Jumat, November 8, 2024

Filsafat dalam Opini, untuk Apa?

Stefanus Eka Tommy Maryono
Stefanus Eka Tommy Maryono
Lulusan sarjana filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Gemar membicarakan kehidupan dan terus mencari kesempurnaan hidup.
- Advertisement -

Secara etimologis, istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri dari dua kata dasar yakni philo yang berarti kekasih atau bisa juga diartikan sebagai sahabat. dan sophia yang berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa juga diartikan sebagai pengetahuan. Jadi, secara harafiah filsafat berarti mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan (Rapar, 1996: 14).

Kata philosophia pertama kali digunakan oleh Pythagoras sekitar abad ke-6. Ketika diajukan sebuah pertanyaan ‘apakah anda orang yang bijaksana?’ dengan rendah hati Pythagoras menjawab, ‘saya hanya seorang philosophos, pecinta kebijaksanaan.’ Walaupun keaslian cerita ini masi diragukan, istilah philosophia dan philosophos sudah cukup terkena pada masa Sokrates dan Plato.

Konsep atau gagasan dan definisi filsafat yang begitu banyak menjadi sebuah kekayaan tersendiri yang menunjukkan betapa luasnya samudera filsafat. Perbedaan-perbedaan konsep dan definisi merupakan suatu keharusan bagi filsafat sebab kesamaan dan kesatuan pemikiran serta pandangan justru akan mematikan dan menguburkan filsafat untuk selama-lamanya (Rapar, 1996: 15). Namun, dari berbagai banyak konsep dan definisi, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa filsafat adalah proses berpikir radikal, sistematik, dan universal terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada (Maksum, 2012: 17).

Sifat Dasar Filsafat

Dalam proses perkembangannya, filsafat sesungguhnya memerankan tiga peranan utama dalam sejarah pemikiran manusia. Peranan-peranan tersebut tidak terlepas dari sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh filsafat. Peranan-peranan yang dimiliki secara umum mencoba melepaskan manusia dari pikiran-pikiran yang tradisional. Peranan-peranan yang telah diperankan filsafat adalah sebagai pendobrak, pembebas, dan pembimbing.

Peranan yang pertama adalah sebagai pendobrak. Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam penjara tradisi dan kebiasaan. Dalam penjara itu, manusia terlena dalam alam mistik yang penuh sesak dengan hahal serba rahasia yang terungkap lewat berbagai mitos dan mite. Oleh sebab itu, orang-orang Yunani, yang dikatakan memiliki “suatu rasionalitas yang luar biasa”, juga pernah percaya kepada dewa-dewi yang duduk di meja perjamuan di Olympus sambil menggoncangkan kahyangan dengan sorakan dan gelak tawa tak henti-hentinya (Bertens, 1984: 22).

Mereka percaya kepada dewa-dewi yang saling menipu satu sama lain, licik, sering memberontak dan kadang kala seperti anak-anak nakal. Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu-pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan selama itu tak boleh diganggu. Kendati membutuhkan waktu yang cukup panjang, sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah berperan selaku pendobrak yang mencengangkan.

Peranan yang kedua adalah sebagai pembebas. Sesungguhnya, filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan manusia dari kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih yang membuat manusia mudah menerima kebenaran-kebenaran semu yang menyesatkan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia.

Peranan yang ketiga adalah sebagai pembimbing. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir secara luas dan lebih mendalam, yakni berpikir secara universal sambil berupaya mencapai radix dan menemukan esensi suatu permasalahan. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk berpikir secara sistematis dan logis. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tak utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berpikir secara integral dan koheren.

Peranan Filsafat dalam Analisis Penulisan Opini

Peranan nyata filsafat dapat dilihat dalam penulisan opini. Sudah pasti bahwa dalam penulisan sebuah opini, seseorang membutuhkan waktu untuk menganalisis suatu problem atau permasalahan yang menjadi topik bahasan. Akan tetapi, tak jarang opini yang dihasilkan bukan sebuah opini yang memuat kebenaran yang sesungguhnya. Opini yang dihasilkan terkesan membenarkan pendapat pribadi dan tidak menampakkan kebenaran yang sesungguhnya. Oleh karena itu, filsafat dapat mengambil peran dalam proses analisis.

Sifat-sifat dasar dalam filsafat menjadi sebuah solusi dalam penulisan opini. Sifat-sifat dasar dalam filsafat dapat menjadi sebuah pisau analisa untuk membangun sebuah opini. Seorang penulis opini, dengan berpikir secara radikal, akan melihat secara utuh problem atau permasalahan. Dengan melihat secara utuh problem atau permasalahan, penulis opini tidak akan terkungkung dalam satu sudut pandang tertentu, melainkan lebih terbuka untuk dapat melihat melalui sudut pandang yang lain.

- Advertisement -

Namun, berpikir secara radikal saja tidak cukup. Seorang penulis opini juga harus memburu kebenaran yang sesungguhnya serta mencari kejelasan dari problem atau permasalahan yang dibahas. Penulis opini juga memerlukan pemikiran yang rasional karena dengan berpikir secara rasional, penulis opini dapat menuliskan opininya secara logis, sistematis dan juga kritis.

Dengan menggunakan filsafat sebagai bagian dari penulisan opini, khususnya pada bagian analisis, opini yang tengah dibangun dapat menjadi opini yang mendalam dan menunjukkan kebenaran.

Opini yang ditulis dapat menjadi pendobrak pemikiran tradisional, picik dan dangkal baik penulis maupun pembaca opini sehingga penulis maupun pembaca opini dapat terbebas dari belenggu pemikiran yang tradisional, picik, maupun dangkal. Penulis opini juga dibimbing untuk berpikir secara universal dan menemukan esensi yang benar dari suatu permasalahan karena pada intinya filsafat mencari kebenaran yang esensi.

Stefanus Eka Tommy Maryono
Stefanus Eka Tommy Maryono
Lulusan sarjana filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Gemar membicarakan kehidupan dan terus mencari kesempurnaan hidup.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.