Rabu, Oktober 16, 2024

Dilema Orang Tua dan Guru di Awal Tahun Baru

Roeslan Hasyim
Roeslan Hasyim
Aku adalah aku yang bukan aku

Awal tahun 2021 tentu akan menjadi awal tahun yang disertai dilema para orang tua siswa dan juga para pengajar di beberapa sekolah. Bagaimana tidak? Menteri pendidikan Nadiem Makarim telah mengumumkan melalui konferensi pers secara daring pada Jumat (20/11/2020) lalu untuk memulai kembali kegiatan belajar mengajar secara tatap muka ditengah pandemi covid 19 yang terus mengalami kenaikan dalam skala nasional.

Bahkan beberapa hari terakhir ini, kenaikan kasus covid 19 terus memecahkan rekor daripada hari – hari sebelumnya. Belum lagi, dengan terselenggaranya pilkada di beberapa daerah, diprediksi akan semakin meningkatkan kemungkinan munculnya klaster-klaster baru kasus covid 19 yang turut serta menjadi pemicu semakin besarnya kekhawatiran para orang tua siswa dan juga guru untuk bisa menerapkan kebijakan yang telah diumumkan tersebut.

Benar memang, sebagian dari orang tua siswa, pelajar dan juga para guru sudah mulai merasa jenuh dengan pembelajaran secara daring yang sudah berlangsung hampir setengah tahun lebih ini. Rasa bosan ini tentu wajar karena pembelajaran secara daring memang memiliki begitu banyak kendala, terutama untuk mereka yang tinggal di daerah. Mulai dari gap akses internet dan infrastuktur teknologi pendidikan yang tidak merata di Indonesia, kurangnya pendampingan orang tua terhadap proses belajar anak. Hingga kapasitas guru yang belum baik dalam melaksanakan pembelajaran daring menjadi tiga alasan utama mengapa anak tidak bisa belajar dengan optimal lewat pembelajaran daring.

Namun bukan berarti bahwa kejenuhan tersebut secara otomatis menghilangkan kekhawatiran para orang tua siswa dan para pengajar terhadap wabah covid 19 yang melanda negeri ini. Terlebih lagi melihat perkembangan kasus saat ini yang terus saja meningkat dari hari ke hari dan seringkali memecahkan rekor, sudah pasti kekhawatiran orang tua untuk melepaskan anaknya belajar secara tatap muka akan semakin tinggi. Hal ini terbukti dengan hasil survey yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia ( WVI ) yakni 76% responden khawatir dengan digelarnya pembelajaran tatap muka, seperti dikutip dari  medcom.id ( 22 oktober 2020 ).

Merujuk pada data di atas, tentu bisa dikatakan bahwa guru dan orang tua siswa sedang mengalami dilema, dimana pada satu sisi pembelajaran daring memunculkan kejenuhan dan hasil belajar mengajar yang tidak maksimal, sedangkan pada satu sisi yang berbeda, kita semua dihadapkan pada kasus covid 19 yang belum bisa ditangani dengan baik.

Lantas, keputusan apa yang harus kita ambil? Memperbolehkan anak belajar tatap muka atau justru sebaliknya? Sebelum benar-benar memutuskan bahwa anak kita boleh sekolah tatap muka atau tidak, alangkah baiknya kita melakukan beberapa hal berikut ini.

Pertama, kita harus mempertimbangkan terlebih dahulu kondisi wabah yang sedang terjadi di daerah kita masing-masing. Apakah wabah covid 19 sudah bisa ditangani dengan baik atau tidak oleh tim satgas covid daerah. Caranya sederhana, carilah banyak informasi terkait dengan perkembangan covid 19, baik melalui situs resmi pemerintah daerah dimana kita tinggal, akun media sosial dinas kesehatan, radio atau bahkan melalui media televisi daerah masing – masing yang selalu menginformasikan data-data terbaru terkait dengan wabah covid 19.

Kedua, Sebagai orang tua, kita harus bisa memastikan bahwa sekolah tempat anak-anak kita belajar telah memiliki fasilitas kesehatan yang sesuai dengan protokol kesehatan yakni kapasitas ruang kelas yang memadai, memiliki sarana cuci tangan yang bersih, toilet, kamar mandi, pengukur suhu tubuh dan UKS.

Ketiga, setelah kedua hal diatas dilakukan, tentunya kita harus melakukan koordinasi dengan pihak sekolah, baik dengan kepala sekolah ataupun para pengajarnya. Baik terkait dengan jadwal tatap muka, fasilitas kesehatan dan pendukung lainnya.

Keempat, Pastikan bawah anak-anak kita benar-benar memahami protokol kesehatan yang harus diterapkan selama mereka belajar tatap muka, mulai dari mencuci tangan, menjaga jarak dan selalu mengenakan masker. Jika diperlukan, kita bisa melakukan simulasi di rumah, terutama khusus bagi anak-anak yang masih berada di tingkat TK dan sekolah dasar tingkat bawah.

Roeslan Hasyim
Roeslan Hasyim
Aku adalah aku yang bukan aku
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.