Kata “Revolusi, Revolusi, Revolusi” diteriakan oleh para massa aksi unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis 22 Agustus 2024. Dalam aksi mengawal putusan MK tersebut, beberapa orang membawa replika guillotine atau alat pancung. Replika guillotine, alat yang digunakan untuk mengeksekusi Raja Louis saat Revolusi Prancis, diartikan sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap pemerintah yang dianggap zalim.
Di media sosial X, muncul narasi yang menyatakan bahwa situasi saat ini serupa dengan kondisi saat Revolusi Prancis. Bahkan, warganet ramai membandingkan perilaku Erina dengan Marie Antoinette, permaisuri terakhir Raja Prancis.
Ternyata Indonesia pernah mengalami sebuah revolusi yang mirip dengan Revolusi Prancis. Revolusi ini dikenal dengan nama Revolusi Sosial. Revolusi sosial adalah upaya untuk mengubah struktur masyarakat kolonial-feodal menuju sistem masyarakat yang lebih demokratis dan adil.Berikut adalah dua revolusi sosial yang pernah terjadi di Indonesia:
1. Peristiwa Tiga Daerah
Peristiwa Tiga Daerah merupakan suatu peristiwa dalam sejarah revolusi Indonesia yang terjadi antara Oktober sampai Desember 1945. Revolusi sosial ini terjadi di Brebes, Tegal, dan Pemalang.
Saat itu, seluruh elite birokrat, pangreh praja (residen, bupati, wedana, dan camat) dan sebagian besar kepala desa diganti oleh aparat pemerintahan yang baru. Terdiri dari aliran Islam, Sosialis, dan Komunis.
Revolusi sosial tersebut dimulai di Desa Cerih. Desa ini terletak di perbukitan Tegal Selatan, berseberangan dengan Kabupaten Pemalang, dibatasi oleh Sungai Rambut. Lurah Cerih yang bernama Raden Mas Harjowiyono oleh rakyat dilucuti, diberi pakaian goni, sementara istrinya diberi kalung padi.Mereka kemudian diarak, diiringi dengan bunyi gamelan milik lurah. Setelah itu, mereka diperlakukan seperti ayam, dipaksa minum air mentah dalam tempurung, dan makan dedak. Aksi tersebut dikenal dengan nama “dombreng”, di mana kemudian aksi seperti itu menyebar di desa-desa Kabupaten Tegal dan Pemalang.
“Dombreng” berasal dari Bahasa Jawa, yaitu “tong” dan “breng”, suara pada pukulan kayu atau kaleng kosong. Arak-arakan tersebut diiringi dengan kentongan, seperti yang kita tahu bahwa suara kentongan merupakan penyiar berita tanda ada pencurian. Maka, memang dombreng ini dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa telah ditangkap pencuri desa yaitu para pamong desa yang korup.
Peristiwa Tiga Daerah nyatanya menyedot perhatian tokoh nasional. Presiden Sukarno sampai datang langsung ke Tegal pada 17 Desember 1945. Turut serta Jenderal Soedirman, Fatmawati, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Perdana Menteri Sutan Syahrir.
Dalam pidatonya, Soekarno mengatakan “Hai rakyat Tegal, Brebes, dan Pemalang. Jangan kamu mendirikan republik kecil-kecilan, jangan kau mendirikan republik sendiri-sendiri, jangan ada Republik Tegal, Republik Slawi, Republik Talang, Republik Brebes, dan Republik Pemalang. Hentikan tindakan yang sesat, kita harus bersatu, kita harus mendirikan republik yang kuat dan besar.”
2. Revolusi Sosial Sumatera Timur
Revolusi Sumatera Timur atau Revolusi Sosial Timur merupakan gerakan sosial yang dilakukan oleh rakyat terhadap kesultanan-kesultanan Melayu yang ada di Sumatera Timur, seperti Kesultanan Panai, Kesultanan Asahan, Kesultanan Langkat, Kesultanan Kualuh pada Bulan Maret 1946.
Gerakan yang dipelopori oleh massa dari Komunis ini tuh menuntut penghapusan sistem kerajaan dengan alasan anti feodalisme. Nah, di beberapa daerah seperti sebagian Simalungun, Karo, Deli Serdang revolusi ini berjalan dengan mulus meskipun ada penjarahan terhadap harta benda kesultanan. Tetapi di daerah seperti Langkat, Pane bukan hanya terjadi penjarahan tetapi juga peristiwa berdarah, di mana para sultan dan keluarganya dibunuh. Masa menganggap bahwa para sultan ini pro terhadap Belanda.
Revolusi Sosial dimulai pada pada 3 Maret 1946 di Tanjung Balai, Asahan, bermula dari informasi pendaratan Belanda di Tanjung Balai. Nah, sejak pagi hari, massa ini telah berkumpul dan kemudian beralih haluan bergerak menuju istana Sultan Asahan. Meskipun sempat dihadang oleh TKR, keterbatasan jumlah pasukan membuat massa berhasil menembus masuk ke dalam istana. Setelah istana diserbu, Sultan Asahan dibunuh bersama para bangsawan. Kemudian peristiwa ini merembet ke daerah-daerah di Sumatera Timur lainnya.
Salah satu korban dari peristiwa ini adalah Amir Hamzah seorang sastrawan Angkatan Pujangga Baru yang kelak di tahun 1975 diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Amir sendiri masih keluarga dengan Kesultanan Langkat.
Itulah dua revolusi sosial yang mengguncang Indonesia.