Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan alokasi dana desa sejak tahun 2015- 2018 telah mencapai Rp. 187 triliun. Angka ini bukan jumlah yang sedikit dan sejak tahun 2015 jumlahnya hampir selalu meningkat.
Pada tahun 2015 misalnya pemerintah telah mengalokasikan dana desa sejumlah Rp 20,67 triliun. Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2016 mencapai Rp 46,98 triliun. Di tahun 2017 jumlahnya kembali meningkat menjadi Rp 60 triliun. Hanya di tahun ini jumlah alokasi dana desa tetap di angka Rp 60 triliun.
Alokasi dana desa yang begitu besar sempat menjadi salah satu poin keunggulan yang diangkat oleh kubu petahana saat debat capres beberapa waktu yang lalu. Tidak heran memang dengan adanya dana desa ini telah mennghasilkan jalan sepanjang 191.600 kilometer, menciptakan 1.140.378 meter jembatan dan 58.931 unit irigasi. Akan tetapi penulis merasa dana desa yang sedemikian besar kurang bijak jika hanya diarahkan pada infrastruktur fisik saja.
Kekhawatiran penulis bukan tanpa dasar dengan dana yang jumlahnya tidak sedikit ini. Belum ada perubahan yang signifikan dari presentase pengangguran terbuka di wilayah pedesaan.
Bahkan sepanjang tahun 2018 tercatat pengangguran terbuka di pedesaan mengalami kenaikan mencapai 4,04 persen di bandingkan sepanjang tahun 2017 yang hanya 4,01 persen. Berdasarkan data tersebut dana desa belum optimal dalam mengambil peran di bidang perekonomian desa khususnya untuk mengurangi pengangguran.
BUMDes Produksi Pasca Panen
Wilayah pedesaan terkenal dengan hasil bumi yang berlimpah bahkan di setiap kabupaten/kota memiliki hasil bumi yang berbeda dan menjadi ciri khas dari daerah tersebut.
Akan tetapi selama ini hasil panen dari daerah pedesaan ini hanya dijual dalam bentuk mentah saja. Masih jarang daerah pedesaan yang mengoptimalkan hasil panen dengan melakukan olahan atau produksi kembali pada hasil panennya menjadi produk yang memiliki nilai tambah yang lebih.
Untuk mengurangi masalah pengangguran di pedesaan dengan memanfaatkan hasil bumi atau hasil panen yang ada di desa. Salah satu caranya adalah memanfaatkan dana desa untuk membangun BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) yang fokus pada program produksi pasca panen. Program ini sebenarnya dapat mengurangi permasalahan pelik di daerah pedesaan khususnya yang berkaitan dengan bidang ekonomi.
Sebelum merencanakan pembuatan BUMDes pasca panen, pemerintah desa harus menganalisis hasil bumi yang menjadi unggulan di daerahnya. Setelah menetapkan hasil bumi yang akan dimaksimalkan, selanjutnya rencana pendirian BUMDes ini harus mendapat restu dari rapat desa dengan anggota pengelola BUMDes ini harus bersifat profesional bukan kerabat atau sanak family dari pemerintah desa.
Adanya BUMDes pasca panen ini membuat para petani akan sedikit terbebas dari jerat pemborong atau tengkulak yang membeli dengan harga kurang layak. Hal ini disebabkan petani memiliki opsi untuk menjual hasil panennya ke BUMDes pasca panen. Dan BUMDes pasca panen harus membeli hasil panen petani dengan harga terbaik bagi kedua belah pihak (petani dan BUMDes).
Selanjutnya BUMDes ini akan menyerap tenaga kerja di desa karena setalah BUMDes membeli hasil panen dari petani kemudian terjadi proses produksi ata memberikan nilai tambah pada hasil panen petani. Dalam proses ini diperlukan tenaga kerja yang tidak sedikit baik dari segi produksi maupun pemasaran. Hal ini dapat mengurangi penganguran di wilayah pedesaan serta meredam arus urbanisasi.
Kenapa penulis mengatakan kebutuhan tenaga kerja yang tidak sedikit pada BUMDes pasca panen? Hal ini dikarenakan dalam BUMDes pasca panen ini bukan hanya menjadikan hasil panen petani menjadi satu produk tapi menjadikan hasil panen petani memiliki berbagai varian produk. Misalnya hasil pertanian unggulan dari desa adalah singkong kemudian singkong ini diolah menjadi berbagai varian produk mulai dari tepung mocaf, brownies tape, pudding singkong, kripik singkong pedas berlevel dsb.
Memang dalam proses pendirian BUMDes Pasca Panen ini memerlukan biaya yang tidak sedikit dan hasilnya mungkin tidak bisa langsung dirasakan seperti pembangunan infrastruktur pada umumnya tapi hal ini merupakan program jangka panjang yang memiliki efek domino bagi perekonomian desa.