Yesus menyembuhkan Bartimeus yang buta, memberi makan lima ribu orang, mengajar dalam Sinangoge, memberitakan Injil kepada banyak orang, orang banyak mengejar, mencegat dan seringkali mengerubuti Yesus dan meminta-Nya mendoakan mereka dan yang lebih ekstrim meminta-Nya memimpin revolusi menggulingkan Kekaisaran Roma yang telah menjajah Israel selama bertahun-tahun.
Pertanyaannya dari manakah energi Yesus itu berasal? Apa rahasia-Nya mampu membagi waktu, tenaga dan pikirannya sehingga mampu menyelesaikan semuanya dengan baik?
Ia pernah berkata kalau misinya datang ke dalam dunia untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa. Yesus adalah manusia dengan sebuah misi yang jelas. Menghadirkan Kerajaan Allah di muka bumi. Ia melakukannya dengan memproklamasikan Injil kepada manusia yang Ia temui.
Dalam posisi Yesus yang berinkarnasi mengambil rupa seorang manusia tentu Ia mengalami tantangan dan kesulitan sama seperti yang manusia lain hadapi. Terkurung dalam waktu yang amat terbatas, kelelahan, haus dan lapar, berbagai perasaan manusiawi mungkin juga bosan bahkan depresi bisa saja menyerang pikiran Yesus.
Dalam meyelesaikan karyanya di dunia Yesus sadar Ia membutuhkan orang-orang lain karena scope pekerjaannya sangat besar. Oleh karena itu sebelum ia memulai pekerjaan pelayanannya memberitakan Injil, Ia terlebih dahulu merekrut orang-orang yang Ia sebut dengan murid-muridnya.
Yesus memulai misinya dengan sederhana. Ia memiliki visi yang sejak awal ia sampaikan kepada orang-orang rekrutannya “ikutlah aku dan kamu akan kujadikan penjala manusia”. Yesus meminta murid-muridnya mengikut dirinya secara menyeluruh. Para murid pada akhirnya sungguh-sungguh hidup dan mengikuti jejak sang guru. Mereka tinggal di mana Yesus tinggal, makan bersama, berjalan bersama dan hidup dalam komunitas yang erat.
Hal yang umum bagi para murid untuk tinggal dan mengikuti sang guru, seprti kesaksian Steven Isaacs dalam bukunya Hasidim of Brooklyn, ia menulis,
Bagi anak remaja, Taurat segalanya. Enam hari seminggu, mereka bangun jam 3 atau 3:30 untuk melakukan mikveh (ritial mandi), bersekolah dari jam 5:30 atau jam 6:00 sampai matahari hampir tenggelam, dan balik lagi ke Sinagoge. Setelah makan malam, mereka Kembali ke Sinagoge untuk sesi pelajaran malam. Pada hari Sabtu, hari Sabat, mereka ada di Sinagoge seharian penuh. (Steven, Isaacs, “Hasidim of Brooklyn,” The Washington Post 17 Februari 1974)
Setelah berjalan dalam kurun waktu tertentu (kurang dari 3 tahun) Yesus berkata bahwa Ia telah memberikan mereka kuasa untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk menyembuhkan orang-orang dari segala penyakit dan kelemahan.
Yesus sejak awal menginginkan adanya delegasi atau empowerment. Steven R Covey dalam artikelnya berjudul ‘Making Time for Gorrilas” mengatakan bahwa empowering adalah suatu tugas yang sulit dan menyita waktu. Karena empowering tidak sekedar mengalihkan pekerjaan namun memastikan pekerjaan yang nantinya dikelola oleh bawahan atau staff atau bahkan murid-murid dapat berjalan baik dan bawahan kita semakin berkembang dalam segala hal.
Pada satu kesempatan Yesus mengajak tiga orang muridnya naik ke atas gunung Tabor (575 mdpl). Yesus menunjukan kemuliaannya kepada Petrus, Yohanes dan Yakobus. Ia berubah rupa dan memancarkan cahaya putih yang berkliauan. Yesus hendak mengajar ketiga muridnya bahwa Ia adalah Anak Allah yang hidup dan berkuasa. Ia hadir dalam sebuah misi penebusan dosa manusia.
Ketika Yesus dan ketiga muridnya turun gunung Tabor tersebut. Mereka mendapati para murid yang lain sedang dikelilingi oleh banyak. Ketika mereka melihat Yesus, datanglah seorang menyembahnya dan memohon untuk menyembuhkan anaknya. Anak itu sudah di bawa kepada para murid tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya.
Yesus kemudian berpaling kepada murid-muridnya Maka kata Yesus: “Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!” Dengan keras Yesus menegor dia, lalu keluarlah setan itu dari padanya dan anak itupun sembuh seketika itu juga.
Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: “Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?” Ia berkata kepada mereka: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, –maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.
Yesus menyadari ia telah memberikan kepada mereka “kuasa” dan meminta mereka melakukan apa yang telah ia lakukan dan sebagai pemimpin ia tahu bahwa “kuasa” yang para murid miliki adalah sama dengan yang Yesus miliki.
Mengapa Yesus marah terhadap para murid? Jawaban yang paling masuk akal adalah karena Ia telah mendelegasikan (empowering) apa yang Ia sendiri miliki kepada para murid.
Dalam sebuah artikelnya di Harvard Business Review tahun 1974 William Oncken, Jr dan Donald L Wass menuliskan bahwa para manager seringkali menjadi orang yang “burnout” karena harus menyelesaikan tugas dan tanggung jawab staffnya yang Oncken sebut sebagai “Monkey”. “Monkey” itu adalah semua pekerjaan dan tanggung jawab yang seharusnya diselesailan oleh staff namun karena mereka tidak mampu menyelesaikan dengan cepat berpindah dari Pundak staff kepada pundak atasan mereka. Ini adalah hal yang lumrah terjadi dalam sebuah perusahaan.
Dalam tiga setengah tahun pelayanannya Yesus selalu mengembalikan “monkey” pada pemiliknya yaitu para murid atau orang lain yang ia temui. Yesus tidak pernah takut akan kehilangan pengaruh atau otoritasnya ketika melihat para murid berkembang pesat.
Bahkan ia mengharapkan para murid untuk melakukan hal-hal yang lebih besar daripada dirinya. Ia berkata “Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu.”
Setelah mereka mengikutinya, mereka menirunya lalu para muridmelakukan pekerjaan yang sama seperti yang Yesus lakukan.
Dalam perpisahan terakhirnya dengan para murid sebelum terangkat ke Sorga. Yesus Kembali mengingatkan mereka akan delegasi tugas besar yang Ia terima dan sekarang hendak Ia berikan kepada para murid. Yesus mendekati mereka dan berkata: ”Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku.”
Dua ribu tahun berlalu sejak peristiwa tersebut. Roma terguling. Para murid berhasil membawa Injil sampai ke Afrika dan Eropa. Mereka berhasil melakukan delegasi yang sama sampai kepada murid-murid modern yang membawa kabar baik sampai ke ujung bumi.