Jumat, April 19, 2024

Covid-19, Masih Tentang Teori Yuval

Masyudi
Masyudi
Redaktur Media Online Tekape.co | Mantan Ketua PMII Unanda Palopo | Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andi Djemma Palopo

Apapun penerapan aturan dalam melawan pandemik, semua bergantung pada sistem pengendalian dan pencegahan penyebaran virus, serta keterbukaan informasi dan pengetahuan dasar kesehatan pada masyarakat perlu di masifkan lagi.

Pandemik bukan satu-satunya musuh manusia, namun pandemik telah banyak mencuri perhatian warga dunia.

Sejarah manusia adalah sejarah untuk tetap bertahan hidup. Bertahan dari kelaparan, peperangan hingga bertahan dalam penyebaran Pandemi yang skala nya 10 tahun sekali. Sepanjang sejarah manusia, manusia tak pernah lekang untuk dapat bertahan dan melawan serangan wabah penyakit maupun pandemik.

Berdasarkan dari laman covid19.go.id, pertanggal 12 April 2020, tercatat kasus pasien positif yang terkonfirmasi di dunia sudah sebanyak 1.654.247 orang, dengan angka kematian 102.659 orang, hanya 376.106 yang dinyatakan sembuh.

Di Indonesia sendiri, dari laman itu pula tercatat 4.241 orang telah terkonfirmasi positif corona, 359 telah sembuh, dan yang telah meninggal dunia 373 orang. Penyebarannya pun telah mencapai 34 provinsi di Indonesia, sehingga semua daerah telah melakukan segala upaya untuk menekan laju penyebaran covid-19.

Tercatat, sejak presiden Jokowi mengumumkan adanya pasien terkonfirmasi positif corona tanggal 2 Maret 2020, sontak membuat kepanikan dimana-mana.

Langkah demi langkah langsung dilakukan pemerintah dalam upaya pencegahan covid-19 tersebar di pelosok negeri, mulai dari membuat imbauan jaga jarak, sosial distancing, mengendalikan kerumunan dengan tagline dirumah aja, menjaga perbatasan wilayah, serta physical distancing, penyemprotan desinfektan, rapid tes massal hingga terakhir mewajibkan seluruh warga negara memakai masker.

Saat ini pemerintah terus mengimbau agar masyarakat tidak terlalu panik, namun tetap waspada. Namun, pemerintah mungkin lupa, bahwa angka yang terus meningkat tiap hari juga menandakan bahwa pemerintah terlihat santai dalam mencegah penyebaran corona.

Belum lagi aturan demi aturan yang dikeluarkan, betul itu adalah salah satu upaya preventif pemerintah untuk mencegah penyebaran covid-19, namun terdapat beberapa kekeliruan dalam aturan tersebut.

Seperti surat edaran penutupan semua warkop, grosir dan toko-toko jualan lainnya, semua saling tumpang tindih, dan tidak adanya kepastian didalamnya.

Surat edaran seperti pembatasan waktu warung kopi misalnya, yang hanya boleh beraktifitas dari pukul 08.00 hingga petang sore 17.00, yang saling tumpang tindih dengan aturan dilarang nongki, atau berkumpul melebihi kapasitas 10 orang.

Penutupan semua pasar, yang hanya memperbolehkan pedagang sembako saja, selain dari itu harus tutup, juga menjadi aturan yang gamang, sebab hal itu tidak menjamin tidak akan terjadinya perkumpulan, dan tentu lagi-lagi legalitas aturan dilarang berkumpul jadi ambyar.

Belum lagi alat-alat kesehatan untuk mendeteksi corona belum terbagi rata pada seluruh daerah, sehingga orang yang tidak terdata positif corona kemungkinan banyak.

Sedangkan pemerintah dalam konfrensi pers-nya, mengungkapkan bahwa peningkatan angka pasien yang terkonfirmasi, kebanyakan dari Orang Tanpa Gejala (OTG).

Informasi tentang status OTG pun juga masih terdapat perbedaan, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto, jelas mengatakan mereka adalah orang-orang tanpa gejala, yaitu orang-orang yang dalam tubuhnya telah terdapat virus dan berkembang biak, kemudian menyebar ke sekitarnya melalui percikan ludah, droplet, pada saat dia berbicara, bersin atau batuk.

