Jumat, April 19, 2024

Fatamorgana Upah Minimum Provinsi

Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto
Sedang menempuh Kanuragan di Jurusan Ahwalusasyiah Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy Genteng Banyuwangi

Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020 di Jawa Timur (Jatim) akhirnya ditetapkan. Jika dibandingkan dengan tahun ini, nilainya naik 8,51 persen. Kota Surabaya masih menjadi daerah dengan UMP tertinggi di Jatim, yakni Rp 4.200.479,19. Tahun ini besaran UMP Surabaya Rp 3.871.052. Dengan demikian, ada kenaikan Rp 329.426.

Melansir Jawa Pos edisi Jum’at 21 November 2019, besaran UMP Surabaya hanya berselisih Rp 75 ribuan dengan UMP DKI Jakarta yang ditetapkan sebesar Rp 4.276.335. Di tingkat nasional, rekor UMK tertinggi masih dipegang Kabupaten Karawang, yakni Rp 4.594.324,54. Sedangkan UMK terendah di Jatim, yakni Rp 1.913.321,73, akan berlaku di sembilan daerah.

Penetapan UMP 2020 tersebut disampaikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Mantan menteri sosial itu didampingi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Himawan Estu Bagijo serta perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Dewan Pengupahan Jatim.

Khofifah berharap penetapan UMP tersebut membawa dampak positif terhadap iklim usaha di Jatim. Mengingat jika sistem ketenagakerjaan yang sehat akan mendukung pengembangan pembangunan di Jawa Timur.

Berbicara soal besaran kenaikan UMP tentu akan menjadi ironi tersendiri jika melihat fakta dilapangan. Fakta ini akan terlihat ketika melihat praktik yang terjadi di akar rumput mengenai besaran yang ditetapkan pemilik perusahaan. Meski sudah ada aturan hukum yang jelas untuk menjadi landasan agar para pekerja mendapatkan upah yang menjadi haknya.

Namun nahas praktik dilapangan bagai punuk yang merindukan rembulan atau juga bisa dikatakan jauh panggang dari api. Sebut saja UMP yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang diberikan kepada Kabupaten Banyuwangi pada tahun ini. Meski dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/665/KPTS/013/2018 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2019 tertulis Kabupaten Banyuwangi memiliki UMK Rp2.132.779,35 .- Ironisnya tidak banyak para pekerja yang mendapatkan sesuai dengan aturan itu.

Hal itu diperparah dengan dogma-dogma yang diberikan oleh oknum pemberi kerja dengan janji akan memberikan upah yang sesuai dengan aturan namun semuanya seperti memuai tak jelas arah dan tujuan, sehingga menimbulakan kerugian bagi pekerjanya.

Batal Demi Hukum

Padahal Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan tegas melarang pengusaha membayar upah lebih rendah dari UMP. Kesepakatan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian kerja, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, konsensus para pihak kausanya harus halal. Sehingga, memperjanjikan upah di bawah upah minimum antara pengusaha dengan pekerja adalah null and void.

Detail aturan tersebut menyiratkan jika pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum merupakan tindak pidana kejahatan dengan ancaman hukuman pidana penjara bagi pengusaha paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 400 juta.

Sementara jika ditilik dari aspek hukum administrasi, apabila pengusaha tidak mampu membayar upah minimum dan ada kesepakatan untuk membayar menyimpang/kurang dari ketentuan upah minimum, maka kesepakatan tersebut  harus didasarkan atas persetujuan penangguhan dari pihak yang berwenang.

Dengan kata lain, walau telah ada kesepakatan, apabila belum mendapat persetujuan, penangguhan tidak dapat diterapkan. Namun, selisih kekurangan pembayaran upah minimum tetap wajib dibayarkan pengusaha selama masa penangguhan.

Hemat penulis berdasarkan aturan tersebut di atas, maka atas dasar kesepakatan saja antara pekerja dengan pengusaha tidak cukup sebagai dasar untuk membayar upah menyimpang dari ketentuan upah minimum yang ditentukan.

Mengingat prinsip besaran upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur untuk suatu periode tertentu bukanlah merupakan dasar pembayaran upah untuk seluruh pekerja di perusahaan yang bersangkutan, akan tetapi hanyalah merupakan standar upah untuk pekerja tertentu. Bisa pada level jabatan atau pekerjaan terendah, masa kerja 0 tahun atau masa kerja tahun pertama atau status pernikahan.

Dengan demikian, bagi pekerja yang level jabatannya lebih tinggi, masa kerjanya lebih dari satu tahun atau telah mempunyai tanggungan keluarga, maka besaran upahnya tentu bukan lagi standard upah minimum, akan tetapi harus disesuaikan berdasarkan struktur dan skala upah.

Landasan yang Jelas

Jangankan besaran UMP yang sesuai aturan, jelang hari raya tidak sedikit pula perusahan yang juga tidak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) sesuai nomenklatur perundang-undangan yang ada. Meski aturanya sudah tertuang jelas dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja.

THR merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja  atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. THR itu wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Aturan itu menuliskan jika karyawan yang telah mempunyai masa kerja satu bulan, berdasarkan ketentuan Permenaker 6/2016, berhak mendapatkan THR dengan perhitungan proporsional.

Sementara pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar satu bulan upah. Nahasnya dilapangan tidak sedikit pekerja yang mendapatkan haknya jauh dari ketentuan yang ada. Padahal landasan hukum yang pasti jika pekerja harus mendapatkan THR sudah cukup jelas.

Berdasarkan pengamatan penulis hanya Korporasi besar saja yang mampu dan memberikan sesuai dengan aturan yang berlaku. Sementara yang lain hanya memberi sesuai kemampuan perusahan.

Apapun alasannya sudah seharusnya aturan yang ada bisa direalisasikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jangan sampai aturan yang sudah dibuat hanya ditaati oleh beberapa pihak namun pihak lain yang abai tidak ada tindakan. Jangan sampai pekerja hanya merasakan fatamorgana untuk mendapatkan yang seharusnya menjadi hak mereka.

Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto
Sedang menempuh Kanuragan di Jurusan Ahwalusasyiah Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy Genteng Banyuwangi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.