Sabtu, April 20, 2024

Berguru Pada M. Quraish Shihab

Darul Maarif Asry
Darul Maarif Asry
Alumnus Tafsir Hadis Khusus UIN Alauddin Makassar dan Pondok Pesantren Al-Ikhlas Ujung-Bone.

Rabu, tanggal 16 Februari 1944, bertepatan dengan 22 Safar 1363 H. Seorang bayi mungil lahir diiringi tangisan yang keras, terdengar menyusup celah-celah daun jendela dari sebuah kamar yang sejuk, yang terletak di Lotassalo, Rappang, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Bayi kecil itu kemudian diberi nama Muhammad Qurasih Shihab.
“Apalah arti sebuah nama. Andai kau berikan nama lain untuk bunga mawar, ia akan tetap berbau wangi”. Tidak sepakat dengan perkataan yang dilontarkan oleh seorang sastrawan Inggris, William Shakespear itu, guru kita, M. Quraish Shihab mengajarkan kepada para orang tua betapa pentingnya arti sebuah nama.

Beliau sebagai orang tua memberikan nama-nama yang luar biasa kepada anak-anak beliau. Keempat putri beliau diberi nama dengan awalan huruf “N”. Mulai dari Najeela (terbuka, agar menjadi sosok yang terbuka pada kebaikan dan kebenaran, terbuka pada ilmu pengetahuan, lapang dada, dan memiliki wawasan yang jauh ke depan), Najwa (Percakapan atau bisikan, agar pandai bercakap, mudah dimengerti, dan cerdas dalam berbincang dengan siapa saja), Nasywa (Puncak kegembiraan, ia lahir ketika Prof. Quraish meraih puncak gelar akademik, yaitu doktor bidang ilmu tafsir menjawab permintaan ayah beliau), dan yang bungsu, Nahla (Sumber kebajikan, dan kemanfaatan, dengan harapan semoga anaknya yang satu ini menjadi sosok yang menebar kebajikan dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan orang banyak).

Adapun mengapa semua diawali dengan huruf “N”, Beliau menjawab, karena nun adalah huruf yang istimewa. Huruf nun yang mengawali firman Allah swt. di surah al-Qalam itu sebagai sumpah, bahwa Nabi Muhammad berakhlak mulia, untuk menepis tuduhan-tuduhan palsu para penentangnya. “Nun” juga mengandung makna yang positif, seperti najah (sukses), nur (cahaya) atau nashr (pertolongan). Adapun anak keempat beliau yang diberi nama Ahmad (yang amat terpuji, sesuai dengan nama dan sifat Rasulullah saw.).

Nah, betapa banyak orang tua masa kini yang asal-asalan memberi nama anaknya, ikut-ikut nama artis-lah, nama barat-lah, atau memberi nama anaknya dengan bahasa arab –dikiranya kalau sudah bahasa arab sudah Islami- tanpa tau artinya. Sehingga, tidak mengherankan jika muncul sebuah cerita bahwa pernah seorang ibu mengaku-ngaku bahwa nama anaknya berasal dari Al-Qur’an. Katanya, nama anaknya Toni, setelah ditelusuri ternyata yang ada dalam Al-Qur’an adalah kata “Syaithon”. Yang diambil cuman setengah, sehingga jadilah “Toni”. Ini tentu saja perlu diperhatikan. Guru kita ini telah memberikan kita contoh betapa penting memerhatikan nama-nama untuk anak. “Nama adalah doa, ekspresi harapan orang tua kepada generasi pelanjutnya” (MQS). Selain itu, nama juga sangat berpengaruh bagi kepercayaan diri mereka.

Berbicara mengenai kepercayaan diri anak, M. Qurasih Shihab juga memberikan contoh kepada para orang tua. Ketika anak beliau yang kedua, Najwa, memiliki masalah dengan matanya, guru kita ini menemani anaknya dan langsung berkata kepada penjaga toko, “Beri anakku kacamata yang paling mahal”. Penjaga menunjuk merk Rodenstock, harganya sejuta rupiah (harga yang cukup mahal untuk dosen saat itu, maupun bagi siswi kelas IV SD yang akan memakainya itu). Kata beliau, “Tak apa, anakku yang cantik, pantas memakai kacamata mahal”.

