Minggu, Juni 1, 2025

Di Tengah AI dan Otomatisasi: Apakah Masih Perlu Manajer?

Naila Safatiha
Naila Safatiha
Mahasiswi Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisement -

Di era digital yang terus berkembang dengan pesat, kecerdasan buatan (AI) dan otomasi telah merevolusi berbagai aspek dunia kerja secara fundamental. Mulai dari lini produksi di pabrik yang kini dikelola oleh robot canggih, hingga proses pengolahan dan analisis data yang dilakukan oleh algoritma pintar, teknologi telah mengambil alih banyak fungsi yang dulu dikerjakan manusia. Perubahan besar ini memunculkan sebuah pertanyaan penting dan relevan di tengah transformasi tersebut: masihkah kita membutuhkan peran manajer manusia di tengah dominasi AI dan otomasi?

Transformasi Peran Manajer

Teknologi telah mengambil alih banyak tugas rutin yang sebelumnya dilakukan manajer: menyusun jadwal, melacak produktivitas, bahkan menilai kinerja karyawan melalui data. Namun, peran manajer sejati jauh melampaui sekadar administrasi. Mereka adalah pemimpin, pelatih, dan penghunbung antarmanusia dalam organisasi.

AI bisa menghitung, tetapi tidak bisa memimpin secara emosional (Gafar, 2024). Manajer yang baik mampu membaca dinamika tim, menyelesaikan konflik, memotivasi, dan membimbing secara personal— aspek-aspek yang belum bisa ditiru sepenuhnya oleh mesin (Jaya, 2025). Terlebih lagi, dalam situasi krisis atau ketidakpastian, sentuhan manusia dalam pengambilan keputusan menjadi sangat penting (Susanty & Renjaan, 2021).

Kolaborasi, Bukan Kompetisi

AI dan otomasi sebaiknya tidak dipandang sebagai ancaman yang menggantikan peran manajer, melainkan sebagai alat bantu yang memperkuat dan mempermudah pekerjaan mereka. Dengan hadirnya teknologi otomatisasi yang mampu menangani tugas-tugas administratif yang sifatnya berulang dan memakan banyak waktu—seperti pengelolaan jadwal, pelaporan kinerja, serta pengolahan data—manajer kini memiliki ruang yang lebih luas untuk memusatkan perhatian pada aspek-aspek yang benar-benar strategis dan memberikan nilai tambah bagi organisasi.

Pengurangan beban kerja administratif ini memungkinkan manajer untuk lebih fokus pada pengambilan keputusan yang berdampak besar, perencanaan jangka panjang, serta pemetaan peluang inovasi yang bisa meningkatkan daya saing perusahaan. Dengan kata lain, AI dan otomasi berperan sebagai mitra yang membantu manajer mengoptimalkan produktivitas dan efektivitas kerja, bukan menggantikan peran manusia secara keseluruhan.

Fokus baru manajer yang dibebaskan dari tugas-tugas administratif tersebut meliputi membangun budaya kerja yang sehat dan inklusif, yang mendukung kerjasama serta komunikasi yang efektif antar anggota tim. Selain itu, manajer juga memiliki tanggung jawab lebih besar dalam mendorong inovasi, baik dalam proses kerja maupun produk yang dihasilkan, agar organisasi dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar (Napisah et al., 2024).

Dalam konteks ini, manajer berperan sebagai pendamping dan fasilitator yang mendukung pengembangan potensi individu secara personal dan efektif, membantu setiap anggota tim tumbuh sesuai dengan kekuatan dan minatnya masing-masing. Transformasi peran ini membuka peluang besar bagi manajer untuk menjadi pemimpin yang lebih visioner dan manusiawi—tidak hanya “mengatur” dan mengawasi, tetapi juga menjadi penggerak perubahan yang menginspirasi, memberikan arahan yang jelas, dan menjaga kohesi serta motivasi tim di tengah dinamika perubahan teknologi yang sangat cepat.

Tantangan dan Adabtasi

Namun, kemajuan teknologi ini juga membawa tantangan tersendiri bagi para manajer. Mereka tidak bisa lagi bergantung sepenuhnya pada cara-cara lama. Adaptasi menjadi kunci agar manajer tetap relevan dan efektif. Untuk itu, manajer perlu meningkatkan kemampuan digitalnya dengan melek teknologi dan memahami cara kerja berbagai sistem otomatis dan AI yang ada.

Selain itu, kemampuan menganalisis data menjadi semakin penting karena pengambilan keputusan kini didukung oleh insight berbasis data yang lebih akurat dan cepat (Feriyanto et al., 2024). Namun, jangan sampai aspek manusiawi terlupakan. Kemampuan interpersonal—seperti empati, komunikasi efektif, dan kepemimpinan yang inspiratif—tetap menjadi pondasi utama. Manajer masa depan adalah mereka yang mampu menjembatani dua dunia ini: menggabungkan kecerdasan teknologi dengan kecerdasan emosional manusia, sehingga kolaborasi antara manusia dan mesin bisa berjalan harmonis dan produktif.

Penutup

AI dan otomasi memang mengguncang struktur dan cara kerja organisasi tradisional, namun kehadiran manajer tetap sangat esensial. Peran mereka memang mengalami evolusi, berubah dari sekadar pengawas menjadi pemimpin yang lebih strategis dan manusiawi, tetapi nilai dan kontribusinya tetap tak tergantikan.

- Advertisement -

Di tengah derasnya gelombang teknologi, manusia justru semakin membutuhkan sosok pemimpin yang mampu menginspirasi, membimbing, dan membentuk arah dengan penuh wawasan dan empati—sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh algoritma apapun. Dengan demikian, manajer bukan hanya akan tetap relevan, melainkan menjadi pilar utama kesuksesan organisasi di masa depan.

Naila Safatiha
Naila Safatiha
Mahasiswi Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.