Kementerian Pertahanan Republik Indonesia cenderung mengevaluasi pertahanan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajem Pasir Utara dari sisi geografis. Posisi Kalimantan Timur relatif mendekati Center of Gravity yang dianggap akan mempermudah komunikasi, diikuti dengan indeks kerukunan agama yang tinggi dan indeks pembangunan manusia yang mendapat peringkat nasional pada 2018.
Namun, di lain sisi mengabaikan keuntungan saat ibu kota berada di Jakarta, letak Jakarta memberikannya strategic depth dan menjadikannya sulit dijangkau dari ancaman luar. Pindahnya ibu kota di garis depan (datangnya musuh), maka makin besar ancaman yang akan dihadapi.
Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru nantinya akan berbatasan dengan tiga negara yaitu Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Ketegangan antar perbatasan negara acapkali menjadi problematika antar Negara yang bersinggungan. Selain negara tetangga ancaman juga akan hadir dari hegemoni Tiongkok di kawasan Asia Tenggara dalam tren China Threat.
Dalam tulisannya American Perceptions of Chinese Military Power, Jonathan Pollack mengatakan pengembangan militer Tiongkok sejak 1970 dan 1980 mengancam tidak hanya keamanan negara-negara adidaya namun juga hegemoninya di area Asia Tenggara. Tindakan-tindakan Tiongkok sering disebut dengan “China Threat”.
Menurut Denny Roy dalam The China Threat Issues, teori China Threat adalah argumentasi tentang peningkatan kekuatan Tiongkok dalam hegemoni dan persenjataan yang bertujuan untuk menstabilkan keamanan regionalnya di masa depan. Para ilmuwan menyatakan bahwa hal ini dapat merubah kelemahan Tiongkok yang berupa kepadatan penduduk menjadi kekuatan yang berbasis pada kapabilitas militer dan teknologi.
Terdapat beberapa argumen dalam memandang China Threat, seperti pada perkembangan militer, perspektif geopolitik, perubahan kualitatif dalam kebijakan luar negeri Tiongkok yang mana hal-hal tersebut untuk merubah medium-sized power ke superpower.
Tren China Threat pertama adalah meningkatnya pekerja Tiongkok dalam lini profesional hingga buruh. Pemindahan ibu kota tentu memerlukan pekerja profesional hingga buruh untuk membangun infrastruktur. Pemberdayaan pekerja untuk pembangunan ibu kota perlu mendapat sorotan rigid bagi Indonesia. Masuknya pekerja ilegal Tiongkok beberapa tahun silam dapat menjadi catatan khusus. Tidak hanya bagi Indonesia, Amerika Serikat mengalami China Threat ini.
Pada tahun 2015 Tiongkok mengisi lebih 300.000 warga negara Tiongkok setiap tahun untuk mengikuti kuliah di Amerika Serikat lalu berkerja di laboratorium nasional pusat inovasi, inkubator dan kelompok cendekiawan Amerika Serikat. This Week in Asia News memaparkan pada 2016 di Kalimantan Timur diamankan 23 pekerja illegal yang mayoritas berasal dari Tiongkok. 2017, terdapat 1.698 pekerja asing di Kalimantan Timur, naik 500% dari dekade lalu.
Ombudsman menyatakan bahwa Kalimantan Tengah merupakan peringkat tiga provinsi terbanyak pekerja asing setelah Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Ketua pimpinan FSP Kahutindo (Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia) juga menambahkan bahwa probabilitas peningkatan jumlah pekerja asing akan mungkin terjadi saat ibu kota dipindahkan ke Kalimantan Timur. Ini merupakan ancaman serius bagi lapangan pekerjaan masyarakat lokal diengah tingginya angka pengangguran. Pemerintah dihimbau dapat mengawal Undangundang ketenagakerjaan asing dengan segera. Selanjutnya yang harus di waspadai adalah semakin meningkatnya pekerja ilegal dari Tiongkok baik dari Laut Cina
Selatan atau melewati Batam. The Jakarta Post menambahkan bahwa pada tahun 2018 pekerja Kantor Imigrasi Batam menolak 511 paspor yang diindikasikan merupakan perdagangan manusia untuk bekerja sebagai pekerja ilegal di Indonesia. Kalimantan memiliki akses yang lebih mudah dan dekat dengan Batam daripada di Jakarta sehingga ancaman pekerja ilegal semakin besar.
Ancaman bagi ibu kota baru kedua adalah masuknya Kalimantan bahkan hingga Sulawesi Utara ke dalam kawasan yang dapat di jangkau oleh peluru kendali dan pesawat tempur Tiongkok. Dari aspek pertahanan, Asia Maritime Transparancy Initative (AMTI) pada Agustus 2019 mengungkapkan bahwa Kalimantan masuk ke dalam jangkauan rudal dan pesawat Tiongkok karena Tiongkok telah mendirikan pangkalan militer di Kepulauan Spritly. Keadaan ini dapat memunculkan ketegangan bagi kedua belah pihak terutama bagi Indonesia karena ibu kota merupakan pusat negara.
Ancaman ketiga dari Tiongkok adalah masuknya investasi besar Tiongkok ke ibu kota baru. Dalam perencanaannya Joko Widodo mengestimasikan pemindahan ibu kota memerlukan 33 milyar dolar. Pada sebuah pertemuan pemilik China Railways Construction Corporation (CRCC) menyatakan siap untuk berinvestasi di ibu kota baru. Dana hingga menyentuh angka Rp 1.296 Triliun ke Tiongkok berupa 28 proyek insfrastruktur ibu kota baru. Serta pemerintah Indonesia menyetujui 9 proyek prioritas di Kalimantan Utara.
Jika salah satu biaya terbesar terdapat pada pemindahan pertahanan dan pengembangan AD, AU dan AL maka hal ini perlu kewaspadaan. Pada paruh pertama 2017 tren China Threat ini memulai dengan akuisisi menyumbang 97,6 persen dari investasi Tiongkok di Amerika Serikat. Faktor ini menyebabkan adanya intervensi Tiongkok dalam sistem pertahanan suatu negara yang dapat berujung pada akuisi pada industri pertahanan, peretasan teknologi senjata sehingga dapat menemukan titik lemah pertahanan hingga hilangnya independensi pertahanan Indonesia. Sebagaimana yang terjadi dengan Amerika Serikat yang mana persenjataannya telah di tiru sejak 2012 dan beberapa industri swasta yang terikat dengan investasi dari Tiongkok.
Anakronistik waktu antara pemindahan ibu kota dengan penguatan pertahanan. Ancaman selanjutnya bagi ibu kota baru adalah meningkatkan persaingan pertahanan antar negara tetangga yaitu Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam. Kondisi ini disebut dengan security dilemma, yang merupakan dilema keamanan antar negara karena peningkatan pertahanan negara lain yang mengancam.
Kenneth Waltz dengan neo-realismenya mengamini dimana sistem regional atau internasional mempengaruhi unit negara. Negara-negara dari berbagai penjuru dunia berlomba-lomba untuk memajukan sistem pertahanan negara. Pada empat tahun kebelakang anggaran pertahanan Malaysia mengalami penurunan yang berbanding terbalik dengan pendanaan TNI yang semakin meningkat.
Dengan pembangunan dan pemindahan alusista (alat utama sistem pertahanan negara) ke ibu kota baru diprediksi akan memancing Negara tetangga untuk menaikkan pendanaan persenjataan. Ibu kota baru akan mengalami security dilemma sebagai dampaknya.