Bagi Prof. Quraish, kepercayaan diri sangat penting, agar anak-anak mampu merespons persoalan dan tantangan hidup. Mereka juga harus dikondisikan untuk nyaman dengan dirinya. Itu syarat penting tumbuhnya kepercayaan diri. Dalam kasus ini, beliau ingin mengatasi rasa malu anaknya yang harus memakai kacamata semuda itu.

Ada juga nasehat dari ibunda beliau, Asma Abdurrahman Shihab, yang patut menjadi renungan bagi para orangtua –khususnya yang suka marah-marah-, beliau berujar “Jika saya marah kepada anak, saya tidak mengutuknya, saya hanya berucap semoga Allah memberinya petunjuk”. Marah-marahnya pun tidak pernah sampai pada kekerasan fisik.

Ayah Prof. Quraish sangat tidak setuju dengan pengajaran dengan cara memukul.
Adapun untuk para anak, sebuah nasehat mulia diutarakan oleh istri guru kita, Ibu Fatmawaty, beliau berpesan khusus kepada anak-anaknya, “Kamu harus hormat sama mertua, sayang sama adik-adik iparmu, tapi kamu bisa memberikan pendapat. Mertua kamu bukan Tuhan, dan kalau ada hal-hal yang kamu tidak sependapat, kamu bisa nyatakan pendapat. Jangan sampai dipendam di dalam hati atau tertahan di mulut, sehingga yang keluar tidak sesuai dengan hatimu. Bicara, komunikasi dengan cara yang baik, dengan cara yang sopan”.

Buat para pemuda/pemudi yang sedang mencari jodoh, beliau juga memberi nasehat sebagaimana yang beliau terima dari mantan Rektor IKIP Ujung Pandang, Bapak Eddy Agussalim Mokodompit, ketika beliau sedang mencari pasangan hidup, “Kalau cari jodoh, jangan tanya akal, tapi tanya hati. Kalau tanya akal pasti ada saja kekurangan, tapi kalau hati sudah mantap, perintahkan akal untuk mencarikan pembenarannya”. Nasehat ini sejalan dengan sabda Nabi saw. “Al-Arwah junud mujannadah” hati itu bagaikan serdadu yang sudah mengetahui sendiri kelompoknya, yang hatinya berkenalan maka langsung klop. Yang tidak, akan berjauhan.

Sedangkan buat para penuntut ilmu, dua pesan beliau yang ingin penulis utarakan dalam tulisan sederhana ini. Yang pertama, sebuah syair dari Al-Mutanabby yang juga merupakan nasehat dari Ayah beliau kepada Prof. Quraish sendiri, “Aku tidak pernah melihat pada aneka aib manusia, melebihi kurangnya usaha dari yang mampu meraih kesempurnaan”. Satu hal yang sangat buruk, jika seseorang berhenti, di tempat dimana ia masih bisa lanjut. Yang kedua “ Setiap prestasi dan pencapaian tidak lepas dari pertolongan Allah, orang sombong yang mengaku beriman sesungguhnya belum mengenal-Nya” .

Demikian lebih kurang nasehat-nasehat yang dapat penulis utarakan dalam tulisan sederhana ini, yang merupakan hasil bacaan penulis terhadap biografi Sang Maha Guru tercinta, Cahaya, Cinta dan Canda M. Quraish Shihab. Pada akhirnya, penulis ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada guru kita, sosok cerminan dari “Ulul Albab Indonesia” sejati –mengutip istilah Eyang Habibie-, Prof. M. Quraish Shihab, Semoga beliau senantiasa diberi kesehatan dan umur yang panjang sehingga tetap menjadi Al-Mishbah/Lentera bagi keluarga, bangsa dan Agama. Amin. Wallahu A’lam Bishshawab.

Darul Maarif Asry
Darul Maarif Asry
Alumnus Tafsir Hadis Khusus UIN Alauddin Makassar dan Pondok Pesantren Al-Ikhlas Ujung-Bone.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.