Sabtu, Agustus 2, 2025

Era Digital: Ancaman atau Peluang bagi Pendidikan?

Taufiq Hidayat
Taufiq Hidayat
Saya mahasiswa aktif Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan aqidah dan filsafat Islam
- Advertisement -

Teknologi, sebagai kekuatan transformatif yang tak terbendung, telah merevolusi lanskap kehidupan kita di berbagai aspek, tak terkecuali dunia pendidikan. Dari ruang kelas tradisional hingga pembelajaran jarak jauh, perkembangannya telah mengubah cara kita mengakses, berbagi, dan memperoleh pengetahuan. Transformasi ini bukan sekadar adopsi alat baru, melainkan pergeseran paradigma yang mendefinisikan ulang peran guru, pengalaman belajar siswa, dan potensi pendidikan di masa depan.

Namun, laju perkembangan teknologi yang begitu cepat ini memunculkan pertanyaan krusial: apakah inovasi ini benar-benar membawa dampak positif, atau justru berpotensi negatif bagi proses pembelajaran dan perkembangan individu? Lebih jauh, apakah ini mendorong lahirnya ide-ide brilian dan kreativitas, atau malah menghambat pemikiran mandiri?

Salah satu fenomena yang semakin nyata akibat pesatnya perkembangan teknologi adalah pergeseran pola interaksi. Data dari berbagai studi menunjukkan bahwa rata-rata individu dewasa dan remaja menghabiskan lebih dari enam jam sehari di depan layar gawai, yang berpotensi mengurangi interaksi tatap muka. Situasi ini bisa menciptakan kesenjangan interaksi, di mana kedalaman percakapan dan nuansa emosional dalam komunikasi langsung berkurang, yang pada gilirannya dapat menghambat perkembangan ide yang lahir dari dialog spontan.

Pandemi COVID-19 memperparah kesenjangan ini dengan memaksa pembelajaran beralih sepenuhnya ke ranah daring. Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa teknologi juga menawarkan konektivitas tanpa batas. Program seperti Merdeka Belajar, yang memanfaatkan platform digital, telah berhasil mendemokratisasikan akses pembelajaran dan mendorong eksplorasi ilmu secara mendalam. Komunitas daring, forum diskusi, dan platform kolaborasi justru memfasilitasi brainstorming lintas batas dan memicu gagasan orisinal dari berbagai latar belakang, yang mungkin sulit terwujud dalam lingkungan fisik.

Tantangannya adalah menemukan keseimbangan antara interaksi digital yang efisien dan kebutuhan mendasar akan interaksi tatap muka yang kaya makna.

Etika Digital: Ancaman dan Peluang dalam Pembentukan Karakter

Digitalisasi memang berkontribusi pada penurunan moral dan etika dalam bermasyarakat. Maraknya komentar negatif dan ujaran kebencian di media sosial menjadi bukti nyata; sering memicu konflik sosial digital, baik yang disengaja maupun tidak. Ini memperburuk intensi antarindividu, terutama intensi batin, yang semakin menjauh.

Namun, di tengah dilema ini, peran lembaga pendidikan dan masyarakat menjadi sangat krusial. Teknologi bukan hanya penyebar masalah, tetapi juga alat potensial untuk edukasi etika. Platform digital dapat digunakan untuk mengajarkan literasi digital kritis, etika siber, dan nilai-nilai toleransi. Misalnya, program-program pendidikan karakter berbasis digital dapat dirancang untuk mempromosikan empati, digital citizenship, dan tanggung jawab dalam berkomunikasi daring. Dengan demikian, teknologi dapat menjadi bagian dari solusi untuk membangun moralitas dan etika yang kuat di era digital.

Peran Kolektif dalam Membentuk Generasi Digital yang Produktif

Perkembangan teknologi yang pesat memang terus memenuhi berbagai kebutuhan individu, meskipun di Indonesia cakupannya belum merata. Namun, kecenderungan remaja menjadi lebih pasif dan kurang bersosialisasi, bahkan dalam keluarga atau masyarakat, adalah kekhawatiran yang valid. Fokus berlebihan pada gawai dapat membuat mereka kehilangan momen berharga bersama keluarga atau teman sebaya, serta kesempatan untuk mengembangkan bakat melalui interaksi langsung dan permainan tradisional yang efektif menjalin persaudaraan dan memunculkan ide kreatif (Kezia, 2011).

