara Freeport dan para pejabat titipan yang didudukkan menjadi komisaris.
Puluhan tahun masyarakat Papua berteriak tentang tanah mereka dijarah, mereka dimatikan. That’s real! Tahun 2004, tulisan Amien Rais tentang airmata bagi Freeport di Papua menjadi sebuah tangisan saya dan juga tangisan atas negeri ini.
Sayangnya, uang itu nikmat dan memabukkan. Amien Rais duduk di kursi empuk yang bernama “komisaris”. Teriakannya menghilang, duduk manis, anteng kipas-kipas dollar duduk di sana. Walaupun di publik, Amien Rais dengan keras tidak mengakui kursi empuk yang pernah dinikmatinya.
Kini, muncul lagi manusia yang bergelar professor yang rajin sekali mendungu-dungukan banyak sibuk berkomentar dungu. Sekarang dia sibuk mengata-ngatai pengambil-alihan Freeport oleh negara yang dianggapya dungu.
So, Anda itu maunya apa, Prof? Itupun kalo saya menganggap pantas anda menjadi Profesor. Anda diam saja, saat kekuasaan berganti, dan para penguasa sibuk mendudukkan orang-orangnya menjadi komisaris untuk menghitung komposisi bancakan.
Anda diam saja, saat negara bernegosiasi, lalu Freeport mengancam arbitrase atas nama “dalil” kesepakatan Kontrak Karya. Anda diam saja, saat Freeport menunjukkan kertas-kertas yang berisi tentang betapa sulitnya menggali, mencari dan membiayai pembangunan tempat pengerukan konsentrat itu.
Sementara Freeport sibuk menyodorkan kertas bertuliskan investasi yang sudah digelontorkan. Freeport sibuk berhitung jutaan dolar buat eksplorasi, milyaran dolar buat buka hutan, jutaan dolar buat beli peralatan, jutaan dolar buat gaji orang-orang dengan kompensasi resiko bahwa belum tentu hasil galian emasnya menghasilkan nilai komersial.
Sementara hitungan kalkulator Freeport buat nilai emas yang dihasilkan secara real di sembunyikan. Saya marah? Ya! Negeri ini marah pada Freeport. Tapi lebih marah lagi pada “manusia” pembuat kebijakan yang waktu itu memberikan izin bagi Freeport untuk melakukan pengerukan gunung mineral kita.
Tapi, kita terjebak pada sebuah kesepakatan. Kesepakatan seorang penyelenggara negara yang tandatangannya laku untuk berjalannya suatu usaha bertameng Kontrak Karya. Apakah kita bisa menuntut seorang yang mengambil barang di rumah keluarga kita bila ternyata memang ada perintah tertulis dari bapak kita? Sementara bapak kita ikut menikmati hasil penjualan barang-barang dari rumah kita, sementara itu pula ibu dan adik-adik kita mau makan aja susah.
Profesor Rocky Gerung yang pintar, kasih tahu saya bagaimana cara merebut Freeport kembali dengan cara anda. Jangan sibuk mengata-ngatai orang dungu, sementara anda terus membiarkan hancurnya sistem negara karena ulah segelintir orang macam begini. Atas nama diri saya sebagai warga negara, saya katakan buktikan bahwa anda tidak lebih dungu dari mereka yang anda kata-katai.