Pengertian Teori Korespondensi
Teori korespondensi adalah yang paling di terima dan di pakai secara luas. Terutama oleh kelompok realis. Menurut teori ini kebenaran adalah kesetiaan kepada ralaita obyektif. Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri kecocokan antara pertimbangan dan situasi yang di pertimbangkan.
Teori korespondensi ini juga di kritik karena didasarkan atas asumsi bahwa data cerapan inderawi, kita adalah jelas dan akurat. Pada kenyataan bahwa inderawi manusia sering tidak melihat sesuatu itu sebagaimana adanya.
Teori korespondensi sangat ditekankan oleh aliran empirisme yang mengutamakan pengalaman dan pengamatan inderawi sebagai sumber utama pengetahuan manusia. Teori sangat menghargai pengamatan, percobaan atau pengujian empiris untuk mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Teori ini lebih mengutamakan cara kerja dan pengetahuan aposteriori, yaitu pengetahuan yang terungkap hanya melalui setelah pengalaman dan percobaan empiris.
Persoalan yang muncul sehubungan dengan teori ini adalah bahwa semua pernyataan, proposisi, ataupun hipotesis yang tidak didukung oleh bukti empiris, oleh kenyataan faktual apapun, tidak akan di anggap benar. Misalnya, pernyataan “Ada Tuhan yang Mahakuasa” tidak akan dianggap sebagai suatu kebenaran kalau tidak didukung oleh bukti empiris tertentu. Karena itu, hal ini tidak akan dianggap sebagai pengetahuan, dan pernyataan ini hanya akan dianggap sebagai sesuatu yang menyangkut keyakinan (Sonny Keraf & Mikhael Dua, 2001: hal. 67-68)
Latar Belakang Timbulnya Teori Korespondensi
Teori korespondensi adalah model tradisional yang kembali setidaknya ke beberapa filsuf Yunani kuno seperti plato dan aristoteles. Kelas teori ini berpendapat bahwa kebenaran atau kepalsuan sebuah representasi ditentukan semata-mata bagaimana cara representasi tersebut dapat berkaitan dengan sebuah realitas yang ada; yaitu, apakah semua itu akurat menggambarkan semua realitas yang ada. Seperti yang telah di klarifikasi oleh toko filsuf yakni Aristoteles. Dia mengatakan “mengatakan apa yang ada, bukan, dan yang bukan, adalah, adalah kepalsuan, oleh karena itu, untuk mengatakan apa yang ada, ada, dan yang bukan, bukan, adalah benar”.
Asumsi Teori Korespondensi Terhadap Kebenaran Ilmu
Kebenaran di bedakan menjadi tiga jenis, yaitu kebenaran epistomologi, omtologis, dan semantis. Kebenaran epistomologi adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran ontologism adalah kebenaran sbagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Sedangkan kebenaran semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa.
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan adalah benar jika korespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang di tuju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang di maksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori empiris pengetahuan. Teori kebenaran ini paling awal sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.
Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas oleh kelompok realis,. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita (fidelity to objective reality).
Jadi, secara sederhana dapat di simpulkan bahwa besrdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi berhubungan dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut menurut teori korespondensi ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena itu tergantung kepada kondisi yang sudah ditetapkan atau diingkari.
Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak maka petimbangan itu salah. Dengan ini aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatu pernyataan dianggap benar jika apa yang di nyatakan memiliki keterkaitan dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris, karena kebenaran suatu pernyataan proposisi atau terori ditentukan oleh pernyataan atau teori didukung fakta atau tidak. Suatu ide, konsep, atau teori yang benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pengetahuan iyu.
Oleh karena itu, bagi teori ini mengungkapkan realitas adalah hal yang pokok bagi kegiatan ilmiah. Dalam mengungkapkan realitas itu, kebenaran akan muncul dengan sendirinya ketika apa yang dinyatakan sebagai benar memang sesuai dengan kenyataan.