Berawal dari kawan yang bertanya tentang perbedaan desa pakraman dan desa dinas di Bali karena ia mengambil skripsi dengan lokus Bali, saya tertarik untuk mengupas lebih lengkap tetang hal tersebut. Sebab sesungguhnya awalnya saya juga bingung ketika ditanya. Padahal lahir dan besar di Bali :D
Okelah, jadi begini. Di Provinsi Bali dikenal ada dua bentuk (pemerintahan) desa yang masing-masing mempunyai fungsi, sistem atau struktur organisasi berbeda. Dua bentuk desa tersebut adalah:
1. Desa Dinas (desa dan kelurahan)
2. Desa pakraman atau desa adat
DESA DINAS / KELURAHAN
Yang dimaksudkan dengan istilah “desa dinas” adalah apa yang pada masa pemerintahan kolonial Belanda dahulu oleh Hunger disebut “Gouvernementsdesa” yang artinya desa pemerintahan.
Yang dikenal sekarang sebagai desa dinas adalah organisasi pemerintahan di desa yang menyelenggarakan fungsi administratif persoalan kedinasan (pemerintahan), seperti mengurus KTP dsb. Desa dinas dibentuk dengan jalan menggabungkan beberapa desa pakraman kecil menjadi satu, sedangkan desa pakraman yang relatif besar, langsung “dibaliknama” menjadi desa dinas.
Pengertian pemerintahan desa kemudian dirumuskan secara tegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005. Beberapa desa dinas yang berlokasi di daerah perkotaan oleh karena heterogenitas penduduknya kemudian diubah menjadi kelurahan.
Walaupun sama-sama desa dinas, kelurahan berbeda dengan desa atau keperbekelan. Salah satu perbedaannya, soal otonomi. Desa atau keperbekelan memiliki hak otonomi (hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, walaupun tidak asli, karena diberikan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang yang berlaku).
Sedangkan kelurahan tidak memiliki hak otonomi. Perangkat pimpinannya juga berbeda. Perangkat desa (kepala desa dan kepala urusan di kantor desa), bukan PNS, sedangkan perangkat kelurahan (lurah dan kepala urusan di kantor kelurahan) adalah PNS.
DESA PAKRAMAN / DESA ADAT
Berdasarkan Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, desa pakraman adalah “kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.” (pasal 1 no. urut 4)
Pemerintahan desa pakraman dilakukan oleh pengurus desa pakraman yang disebut prajuru atau hulu (paduluan). Sistem pemerintahan desa pakraman juga sangat variatif karena memiliki tata hukum sendiri yang bersendikan pada adat-istiadat (dresta) setempat. Tatanan hukum yang lazim berlaku di desa adat atau desa pakraman disebut awig-awig. Selain di tingkat desa adat atau desa pakraman, di tingkat banjar juga dikenal istilah awig-awig banjar pakraman.
Karena persyaratan dan dasar pembentukan desa dinas dan desa pakraman berbeda, maka batas-batas wilayah dan jumlah penduduk pendukung kedua desa tersebut tidak selamanya sejalan. Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan, yaitu:
1. Satu desa dinas, terdiri dari satu desa pakraman.
2. Satu desa dinas, terdiri dari beberapa desa pakraman.
3. Satu desa pakraman, terdiri dari beberapa desa dinas.
4. Salah satu banjar di Desa Pakraman A (terletak di Desa B), menjadi bagian dari Desa Pakraman C (terletak di Desa B).
5. Salah satu banjar di Desa Pakraman A (terletak di Desa B), menjadi bagian dari Desa Pakraman C (terletak di Desa D).
Gimana, sudah cukup paham bukan?
Semoga bermanfaat :D