Islam sebagaimana banyak dikemukakan oleh para ulama maupun para tokoh agama, adalah agama yang rahmatan lil alamin. Di mana agama bukan hanya sebagai doktrin ketuhanan untuk pribadi manusia saja, melainkan adalah rahmat untuk seluruh alam secara universal. Yang juga mengedepankan dimensi sosial.
Prinsip rahmatan lil alamin sebagai karakter agama Islam bertujuan untuk membimbing manusia menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang paham betul akan peranannya sebagai khalifah fil ardh. Dimana manusia sebagai utusan Tuhan di muka bumi, harus bisa menjaga dari kerusakan dan ketidak adilan. Itulah konsep dalam Islam yang menuntun manusia untuk mengukuhkan eksistensi dirinya sebagai makhluk sosial yang punya tanggung jawab menjaga alam semesta.
Relevansi dimensi sosial dalam agama Islam dapat dilihat dalam kitab sucinya Al Quran, sebagai rujukan yang paling otoritatif. Dalam Al Quran banyak ahli tafsir yang mengemukakan bahwa ayat-ayat sosial di dalamnya terdapat lebih banyak porsinya dibandingkan dengan ayat-ayat ibadah.
Diantara banyaknya ayat Al Quran yang menyampaikan pesan sosial diantaranya terdapat dalam surat al-Baqarah (sapi betina), al-Maaidah (makanan), an-Nakhal (lebah), al-Anfaal (rampasan perang), al-An-‘aam (binatang ternak), an-Naml (semut), al-Hadiid (besi), Ali Imran (keluarga Imran), an-Nisaa’ (para wanita). Dan masih banyak lagi.
Salah satu ayat yang tergolong paling otoritatif untuk melihat seberapa kuatnya dimensi sosial Al Quran bisa di lihat dalam firmanNya berikut “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah: 2).
Selain Al Quran juga banyak sekali pesan yang kental dengan dimensi sosial dari Hadist Nabi Muhammad SAW, sebagai rujukan kedua paling otoritatif dalam Islam. Salah satunya adalah sabda Nabi yang mengatakan “Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Thabrani dan Daruquthni).
Puasa Ramadhan
Tak terasa, ternyata kita sudah masuk di bulan suci Ramadhan. Bulan yang istimewa, bulan dimana Allah SWT memberi banyak kelipatan pahala sekaligus banyak memberikan kita pelajaran sosial.
Bulan puasa kenapa istimewa, karena di bulan puasa kita seperti masuk dalam alam, lingkungan baru. Yang sebelumnya diantara dari kita jarang ke masjid, biasanya di bulan yang penuh pelajaran ini kita lebih sering bertemu dengan tetangga di masjid tempat kita sholat berjamaah.
Yang biasanya kita bebas makan di siang hari, di bulan suci ini kita diwajibkan untuk menahan hawa nafsu sekaligus menahan lapar dari pagi sampai sore hari. Dan juga yang paling berkesan di bulan ini adalah ketika sore hari sambil menunggu waktu buka puasa, kita berkumpul bersama keluarga, teman, ataupun jamaah yang ada di dalam satu masjid. Sungguh kenikmatan yang luar biasa.
Berkaitan dengan dimensi sosial puasa Ramadhan sebenarnya sudah tergambar dari sedikit latar kondisi yang saya haturkan di atas. Dimana dengan puasa ini kita lebih sering berinteraksi dengan sesama secara sosial.
Lebih lanjut puasa mengajarkan kita untuk lebih berempati kepada sesama. Kita diajarkan untuk merasakan penderitaan orang yang berada di luar tembok megahnya rumah kita. Menerobos ke ruang-ruang sempit pemukiman kumuh, di bawah kolong jembatan, dan semua orang yang terhimpit oleh kekurangan segi sosial-ekonominya, yang mungkin setiap hari merasakan kelaparan. Disanalah salah satu urgensi puasa, sehingga kita bisa merasakan rasa lapar itu menumbuhkan rasa empati kita terhadap sesama-sama.
Setelah timbul rasa empati dalam diri kita, seharusnya juga dibarengi dengan simpati sebagai manifestasi dimensi sosial yang tumbuh dari menjalankan puasa. Berbagi atas limpahan rizki yang sudah kita dapatkan kepada mereka yang masih kekurangan dan mungkin belum tersentuh oleh negara.
Hal seperti itu ada dalam anjuran Nabi Muhammad SAW. Beliau memberitahukan bahwa orang yang memberi makanan untuk berbuka kepada saudaranya yang sedang berpuasa, akan diberi pahala sebagaimana ia mengerjakan puasa itu sendiri.
Maka dari itu di bulan suci Ramadhan tidak hanya untuk memperbanyak zikir di dalam masjid, mengkhatamkan Al Quran berkali-kali, namun lupa akan penderitaan orang di luar sana. Puasa Ramdhan diakhiri dengan kewajiban untuk membayar zakat. Hal itu adalah rambu-rambu dari Allah SWT, bahwa untuk bisa mendapatkan RidhoNya, manusia harus melewati dua cara.
Mendekatkan diri personal dengan menjalankan kewajiban beribadah dan juga menjalankan kewajiban sosial kepada sesama. Dengan begitu, maka benar-benar termanifestasikan apa yang disebut dengan khalifah fil ardh yang bisa membawa amanah tuhan Allah SWT ke muka bumi dalam bingkai spirit rahmatan lil alamin.