Jumat, Oktober 4, 2024

Dilema Empati Mahasiswa

Abdul Hadi
Abdul Hadi
Abdul Hadi, bernama lengkap Muhammad Abdul Hadi, Jurnalis Kampus LPM Ekspresi UNY dan bergiat di komunitas baca Yogyakarta. Di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa psikologi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), ia juga menulis cerpen dan esai.

Dalam sebuah video berdurasi kurang dari semenit, tampak seorang pria penyandang disabilitas ditarik-tarik tasnya oleh empat mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta.

Pria berkebutuhan khusus tersebut tampak geram melepaskan diri dari objek bulan-bulanan senior-senior sekampusnya. Sebaliknya, empat mahasiswa tadi malah mentertawakan sikap junior mereka yang tampak canggung itu. Semakin ia geram, semakin lantang menjadi bahan lawak dan candaan.

Merasa tersinggung, pria tersebut melemparkan tong sampah kepada empat mahasiswa yang merisaknya. Sambil menghindari lemparan, senior-seniornya tertawa-tawa menyambut kejengkelan pria malang itu.

Video ini dibagikan di media sosial dan menjadi bahan komentar warganet atas perilaku empat mahasiswa yang merisak junior mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Tidak ada yang istimewa, memang. Kejadian serupa kerap terjadi.

Bertahun-tahun lalu juga, kegiatan perisakan sudah lumrah dari senior kepada junior. Berkat peraturan Kementerian Pendidikan, ragam perundungan di arena pendidikan, termasuk perpeloncoan– kini sudah dihapuskan dan dilarang. Rekam-jejaknya sepatutnya menjadi renungan agar kejadian serupa tidak lagi terulang.

Di lain sisi, mungkin juga kegiatan perekaman video terhadap perilaku tadi sudah menjadi fenomena umum dan makanan sehari-hari bagi pengguna media sosial. Bahkan sejauh ini, belum saya ketahui ada yang mempermasalahkan aspek etika pada tren ini.

Namun berkatnya juga, sebagian perekaman menjadi salah satu komponen kontrol sosial atas perilaku orang-orang di sekitar kita sehingga tidak lagi bertindak sewenang-wenang. Aparat penegak hukum yang bertindak di luar batas terhadap tersangka kriminal, atau perilaku asusila dan pelecehan HAM, misalnya, bisa dilaporkan ke atasan atau orang-orang yang bertanggung jawab memprosesnya, secara tidak langsung dapat menjadi bukti yang sulit elakkan.

Dari video itu, kita patut merenungkan kembali, bagaimana respon mahasiswa atas problem perisakan terhadap juniornya, terutama yang menyandang kebutuhan khusus? Bagaimana masyarakat kita membingkai pola perilaku yang diharapkan dari mahasiswa yang digaung-gaungkan sebagai agen perubahan (agent of change)? Bagaimana juga sikap kita menindaklanjutinya?

Empati Mahasiswa

Pangkal-muasal dari problem di atas bermuara dari empati. Sebagai bagian dari generasi milenial, kita menyaksikan tercerabutnya empati di kalangan kawula muda. Mudah saja kita jumpai narasi kebencian tumbuh subur di dunia maya. Berita hoaks sampai antipati hingga dalam tingkat yang ekstrem dapat menyebar hanya dengan ketukan-ketukan jari di atas layar gawai. Lebih cepat dari sekedar membalik telapan tangan.

Masalah empati pada mahasiswa ini sempat disinggung oleh Konrath, Edward, & Courtney (2011) dari Universitas Michigan bahwa semenjak 10 tahun terakhir telah terjadi penurunan tingkat empati pada mahasiswa.

Mahasiswa jaman now terkesan acuh tak acuh, bahkan menunjukkan gejala anti-sosial lebih tinggi daripada para mahasiswa 10 tahun lalu. Tidak berbeda jauh, Purnowo (2014), peneliti dari UIN Sunan Kalijaga, juga mengamini pernyataan Konrath bahwa mahasiswa saat ini semakin individualis dan kurang berempati terhadap lingkungan sosialnya. Salah satu penyebabnya adalah adanya gawai canggih yang menjadikan komunikasi maya-visual menjadi lebih menarik daripada dunia nyata.

Misalnya, dengan adanya gawai pintar tersebut malah menjadikan adegan perisakan terhadap penyandang disabilitas di atas menarik untuk direkam daripada menolongnya. Menyebarkan rekaman unik dan konten viral di dunia maya lebih menantang dari sekedar melakukan aksi sosial. Perang komentar menjadi hal menarik untuk terus dipantik. Empati menjadi hal gaib yang seolah-olah hilang dari keseharian kita.

Menjawab hal tersebut, kegiatan PKKMB yang dilakukan oleh Universitas Airlangga dan Universitas Trunojoyo patut mendapat apresiasi. Menyadari pentingnya menumbuhkan sikap empati mahasiswa baru, mereka banting stir mengubah salah satu kegiatan pengenalan kampus dengan aksi galang dana untuk korban bencana alam atau orang-orang yang membutuhkan.

Bukankah mahasiswa adalah agen perubahan? Kenapa tidak langsung mengaplikasikan langkah-langkah jitu untuk membantu masyarakat sekitar? Bukankah juga salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah pengabdian kepada masyarakat, bagaimana mungkin mahasiswa akan mengabdi jika empatinya telah terkikis habis?

Empati yang merupakan upaya memahami keadaan orang lain adalah pangkal dari kepedulian. Dengan pengertian untuk beralih-tukar posisi dengan lain akan menumbuhkan rasa welas asih yang kerap diwejangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Welas asih itulah yang menjadikan masyarakat hidup berdampingan dengan damai dan bahagia, ujar bapak pendidikan kita itu.

Dengan empati, kemalangan pria penyandang disabilitas di atas juga adalah kemalangan kita bersama. Kita terluka dan ikut berduka atas perisakan terhadapnya. Mahasiswa yang sudah berada di masa dewasa awal, dengan kemampuan kognitif sempurna, sepatutnya bijaksana dalam menyingkapi keadaan lingkungannya.

Berempati serta peduli kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Bukan hanya sekedar berkomentar atau malah melemparkan cemooh sebagai bahan candaan.

Daftar Pustaka

Konrath, S.H, Edward, H.O, & Courtney, H. 2011. Changes in Dispositional Emphathy in American College Students Over Time: A Meta Analysis. Personality and Social Psychology Journal. Vol. 15 (2): 180-198

Purnomo, Anggit. 2014. Hubungan antara Kecanduan Gadget (Mobile Phone) dengan Empati pada Mahasiswa. Skripsi, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga: Yogyakarta

Abdul Hadi
Abdul Hadi
Abdul Hadi, bernama lengkap Muhammad Abdul Hadi, Jurnalis Kampus LPM Ekspresi UNY dan bergiat di komunitas baca Yogyakarta. Di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa psikologi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), ia juga menulis cerpen dan esai.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.