Dari pernyataan itu dapat dipastikan bahwa OTG (Orang Tanpa Gejala) merupakan pasien yang juga positif terjangkit virus corona yang dapat menyebarkan virus pada sekitarnya.

Hal ini malah berbeda yang terjadi dibeberapa daerah, yang dimana OTG (Orang Tanpa Gejala) disamakan statusnya dengan Orang Dalam Pemantauan (ODP), sehingga hanya dianjurkan untuk karantina mandiri, tanpa pemeriksaan apapun. Koordinasi dan komunikasi dari pemerintah pusat hingga daerah yang tidak satu titik ini, juga membuat kita pesimis.

Melihat Keberhasilan Korea Selatan

Dari kebanyakan negara yang telah sukses menekan laju penyebaran covid-19, Korea Selatan yang paling menonjol keberhasilannya.Korsel, meski tanpa menerapkan lockdown, hanya sosial distancing, aksi preventif yang dilakukan pemerintah terbukti ampuh dalam menekan laju penyebaran Covid-19, dan mampu melewati masa kritis.

Sejak kasus pertama diumumkan pada 20 Januari silam, pemerintah Korea Selatan kerap mengumumkan angka kesembuhan lebih sering dibandingkan angka kasus infeksi baru.Korea Selatan menerapkan sistem drive-thru-clinics, walau masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa, tenaga medis siap melaksanakan tes massal hingga belasan ribu dalam sehari.

Dalam satu hari, sekitar 15 ribu warganya dites, sehingga meminimalisir penularan baik masih berupa gejala ringan apalagi gejala berat. Layanan drive-thru-clinics ini juga dapat mengurangi beban rumah sakit dan mengurangi risiko kesehatan petugas medis.

Korsel juga melakukan penulusuran pasien yang terjangkit dengan mengakses data individu, termasuk data CCTV, GPS tracking dari gawai dan mobil, rekaman kartu kredit, hingga informasi dari imigrasi.Terdapat pula kamera pengecek suhu di tiap pintu masuk gedung dan petugas berpakaian pelindung di tempat umum untuk mengingatkan warga agar mencuci tangan mereka.

Walau mendapat tentangan karena bersifat privasi, tingginya kepercayaan publik pada pemerintah Korsel merupakan dukungan pada pemerintah dalam melakukan pencegahan.

Meningkatnya kepercayaan publik pada pemerintah Korsel, disebabkan gencarnya komunikasi dan keterbukaan informasi yang didalamnya terdapat riwayat perjalanan pasien, update cara penanganan, serta pengadaan fasilitas kesehatan yang cepat, yang dilakukan pemerintah.

Melihat keberhasilan Korea Selatan dalam menekan laju penyebaran pandemik tersebut, ilmu pengetahuan dan keterbukaan informasi menjadi kuncinya, hal ini juga dapat kita lakukan dengan adanya kedisiplinan masyarakat mengikuti aturan.

Yuval Noah Harari juga menekankan ilmu pengetahuan dan keterbukaan informasi dalam melawan pandemik. Penulis buku Sapiens: A Brief History of Humankind (2014) dan Homo Deus: A Brief History of Tomorrow (2015) ini mencatat keberhasilan manusia dalam melawan pandemik yang sejalan dengan tingginya pengetahuan dan keterbukaan informasi dilakukan manusia.

Yuval Noah Harari berpendapat bahwa dalam perang melawan virus, manusia hanya perlu menjaga jarak dengan cermat, perbatasan antar negara atau isolasi bukan pula hal cermat.

Sebab, di masa lalu pun, ketika manusia begitu berjarak dari satu daerah ke daerah lain akibat ketiadaan akses, teknologi, dan transportasi, pandemik justru membunuh lebih cepat.

Terlebih, bumi tak hanya menjadi tempat tinggal manusia, tapi juga parasit semacam virus yang tak terhitung jumlahnya. Virus tersebut terus berkembang dan mengalami mutasi genetik.

Sesungguhnya ilmu pengetahuan tentang kesehatan akan menjadi penawar, dan segala bentuk informasi tersebar secara merata.

Jika akses informasi saja susah kita dapati, kita akan kesusahan akan memahami musuh yang sedang kita hadapi, sehingga membahayakan kita.

Masyudi
Masyudi
Redaktur Media Online Tekape.co | Mantan Ketua PMII Unanda Palopo | Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andi Djemma Palopo
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.