Minggu, Oktober 6, 2024

Darurat Ekologi dan Kesalehan Sosial

Mimpi Ujian

Adis Setiawan
Adis Setiawan
Mahasiswa S2 Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam An Nur Lampung. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Bekasi Raya | Belajar Menulis

Satu tahun yang lalu, pada saat pergantian tahun terjadi bencana banjir di daerah Jabodetabek.  Kita kembali berduka bulan Januari 2021 juga terjadi banjir dan gempa di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat.

Di lanjut awal bulan Februari tahun ini terjadi bencana banjir di beberapa tempat di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mungkin sekarang bukan tahun politik jadi tidak menyalahkan pemerintah setempat. Akan tetapi masih ada yang mengemasnya untuk event politik juga.

Tipe manusia itu macam-macam, ada yang pemecah masalah, ada yang menambahi masalah, dan ada juga pembuat masalah. Dengan adanya bencana harusnya kita mencari solusi bersama, bukan justru menambah masalah atau manjadi pembuat masalah baru.

Beberapa lembaga relawan juga sudah terjun, sekarang giliran kita bagaimana melihat saudara-saudara sebangsa terkena bencana. Jangan-jangan ini ujian buat kita, bukan buat saudara kita yang terkena bencana, sudah melakukan apa kita untuk mereka dengan level kita masing-masing.

Darurat Ekologi atau Bencana Alam

Misalnya bencana di Kalimantan Selatan, Banjir dipicu oleh curah hujan tinggi yang terutama terjadi pada sekitar Januari 2021 di wilayah Kalimantan. Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika – BMKG, Dwikorita Karnawati dalam pernyataanya tanggal 15 Januari, memang memperkirakan curah hujan ekstrem  mencapai puncaknya di bulan Januari hingga Februari 2021. (Kompas.com, 2021)

Bencana terjadi bukan hanya karena alam saja, bisa jadi karena ulah manusia, menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia Kalimantan Selatan Kiswoto Dwi Cahyono Kisworo mengatakan Walhi sudah mengingatkan bahwa Kalimantan Selatan dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis. (Tempo.co, 2021)

Kurang tepatnya tata kelola lingkungan dan sumber daya alam, rusaknya daya tampung dan daya dukung lingkungan, termasuk tutupan lahan dan daerah aliran sungai ini termasuk salah satu kategori darurat ekologis.

Menurut Kiswoto Dwi Cahyono Kisworo (Direktur Wahli Kalimantan Selatan). “Kalimantan Selatan dengan luas 3,7 juta hektare, ada 13 kabupaten kota, 50 persen Kalsel sudah dibebani izin tambang 33 persen dan perkebunan kelapa sawit 17 persen belum HTI dan HPH”. (Tempo.co, 2021)

Pemerintah disini perlu mengatur ulang soal perizinan tambang, pembukaan hutan untuk lahan perusahaan. Sementara ketika terjadi bencana akibat ekologi yang dirugikam adalah para petani dan warga sekitar.

Jangan Sibuk Menafsirkan Bencana

Karena level kita sebagai manusia itu sama, kita jangan saling menyalahkan. Apalagi menuduh dosa-dosa para korban dalam hal pemilihan pemimpin yang dikaitkan dengan bencana. Apalagi menuduh gara-gara  pemimpinya yang dzalim misalnya, iya itu bisa jadi tetapi lebih baik kita tidak usah sibuk menafsirkan bencana.

Bisa jadi  buat ujian kita bersama, sudah berbuat apa dengan level kita masing-masing untuk saudara kita yang terkena bencana.

Dengan makna yang demikian, maka diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada umat memandang dan menyikapi bencana dari aspek keagamaan.

Dalam Buku Fikih Kebencanaan PP Muhammadiyah, 2018. Berisi konsep pemikiran mengenai bencana yang meliputi konsepsi yang benar dalam memandang dan menyikapi bencana sampai kepada tindakan-tindakan yang semestinya dilakukan terkait dengan terjadinya bencana.

PP Muhammadiyah membuat rumusan Fiqih Bencana yang  sangat pas, bagaimana kita sebagai umat Islam melihat bencana. Sehingga kita tidak terjebak dalam narasi: menghukumi korban, di anggap berdosa tidak melihat kita sendiri berdosa apa tidak, dan menghubungkan dengan event suatu politik.

Memandang Bencana

Bencana, apapun bentuknya, sesungguhnya merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada manusia. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia pada hakikatnya merupakan ujian dan cobaan atas keimanan dan perilaku yang telah dilakukan oleh manusia.

Sistem keimanan yang diajarkan dalam Islam bertumpu pada keyakinan bahwa Allah merupakan Zat Yang Maha Raḥmah(kasih dan sayang). Allah sendiri menetapkan bagi diri-Nya sifat raḥmah. (Fikih Kebencanaan PP Muhammadiyah, 2018. hlm. 43 ). Allah berfirman:

“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: “Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Q.S. al-An’ām (6): 54].

Bencana berfungsi sebagai media untuk introspeksi seluruh perbuatan manusia yang mendatangkan peristiwa yang merugikan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, bencana yang telah terjadi merupakan media untuk instrospeksi atas seluruh perbuatan yang telah dilakukan.

Introspeksi di sini merupakan kegiatan aktif dengan memperhitungkan segala sesuatu sebelum melakukan perbuatan. Dalam konteks ini, bencana apapun yang terjadi bukan serta merta merupakan ‘azab, tetapi harus dilihat konteksnya yang lebih luas.

Jika mengacu pada pengertian di atas bencana lebih merupakan media untuk berbenah, dan ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada manusia yang berupa ujian dan cobaan supaya di waktu yang akan datang manusia lebih banyak perhitungan dalam berbuat sehingga terhindar atau meminimalisir bencana. (Fikih Kebencanaan PP Muhammadiyah, 2018. hlm. 49)

Krisis Kesalehan Sosial

Atas dasar ingin melangsungkan kehidupan, manusia justru merusak fitrahnya sendiri sebagai “khalifah” yang seharusnya bertugas merawat dan memelihara alam kehidupan di muka bumi.

Manusia sebagai makhluk yang mendominasi bumi justru tidak bersahabat dengan alam demi kelangsungan hidup apapun di lakukan seperti eksploitasi alam. Disini pemerintah perlu menegakkan regulasi untuk mengawasi alam, tetapi perlu kerja sama kesadaran manusia. Ikhtiar menjaga kelestarian ekologi itu termasuk kategori “Jihad Hifdzul Bi’ah” (jihad menjaga lingkungan).

Adis Setiawan
Adis Setiawan
Mahasiswa S2 Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam An Nur Lampung. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Bekasi Raya | Belajar Menulis
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.