Oleh karena itu, diperlukan peran kolaboratif yang kuat dari berbagai pihak. Pola Asuh Digital (Digital Parenting) yang Adaptif: Orang tua harus menjadi garda terdepan dalam membimbing, memantau, dan mengatur waktu penggunaan perangkat digital pada remaja (Asbari, 2013). Ini meliputi peningkatan wawasan tentang internet dan gawai; penempatan akses internet di ruang keluarga; pembatasan waktu; pemberian pemahaman tentang dampak negatif; pelarangan konten tidak pantas; dan menjalin komunikasi terbuka dua arah. Menjadi panutan yang baik adalah kunci.

Kurikulum Pendidikan yang Inovatif: Lembaga pendidikan harus mengadaptasi kurikulum untuk mengintegrasikan literasi digital kritis, etika siber, dan kemampuan kolaborasi digital. Bukan hanya mengajarkan penggunaan alat, tetapi juga mengajarkan bagaimana menjadi warga digital yang bertanggung jawab, kreatif, dan produktif. Fasilitas yang diberikan Kemendikbud harus dimanfaatkan maksimal untuk menciptakan generasi yang sadar lingkungan (“Green Generation”) dan memiliki daya saing global.

- Advertisement -

Peran Komunitas dan Kebijakan Publik: Masyarakat dan pemerintah perlu menciptakan ekosistem digital yang sehat. Ini termasuk kampanye kesadaran publik; penyediaan infrastruktur internet yang merata; serta penegakan hukum yang tegas terhadap penyebaran ujaran kebencian dan konten negatif. Komunitas lokal dapat menghidupkan kembali kegiatan interaksi tatap muka dan permainan tradisional sebagai penyeimbang aktivitas digital.

Membentuk Sumber Daya Manusia Unggul di Era Digital

Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas tinggi dalam jumlah besar untuk mendukung pembangunan nasional (Casika et al., 2013). Pembentukan pribadi yang unggul dipengaruhi oleh semangat hidup, pola pikir, ketepatan berhitung, visi jauh ke depan, kemampuan memahami, kecerdasan dalam memecahkan masalah, dan semangat yang kuat. Moralitas yang baik harus didasari oleh pengetahuan, dan di sinilah teknologi, bila digunakan dengan baik, dapat menjadi gudang pengetahuan yang ampuh untuk mengatasi permasalahan dan meningkatkan taraf hidup seseorang.

Dengan demikian, teknologi – sebagai bagian tak terpisahkan dari globalisasi – telah membawa dampak ganda yang signifikan. Meskipun ada tantangan seperti potensi penurunan kualitas interaksi dan etika di ruang digital, teknologi juga menawarkan potensi besar untuk mempermudah kolaborasi, memperkaya pengetahuan, dan mendorong inovasi.

Untuk mengatasi dampak negatif dan mengoptimalkan potensi positif teknologi, peran kolaboratif antara orang tua, pendidik, masyarakat, dan pembuat kebijakan menjadi sangat krusial. Melalui pola asuh digital yang bijaksana, pendidikan yang adaptif, literasi digital yang komprehensif, dan kesadaran akan etika digital, kita dapat membimbing generasi muda agar mampu memanfaatkan teknologi secara produktif, kritis, dan beretika. Dengan demikian, kita dapat membentuk Sumber Daya Manusia berkualitas tinggi yang siap menghadapi tantangan era digital, sambil tetap mempertahankan identitas dan nilai-nilai luhur demi masa depan yang lebih baik, di mana generasi muda tidak hanya konsumtif teknologi tetapi juga generatif dalam menciptakan ide-ide orisinal dan kontribusi positif.

Taufiq Hidayat
Taufiq Hidayat
Saya mahasiswa aktif Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan aqidah dan filsafat Islam
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.