Senin, Juni 23, 2025

Bandung Overtourism

Frans Prasetyo
Frans Prasetyo
Urbanist dan Peneliti Mandiri. Tinggal di Bandung.
- Advertisement -

Selain industri ekstraktif dan perkebunan monokultur, pariwisata merupakan mantra developmentalis mujarap dalam doktrin growth economic development untuk mengakumulasi sumberdaya spasial dan sosial melalui perekonomian domestik termasuk untuk pendapatan asli daerah-PAD. Dorongan investasi, berputarnya ekonomi rakyat, penyerapan tenaga kerja hingga bumbu kearifan lokal menjadi kampanye racikan dagang kebijakan pariwisata.

Pariwisata merangsang pertumbuhan ekonomi, mendorong pertukaran budaya, dan mendukung upaya konservasi. Namun, ketika pariwisata dikelola serampangan dan seadanya yang penting wisata terjadi, maka pertumbuhan destinasi tidak terkendali berdampak buruk pada lingkungan, masyarakat lokal, dan pengalaman kunjungan.

Sejak era kolonial, Bandung dikondisikan sebagai leisure city, kota warisan tak benda yang ter/dijaga hingga sekarang secara kultural, politis dan regulasi. Peningkatan pariwisata Bandung terutama muncul dari metropolitan Jakarta. Hal ini semakin intensif sejak diresmikannya Tol Purbaleunyi tahun 2004 dengan lansekap ikonik flyover Pasupati yang memangkas waktu tempuh 2-3 jam dari 6-7 jam. Peluncuran kereta cepat Whoosh Jakarta-Bandung ditahun 2023 yang memangkas jarak tempuh hanya 45 menit membuat mobilitas semakin masif. Belum lagi ditambah pelbagai tol dari kota-kota satelit disekitar Bandung yang disertai kemudahan mengakses kepemilikan kendaraan pribadi.

Regulasi Pariwisata Bandung Raya termaktub dalam Perda No.14/2019 dan Perwalkot No.65/2022 yang menjadi turunan dari Rencana Tata Ruang Wilayah 2022-2042 , Rencana Detail Tata Ruang 2015 – 2035 termasuk Peraturan Zonasi. Selain itu, perubahan zona wilayah pariwisata didukung oleh Perwalkot No.33/2019. Bandung mendapatkan limpahan spillover economic dan multiflier effect dari investasi infrastruktur, pembangunan kota jasa serta peningkatan PAD signifikan termasuk citra kota turis. Namun harapan aglomerasi wilayah yang terkoneksi ini ternyata tidak membawa Bandung dalam wajah growth economi tourism, tidak menjadi eksternalitas positif dalam pertumbuhan kota dan warganya.

Tol Purbaleunyi dan Kereta cepat Whoosh membuat Bandung lebih cepat mendapatkan residu pariwisata melalui kepadatan turisme yang terus naik dengan ekstenalitas negatif berupa kemacetan kota diakhir pekan dan kesemrawutan di destinasi dipelbagai sektor wisata. Bandung mengalami overtourism atau Pariwisata Berlebihan skala awal-menengah, namun belum sampai pada tahap seperti di beberapa kota turis dunia, seperti di Barcelona, Venesia, Pulau Canary, termasuk Pulau Bali.

Overturism dapat dicegah melalui kombinasi topdown – buttom up dalam perencanaan strategis dan manajemen proaktif melalui studi daya dukung dan survei warga untuk mengurai dampak pariwisata dan memahami implikasinya dalam menentukan kebijakan dan inisiatif. Bukan seporadis dan reaksioner untuk mendapatkan klaim creative, smart dan inovatif untuk indeks kebahagiaan semata, seperti yang Bandung lakukan dalam 15 tahun terakhir terutama sejak pemerintahan Ridwan Kamil hingga sekarang diera walikota M. Farhan, dimana overtourism ini semakin mengkhawatirkan.

Overtourism terjadi ketika terlalu banyak kunjungan serempak ke suatu destinasi, melampaui kemampuannya untuk mengelola secara teratur, tersutuktur dan berkelanjutan hingga menyebabkan deadlock, kepadatan, kerusakan lingkungan, ketegangan infrastruktur, kualitas hidup dan pengalaman kunjungan berkurang, hal yang menyoroti kebutuhan mendesak untuk mengelola kunjungan dan melindungi integritas destinasi sebagai wisata populer.

