Selasa, Desember 3, 2024

Dosa Jokowi dan Kabinet Kerja

Fakhru Amrullah
Fakhru Amrullah
Pemerhati Dinamika Pemerintahan dan Sospol.
- Advertisement -

Sebelumnya, penulis ingin menyampaikan alasan menulis tema “Dosa Jokowi dan Kabinet Kerja” adalah, pertama, penulis bukanlah serarang yang kontra terhadap pemerintahan kabinet kerja yang yang dipimpin oleh Pak Jokowi, begitu juga sebaliknya. Di sini penulis mencoba mengumpulkan beberapa data dan fakta yang penulis rangkum dari realita sejarah yang ditorehkan oleh Pak Jokowi bersama kabinet kerja yang beliau pimpin saat ini.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneisa Bab V Pasal 17 dalam menjalankan tugas negara presiden dibantu oleh menteri yang membidangi urusan tertentu. Intinya penulis tidak menunjukkan tulisan ini untuk menkritik Presiden Jokowi secara personal melainkan menilai kinerja para menteri yang berada di kabinet kerja. Baik demikian alasan dan motif penulis mengangkat tema “Dosa Jokowi dan Kabinet Kerja” dalam tulisan pertama ini.

Dalam sistem pemerintahan presidensial sebagaimana yang dianut oleh Indonesia. Kabinet mempunyai peran sentral terhadap kepala pemerintahan. Karena para menteri dalam kabinet adalah merupakan telinga, mata, kepala dan tangan presiden dalam menjalan tugasnya.

Para menteri bertangungjawab membantu presiden dalam hal teknis, administratif negara. Selain itu juga bertugas memberi masukan, pendapat, analisis dan nasihat serta inisiatif rencana pembangunan negara kepada presiden. Maka setiap presiden diberikan hak preogatif oleh konstitusi untuk membentuk kabinet dengan menujuk orang yang benar-benar dipercaya untuk menjadi menteri.

Lalu apa dosa yang telah dilakukan Pak Jokowi dan Kabinet Kerja?

Teknis dan Administratif

Pada tahun 2015 presiden ramai diberitakan di media masa dan di media sosial. Saat itu presiden disebut telah keliru menandatangani Perpres-RI nomor 39 tahun 2015  tentang kenaikan uang muka pembelian kendaraan buat pejabat negara?

Walaupun pemberian uang muka kendaraan buat pejabat negara tersebut sudah dilakukan pada masa pemerintahan SBY. Namun gaya komunikasi Presiden Jokowi yang menganggap keliru telah menandatangani Perpres tersebut adalah menggambarkan sikap kecerobohan yang fatal dilakukan oleh Presiden bersama menterinya.

Bagaimana tidak, bayangkan pada saat banyaknya dokumen negara yang harus ditandatangai oleh presiden jika tidak ada pihak yang me-screening dokumen tersebut. Bersamaan dengan itu ada pihak yang ingin “menyabotase” dokumen yang akan ditandatangni oleh presiden. Ini sangan berbahaya bagi Negara. Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah terkesan “coba-coba”.

Pada Mei 2017 pidato Presiden Jokowi dalam membuka Rapat Koordinasi Nasional Maritim di TMII dibantah oleh Jake Van Der Kemp seorang kolumnis media masa Tiongkok. Pada kesempatan tersebut Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia termasuk dalam urutan ketiga dengan pertumbuhan ekonomi terbaik didunia.

Setelah ramai diperbincangkan, Presiden kembali harus menyampaikan klarifikasi. Maksud dari isi pernyataan Presiden adalah Indonesia termasuk dalam pertumbuhan ekonomi terbaik di antara negara yang termasuk dalam G-20. Kejadian ini kembali memberi gambaran bahwa “pembisik” Pak Jokowi sangat ceroboh, data dan informasi yang disajikan kepada Presiden adalah data mentah dan dangkal.

