Sabtu, Mei 31, 2025

Crypto vs Negara: Siapa Penguasa Uang di Era Digital?

muhammad luthfy ramadhan bialantoro
muhammad luthfy ramadhan bialantoro
Mahasiswa prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisement -

Di tengah gelombang digitalisasi global, cryptocurrency hadir bukan sekadar inovasi teknologi, melainkan manifestasi dari keresahan terhadap sistem keuangan konvensional. Bitcoin, Ethereum, dan ribuan mata uang digital lainnya tidak hanya mengusung desentralisasi, tetapi juga memantik diskursus baru tentang makna kedaulatan finansial di era digital. Pertanyaannya: apakah Indonesia siap menyambutnya sebagai peluang, atau hanya menjadi pasar?

Narasi Global dan Posisi Indonesia

Fenomena cryptocurrency sejatinya berakar pada ketidakpercayaan terhadap institusi keuangan pasca krisis 2008. Teknologi blockchain yang menopang mata uang digital menjanjikan transparansi, efisiensi, dan otonomi — sesuatu yang sulit dijumpai dalam sistem perbankan tradisional. Negara-negara seperti El Salvador bahkan telah mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran sah, memicu diskusi hangat mengenai masa depan mata uang nasional.

Indonesia sendiri, lewat Bank Indonesia dan Bappebti, masih bersikap konservatif. Cryptocurrency diakui sebagai aset digital, bukan alat pembayaran. Di satu sisi, pendekatan ini melindungi stabilitas sistem moneter. Namun di sisi lain, terlalu lamban dalam merespons inovasi bisa membuat kita tertinggal dalam kompetisi ekonomi digital global.

Momentum Regulasi Progresif

Ironisnya, di tengah kehati-hatian pemerintah, adopsi kripto di kalangan masyarakat meningkat. Laporan dari Bappebti menunjukkan bahwa jumlah investor aset kripto melebihi investor saham di Indonesia. Fakta ini menunjukkan adanya kebutuhan akan regulasi yang lebih progresif, bukan represif.

Alih-alih menutup ruang inovasi, negara semestinya merancang kerangka hukum yang adaptif, melibatkan pelaku industri, akademisi, dan otoritas keuangan. Keberadaan Bursa Kripto Indonesia yang mulai terbentuk bisa menjadi langkah awal menuju sistem yang lebih akuntabel dan inklusif.

Kedaulatan Finansial dan Disrupsi Ekonomi

Di balik euforia digital, ada pertanyaan mendasar: bagaimana cryptocurrency memengaruhi kedaulatan ekonomi nasional? Di satu sisi, mata uang digital berpotensi mendisrupsi kontrol bank sentral atas suplai uang dan kebijakan moneter. Namun, di sisi lain, teknologi blockchain juga bisa dimanfaatkan untuk memperkuat sistem keuangan publik — dari transparansi anggaran hingga efisiensi penyaluran bantuan sosial.

Di sinilah peran negara diuji: apakah akan memusuhi teknologi baru, atau justru menguasainya demi kemaslahatan rakyat?

Menuju Ekosistem Digital yang Berdaulat

Jika Indonesia ingin menjadi pemain utama dalam ekonomi digital, maka pendekatan terhadap cryptocurrency harus berubah dari sekadar pengawasan menjadi fasilitasi. Dibutuhkan kebijakan yang visioner, bukan reaktif. Literasi digital perlu ditingkatkan, riset teknologi diperkuat, dan kolaborasi publik-swasta diperluas.

Kedaulatan finansial di era digital bukan sekadar tentang siapa yang mencetak uang, tetapi tentang siapa yang menguasai arsitektur data, teknologi, dan kepercayaan publik. Dan dalam konteks itu, Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton.

muhammad luthfy ramadhan bialantoro
muhammad luthfy ramadhan bialantoro
Mahasiswa prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.