PAD kota dan pendapatan warga meningkat tapi tidak diimbangi oleh kecapakan upgrade infrastruktur layanan publik oleh pemkot. Bandung diserahkan pada mekanisme pasar pariwisata dengan kelonggaran birokrasi dan regulasi bahkan kerap melanggar tataruang atas nama pariwisata, sehingga begitu mudahnya bermunculannya ijin hotel, apartemen dan penginapan termasuk perumahan cluster gated community kalangan menengah-atas yang mayoritas dimiliki turis sebagai investasi sekaligus bisnis jasa sewa.Masuknya wisatawan menaikkan market tanah dan biaya hidup yang menggusur warga perlahan, sehingga sulit menemukan perumahan terjangkau karena kesenjangan upah regional. Hal ini juga merembet kepada harga kebutuhan harian termasuk makanan yang terdongkrak naik akibat inflasi kota.

Meskipun pariwisata memiliki potensi besar meningkatkan kualitas hidup lokal dan mendorong kemajuan ekonomi, tetapi pertumbuhan tidak terkendali memiliki efek sebaliknya. Meskipun pendapatan dari pariwisata cukup besar, banyak warga setempat tersisih dari ekonomi pengunjung, mengisi pekerjaan bergaji rendah sementara keuntungan utama pada investor eksternal. Kesenjangan yang menumbuhkan kebencian, meningkatkan ketegangan sosial karena pariwisata telah menurunkan kualitas hidupnya. Perilaku wisatawan dapat memperburuk situasi jika tidak menghormati adat, merusak tempat dan mengganggu kehidupan keseharian.

Selain itu, persaingan sumber daya, konsekuensi lingkungan, degradasi sosial dan ekosistem dimana seiring meningkatnya pengunjung, permintaan air, pengelolaan limbah, dan energi dapat melampaui sumber daya yang tersedia yang menyebabkan kekurangan, kenaikan harga, dan persaingan permintaan yang memperburuk ketidakpuasan di antara masyarakat setempat. Karena, tanpa sistem pengolahan limbah dan air tepat guna serta energi berkelanjutan, pariwisata ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan setelah beroperasi.

- Advertisement -

Overtourism seperti kepadatan dan kemacetan di kota termasuk kampung kota yang ditetapkan sepihak menjadi destinasi wisata yang menurunkan pengalaman pengunjung dan meresahkan warga, contoh terbarunya terjadi di Kampung Pelangi/Katumbiri oleh Walikota M. Farhan. Karena destinasi wisata dibanjiri pengunjung, keausan fisik infrastruktur dan situs alam cepat terjadi termasuk keausan sosial-budaya . Penggunaan jalan, jalur setapak, dan fasilitas umum terus-menerus menyebabkan kerusakan cepat tanpa perawatan rutin. Apakah warga yang harus memperbaikinya, sedangkan penetapan destinasi itu domain kuasa pemkot. Belum lagi faktor pungli ormas, pungli warga lokal dan parkir liar yang menjadi citra pariwisata Bandung yang khas.

Pertumbuhan pariwisata pada dasarnya tidak bermasalah. Masalah muncul ketika pertumbuhan ini terjadi serampangan, minim pengawasan dan perencanaan cermat. Banyak destinasi tidak memiliki strategi manajemen pariwisata efektif yang mengakibatkan kunjungan dan pembangunan tidak berkelanjutan, akhirnya bermuara pada overtourism dan Bandung mengalaminya.  Ini terjadi akibat perencanaan dan regulasi yang hanya berupa macan kertas ditambah daya dukung kota untuk pariwisata tidak di-update dan di-upgrade yang akhirnya menyebabkan kota ini menerima lebih banyak pengunjung daripada yang dapat didukung secara memadai.

Bandung harus segera menerapkan rencana manajemen pariwisata komprehensif yang menyeimbangkan manfaat ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan, pengalaman pengunjung, dan kesejahteraan warga setempat. Apakah harus menunggu deadlock city, baru pemkot akan bekerja atau menunggu hingga overtourism memuncak seperti di Barcelona dimana warga kotanya demonstrasi menolak kedatangan turis secara frontal.

Frans Prasetyo
Frans Prasetyo
Urbanist dan Peneliti Mandiri. Tinggal di Bandung.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.