- Advertisement -

Selanjutnya dosa dibidang teknis. Dari semua presiden yang telah menjabat maka kita dapat melihat Pak Jokowi yang mempunyai gaya penampilan yang unik. Beliau acap kali menggunakan pakaian tidak lazim dipakai oleh seorang presiden pada waktu dan tempatnya. Entah apa pesan psikologi komunikasi yang ingin disampaikan oleh presiden dengan “salah kostum” yang dipakainya. Apakah itu sebuah kesengajaan?

Satu hal yang jelas, dalam sistem pemerintahan presidensial sebagaimana yang dianut oleh Indonesia, presiden sebagai kepala pemerintahan dan juga sebagai kepala negara. Artinya di Indonesia seorang presiden juga menjadi simbol dari negara sebagaimana raja pada sitem pemerintahan parlementer. Bukankah bentuk kewibawaan negara itu tercerminkan pada pemimpinnya?

Inkonsistensi

Pertama, sikap Presiden terhadap kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahja Purnama alias Ahok di kepulauan seribu yang menyulut emosi masyarakat muslim nasional. Hal ini dikarenakan proses penanganan kasus ini terlihat lambat bahkan terkesan akan “diampuni” begitu saja.

Kala itu Masyarakat menunggu pernyataan sikap Presiden Jokowi  secara resmi mengintruksikan secara tegas kepada Kapolri sebagai pihak yang berwenang pada masalah ini untuk segera memproses kasus ini. Hal ini dianggap perlu dilakukan oleh presiden mengingat kondisi negara bisa dikatakan dalam keadaan genting.

Selanjutnya masih ingat pada pertengahan bulan Januari 2018 kemarin, pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras menjelang petani memasuki musim panen. Alasan Kementerian Pertanian kala itu cukup jelas, melakukan impor beras adalah untuk me-cover kebutuhan beras dalam negeri menjelang musim panen tiba.

Baru baru ini pemerintah kembali menjadi sorotan. Hal tersebut dikarenakan Pemerintah mengeluarkan Perpres-RI nomor 20 tahun 2018 tetang Tenaga Kerja Asing (TKA). Inti dari Perpres tersebut adalah bertujuan mempermudah porses pelayanan administrasi TKA yang masuk ke Indonesia. Kondisi seperti ini jelas membuat TKA berbondong-bondong masuk ke Indonesia.

Di sisi lain masih banyak tenaga kerja dalam negeri yang belum mendapatkan pekerjaan. Artinya untuk sekarang ini tenaga kerja kita tidak hanya bersaing sesama tenaga kerja dalam negeri melainkan bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri. Berdasarkan pengamatan penulis dalam perpres ini tidak ada filter yang menjadi batasan terhadap TKA yang diberi kemudahan tersebut, apakah ditujukan untuk TKA ahli dan manajemen saja atau termasuk TKA buruh kasar.

Ironisnya isu Perpres TKA ini, cara kerja para “pembisik” presiden terlihat tidak serius. Menteri tenaga kerja memberi penjelasan tentang isu sentral ini hanya melalaui media sosial twitter. Alasan yang disampaikan juga tidak masuk logika, yakni untuk mempermudah iklim investasi swasta di Indonesia.

Tentunya hal tersebut harus dijelaskan secara komprehensif tentang hubungan dan keterkaitannya. Lebih janjut penulis mengagap wajar terhadap rencana yang akan dilakukan oleh DPR untuk membentuk panita khusus membahas Perpres-RI nomor 20 tahun 2018 tentang TKA tersebut.

Apakah kebijakan tentang Perpres TKA itu akan dicabut? Seperti Perpers tentang pemberian kendaraan bagi pejabat negara setelah banyaknya muncul penolakan? Jika benar, tentulah ini untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat.

Namun kita juga tidak menginginkan pemerintahan di negara kita dijalankan dengan kebijakan yang coba- coba. Penulis yakin dan pasti kita semua juga yakin, bahwa persiden kita berbuat untuk kebaikan masyarakat Indonesia, tidak mungkin sebaliknya.

Fakhru Amrullah
Fakhru Amrullah
Pemerhati Dinamika Pemerintahan dan Sospol.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.