Jumat, Maret 29, 2024

Ekonomi Maritim, Tol Laut, dan Peran Digitalisasi

L Tri Wijaya Nata Kusuma
L Tri Wijaya Nata Kusuma
L. Tri Wijaya N. Kusuma | Executive Director of Center for Indonesian Business Analytics Studies (CIBAS) | Ph.D in Business Intelligence & Data Analytics, NCU Taiwan | Dosen di Universitas Brawijaya |

Pelabuhan maritim adalah salah satu bagian terpenting dari jaringan transportasi. Sistem transportasi laut antar daerah sangat tergantung pada kondisi pelabuhan. Mengembangkan pelabuhan yang memberikan layanan terbaik adalah salah satu faktor terpenting untuk memberi manfaat bagi ekonomi di sekitar wilayah pelabuhan, serta negara itu sendiri; dan tentunya ini sangat penting diwilayah negara-negara kepulauan.

Berdasarkan data World Population Review 2019, sepuluh negara pulau terbesar di dunia, secara berurutan, adalah: Indonesia, Jepang, Filipina, Inggris, Madagaskar, Taiwan, Sri Lanka, Kuba, Haiti, dan Republik Dominika. Indonesia adalah negara dengan kepulauan terbesar di dunia, dan membutuhkan penggunaan jaringan transportasi laut untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya di seluruh negeri. Posisi geografis Indonesia strategis sebagai negara kepulauan, karena terletak di antara dua benua dan dua samudera.

Perkembangan sektor maritim di Indonesia

Berbicara tentang perkembangan sector maritime, tentunya tidak lepas dari pertumbuhan industri maritime dan pendukungnya khususnya terkait jasa transportasi dan logistic. Berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan Indonesia untuk 2005-2013, jumlah perusahaan angkutan laut nasional meningkat sekitar 7,7% per tahun, dan penyediaan armada nasional meningkat sekitar 10% per tahun. Pada 2013, pangsa kargo pengangkutan laut oleh perusahaan pelayaran nasional telah mencapai 99,7%. Jelas dari data ini bahwa peran sistem transportasi laut di Indonesia sangat penting.

Namun, ada beberapa masalah yang masih membebani selama ini terkait sistem operasi pelabuhan maritim dari jaringan transportasi di Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan Pelindo tahun 2014, masalah di Indonesia sejak tahun 2012 adalah biaya logistik (dan biaya pelabuhan), yang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia (24% dari total PDB Indonesia atau setara dengan Rp1,820 triliun per tahun, dibandingkan dengan Malaysia (15%), dan Jepang dan Amerika Serikat (10%).

Menurut laporan tahunan Pelindo pada range waktu 2014-2015, rata-rata dwelling time di pelabuhan Indonesia adalah 5-6 hari, dibandingkan dengan hanya satu hari di Singapura, dan itu termasuk pre-clearance, custom clearance, dan waktu post clearance.

Perbedaan biaya operasi pelabuhan antara wilayah Indonesia juga tinggi. Sedangkan pada tahun 2023 nanti, pasar logistik akan menjadi salah satu industri terbesar di dunia, tetapi saat ini pelabuhan di Indonesia masih memiliki daya saing yang rendah dibandingkan dengan negara lain. Jika kita melihat beberapa fenomena , data dan informasi yang berkembang , alasan mendasar adalah biaya logistik masih mahal dan waktu tinggal masih tinggi.

Urgensi penyediaan dan pengurangan biaya konektivitas nasional yang efisien dalam kerangka logistik nasional telah dimasukkan dalam agenda nasional. Sejak tahun 2014, Presiden Indonesia, Joko Widodo, telah mengembangkan Tol laut yang akan digunakan sebagai tulang punggung jalur maritim dan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Pengembangannya membutuhkan perubahan besar dalam pola organisasi untuk transportasi laut yang akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diselesaikan. Perubahan termasuk penyediaan infrastruktur pelabuhan, manajemen jaringan, dan sistem bisnis.

Dalam hal infrastruktur, Indonesia telah merevitalisasi dan membangun beberapa pelabuhan untuk mendukung program “tol laut”. Kita ketahui bersama program ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing industri nasional dan akan berdampak signifikan pada masa depan sistem logistik pelabuhan di Indonesia.

