Sabtu, April 20, 2024

Demi Tuhan, Saya Pemuda

Hari Sumpah Pemuda baru saja berlalu, di setiap pojok podium tampak terdengar bergaung teriakan penuh kepalsuan. Mengajak wajah-wajah polos kembali mengikuti muslihat sang pragmatis palsu.

Inilah bangsa yang sejak dalam rahim sering mendidik dengan kepalsuan-kepalsuan kaum elitnya hingga lahir ke dunia, menjadi kanak-kanak dalam buaian mainan-mainan palsu, tumbuh menjadi remaja akhirnya mengalami cinta-cintaan palsu dan merangkai barisan-barisan puisi palsu, hingga beranjak menjadi pemuda-pemuda karbitan hasil produk palsu.

Pemuda dalam genggaman waktu semakin menghilang dari gejolak semangat idealismenya. Berganti wajah menjadi sang korban provokator dan korban nasi bungkus yang akhirnya menjadi pagar bahu dan betis dalam beberapa momentum besar dalam tatanan kebangsaan.

Akhir-akhir ini, Tuhan dan perintahNya kembali dicomot sebagai objek pemecah belah demi kepentingan mencari siapa yang benar dan yang salah. Kenapa tidak? Hari ini Indonesia tengah berada diambang situasi yang sungguh sangat dilema.

Pertarungan kubu-kubu kecil yang mengakui Muhammad sebagai Rasul utusan Tuhannya tengah berseteru, lantaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid dibakar oleh oknum-oknum yang mengaku merasa tidak sepakat terhadap gerakan yang mengancam ideologi bangsa dan kebhinekaan ini.

Dalam beberapa hari terakhir pasca kejadian ini dapat kita jumpai diskusi-diskusi di ruang akademik dan kemasyarakatan, tidak sedikit yang mengecam tindakan yang tidak terpuji yang telah dilakukan oleh oknum tadi. Merekalah barisan pembela kalimat “Tauhid” katanya.

Disamping itu,  tidak pula sedikit masyarakat yang mencaci ormas yang dianggap mengancam eksistensi ideologi bangsa yang plural ini, yang sudah berani mengibarkan benderanya di bumi pertiwi. Sementara itu, upaya penyelesaiannya pun kini semakin kehilangan arah dan cara.

Masing-masing kubu yang mengaku bertuhankan Allas SWT dan Mengakui Muhammad SAW sebagai rasulnya, malah berselisih dan berpecah belah. Sengketa kekhilafan oknum semakin meluas, hingga tanpa disadari mereka telah berani menginjak-injak kitabnya dalam keadaan sadar dan terselimuti oleh ego primordialnya.

Lantas, apa yang bisa diharapkan jika fanatisme agama menjadi momok bagi kerukunan penganut dalam satu agama itu sendiri. Perseteruan harus diselesaikan dengan bijak. Pemuda harus kembali memposisikan dirinya sebagai penengah bukan sebagai pelaku.

Dengan semangat Sumpah Pemuda, mari bersama kita ikat kembali jalinan ukhuwah kita yang kian renggang. Kita pupuk kembali tenggang rasa kita. Kita lawan berbagai macam paham yang coba memecah belahkan negeri kita.

Indonesia adalah warisan dari pendahulu, penerus yang baik mestilah selalu menjaga kemurnian amanah mereka. Berlandaskan Bhineka Tunggal Ika, kita bawa nama besar bangsa kita hingga tiba ke puncak yang agung. Anda pemuda, mereka pemuda dan demi Tuhan saya juga pemuda. Salam perdamaian.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.