Kamis, Maret 28, 2024

Dosa Adalah Tiket VIP Mengenal Allah

Galang Harianto Pratama
Galang Harianto Pratama
Pegiat Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Surabaya. Aktivis Majelis Kalam Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Surabaya. Pengurus HIPMI PT Surabaya, lulusan Hubungan Internasional Unair 2012 (soon).

Tauhid, adalah kata kunci untuk memahami agama Islam. Jika dianalogikan secara sederhana, konsep mengenai tauhid itu seperti sebuah pendulum. Atau dengan kata lain coba bayangkan, ada sebuah bola yang ditali lalu digantung lurus pada sebuah tongkat yang posisinya  horisontal. Tentu bola itu akan menggantung dibawah.

Kalau sudah begitu, bola itu pasti akan bisa bergerak ke segala penjuru arah. Bisa ke kiri, ke kanan, ke depan ataupun ke belakang. Coba bayangkan kembali. Jika bola itu diikat tidak dengan satu tali ke atas, melainkan dengan tiga tali ke pojok kanan tongkat, dan pojok kiri tongkat, apakah bola itu tetap bisa bergerak sebebas jika diikat tali satu?

Inilah kemudian yang didefinisikan sebagai kebebasan menurut Islam. Hukum pahala dan dosa tentu tidak akan berlaku ketika manusia tidak dihadapkan pada pilihan-pilihan. Menjadi penjahat atau menjadi orang baik, masing-masing memiliki konsekuensi. Termasuk konsekuensi tentang nabi Adam AS yang turun ke bumi atas apa yang ia perbuat.

Barangkali kalau nabi Adam AS tidak melakukan kesalahan, kita saat ini sedang bersenang-senang di Surga sana. Menyesal? Sepintas memang menyesal. Coba kita bayangkan, ada suatu tempat yang nyaman, indah dan isinya kesenangan sejati, dan itu seharusnya adalah tempat kita lahir, tumbuh dan berkembang. Kita mengenal Allah Swt dalam asma yang menyenangkan, setidaknya bagi kita. Seperti misalnya, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pengasih. Bukankah kita pasti menilai begitu, ketika segala kecukupan tersedia?

Manusia adalah mahkluk yang sempurna, setidaknya hal itu berlaku ketika Adam AS dihadapkan pada pilihan-pilihan. Dan turut sertanya Ibu Hawa yang meminta untuk mengambil buah Kuldi, adalah bagian dari grand setting besar Illahi. Boleh jadi Allah SAW mentakdirkan dosa, agar Adam SAW mengenalNya. Apakah mungkin kita bisa mengklaim memiliki sahabat dekat, ketika kita hanya sekedar mengetahuinya? Tentu tidak. Ada proses panjang, ketika kemudian kita berani mengatakan; dialah sahabatku. Bukankah begitu juga perkara Tuhan? Atau dengan kata lain, bukankah begitu juga dengan Adam AS?

Keluasan nama Allah SWT, kali pertama diketahui Adam AS ketika ia melakukan dosa. Ia kemudian tahu bahwa Allah juga memiliki asma bahwa Allah Maha Penerima Taubat, Allah Maha Pengampun. dan lain sebagainya. Sejak saat itu, paripurnalah asma Allah dihadapan lemahnya manusia. Atau bagi mereka yang berpikiran sempit, lantas mengatakan bahwa Allah itu paradoks.

Lantas Nature of human adalah melakukan salah. Bukankah banyak orang mengenal Allah karena dosa? Dan banyak sekali orang yang tidak mengenal Allah dengan baik meskipun ia telah berbuat baik sekalipun? Bisa jadi orang berbuat baik, tertutup hatinya mengetahui kekurangannya.

Hidup adalah berproses; dari baik menjadi lebih baik, begitupun dari buruk menjadi baik. Perkara penilian, hak preogratif Allah SWT. Bagaimanapun, jatuh di mata makhluk belum tentu jatuh di mata Allah. Manusia terus berproses, dan ending terbaik adalah dimatikan dalam keadaan khusnul khatimah.

Jika ditarik pada teori pendulum, seperti digambar di atas, maka cara untuk mengenal Allah SWT tidak hanya pada sisi kanan. Melainkan juga pada sisi kiri. Coba kita analogikan, bahwa sisi kiri itu adalah jalan dosa. Sedangkan jalan kanan adalah jalan kebenaran. Bukankah keduanya adalah jalan mendekati Tuhan?

Bola akan bergerak entah ke kiri atau kanan, dan siapakah yang menentukan? Invisible hand. Allah Maha Tahu yang menggerakkan segala yang ada dibawah kuasaNya. Boleh jadi, seseorang yang menurutku buruk, berlumur dosa, dan ahli maksiat, justru pada derajat tertentu ia mengenal keesaan Allah. Sedangkan kita yang sibuk membandingkan, menjatuhkan, dan membenci segala keburukannya, tidak sempat menyadari bahwa ada cahaya diatas cahaya jatuh tepat di hati kita.

Atau boleh jadi kita mendapatkan manfaat di kala gelapnya malam. Apa yang tidak kita dapatkan di kala terangnya siang. Dan kita tidak tahu, manakah yang bermanfaat bagi kita. Jadi, kalau kita merasa diri kita berdosa, jangan sekedar menyesal. Boleh jadi itu adalah dosa terakhirmu dan pada saat itu Allah ingin mengenalkan luasnya samudera asmanya. Atau dengan kata lain, Allah mengundangmu. Untuk melihat konser semesta Illahi melalui pintu dosa, dan duduk pada tribun taubat.

 

Waallahu Alam.

Galang Harianto Pratama
Galang Harianto Pratama
Pegiat Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Surabaya. Aktivis Majelis Kalam Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Surabaya. Pengurus HIPMI PT Surabaya, lulusan Hubungan Internasional Unair 2012 (soon).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.