Jika dilihat dari aspek yang mempengaruhi keseimbangan saluran distribusi dan harga produk, daya beli konsumen menjadi hal yang penting dan perlu diperhitungkan oleh perusahaan pelayaran dan komoditi dalam upaya mereka menentukan pola distribusi di seluruh wilayah di Indonesia.

Menyeimbangkan pola distribusi tentu akan berdampak pada penentuan harga jual produk konsumen di setiap wilayah di Indonesia. Jika daya beli konsumen di suatu daerah tinggi, distribusi produk ke daerah akan tinggi, dan sebaliknya, sehingga akan mempengaruhi standar penerimaan atau pengiriman peti kemas dan tingkat hunian gudang di wilayah tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengoptimalkan manajemen hubungan rantai pasokan, pemantauan, dan sistem pemeliharaan di area pelabuhan.

Sedangkan dari aspek dwelling time, perusahaan pelayaran dan perusahaan produk konsumen harus mempertimbangkan waktu pre-clearence, yang merupakan aspek penting yang harus dioptimalkan melalui pengurangan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah, sehingga waktu pemrosesan menjadi lebih efektif dan efisien.

Proses pre-clearence berhubungan erat dengan penerimaan kontainer atau proses pengiriman dan kesiapan peralatan operasi, sehingga perlu untuk menyederhanakan proses sehingga waktu pemrosesan lebih pendek. Sehingga mengoptimalkan peran sistem IT yang terintegrasi, manajemen hubungan rantai pasokan, dan proses pengawasan berkala tentu sangat diperlukan.

Jika kita menelisik lebih jauh terkait aspek diferensiasi biaya operasional pelabuhan antar daerah, terutama antara wilayah barat dan timur Indonesia, selain pertumbuhan populasi dan ekonomi secara umum, operasi pelabuhan, terutama biaya perawatan, dianggap sebagai masalah kritis oleh perusahaan pengiriman dan produk konsumen. Karena perbedaan teknologi dalam proses bongkar muat di setiap pelabuhan, khususnya antara yang di barat dan yang di bagian timur Indonesia, biaya proses dan pemeliharaan secara signifikan mempengaruhi diferensiasi biaya operasional antar daerah.

Program Tol Laut dan Digitalisasi Sistem Integrasi

Kami mencoba menelaah kembali progress dari program tol laut dalam sistem transportasi laut di Indonesia secara keseluruhan. Secara keseluruhan para pemangku kepentingan menganggap bahwa program “tol laut” meningkatkan ketahanan dan daya saing pelabuhan.

Selain itu, jika kita melihat beberapa kementerian terkait saat ini mulai focus pada pengembangan infrastruktur maritime, maka pengaruh terbesar pada ketahanan pelabuhan dapat berasal dari aspek kolaborasi antar lembaga/ kementerian. Ini dapat ditafsirkan sebagai pembentukan program kolaboratif dengan mitra atau pemangku kepentingan terkait untuk mengurangi ketidakpastian dalam pengoperasian sistem pelabuhan secara komprehensif.

Pentingnya program kolaboratif dalam mendukung sistem logistik pelabuhan dan program tol laut di masa depan akan lebih optimal jika didukung oleh pendekatan sistem digitalisasi terintegrasi. Peningkatan kinerja proses layanan melalui pendekatam platform IOT yang memanifestasikan implementasinya dalam bentuk contoh aplikasi pada ponsel pengguna layanan pelabuhan, tentu akan mengurangi banyak waktu pemrosesan dan biaya yang harus dikeluarkan.

Jadi masalah seperti biaya logistik yang tinggi, waktu tinggal yang lama, saluran distribusi yang tidak merata antara daerah dan perbedaan harga produk, terutama di bagian timur Indonesia akan diselesaikan secara berkelanjutan.

L Tri Wijaya Nata Kusuma
L Tri Wijaya Nata Kusuma
L. Tri Wijaya N. Kusuma | Executive Director of Center for Indonesian Business Analytics Studies (CIBAS) | Ph.D in Business Intelligence & Data Analytics, NCU Taiwan | Dosen di Universitas Brawijaya |
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.