Berdasarkan Rapat Internal Partai Golkar yang digelar hari Senin 4 September 2017 di Gedung DPP Partai Golkar, belum juga diputuskan Golkar akan mengusung ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi.
DPP Golkar bukanlah ragu untuk mengusung Dedi Mulyadi, melainkan masih menunggu moment yang pas untuk memberikan rekomendasi pencalonan Dedi Mulyadi. Bukan berbalik arah.
Walaupun dari segi elektabilitas hingga saat ini Dedi Mulyadi berada di posisi tiga dibawah Ridwan Kamil yang sudah dideklarasikan oleh Partai Nasdem. Sementara di urutan kedua di isi oleh Deddy Mizwar.
Merupakan Blunder ketika Golkar mengusung Ridwan Kamil, selain pecahnya DPD di Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang Notabenya sudah sepakat mengusung Dedi, juga ada pecahnya kesepakatan dengan PDIP yang notabenya sudah sepakat untuk mengusung Dedi pada Pilgub Jabar maupun Pilkada serta Pilwakot.
Belum lagi, Ridwan Kamil minim akselarasi dan Popularitas di kalangan pemilih di tingkat Pedesaan.
Ketika harus mengusung Ridwan Kamil, kemungkinan besar selain pecahnya kesepakatan dengan PDIP, juga pecahnya tingkat DPD di kabupaten dan Kota sampai ketingkat akar rumputnya.
Kemungkinan yang sangat besarnya, selain perpecahan di tubuh Partai, Golkar akan mengalami kekalahan di pilgub Jabar seperti tahun-tahun sebelumnya karena tidak berjalannya mesin Partai
Berbeda ketika Golkar harus mengusung Dedi, mesin Partai akan semakin menguat dan semakin membasarnya Koalisi dengan Partai lain, karena sejauh ini selain PDIP Partai Hanura pun siap mengusung Dedi Mulyadi.
Dengan Koalisi tersebut, jelas kursi DPRD pun semakin menggemuk dengan jumlah 40 kursi.
Kalau kata teman saya, ‘kalau Golkar mengusung Dedi, sudah dipastikan bahwa Dedi Mulyadi akan memenangkan Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun depan.’
Alasannya lainnya sangat sederhana Dedi Mulyadi bisa memenangkan Pilgub Jabar, selain memiliki modal yang kuat dengan bantuan DPD Partai tingkat dua, Kabupaten dan Kota, Dedi juga memiliki akselerasi yang luar biasa.
Selain itu, Dedi memiliki kedekatan emosional yang mudah dekat dengan setiap masyarakat. Bis di lihat setiap kali berkunjung ke berbagai daerah, ribuan masyarakat menyambutnya.
Ditambah lagi mayoritas pendukung Dedi Mulyadi berada di wilayah pedesaan dan pelosok Jawa Barat yang notabenenya lumbung suara di provinsi yang bersentuhan langsung dengan Ibukota Jakarta ini.
Lumbung suara Dedi Mulyadi tersebut tidak pernah terekspos oleh media maupun oleh lembaga survei. Sejauh ini pun Dedi Mulyadi tidak pernah menggandeng lembaga survei, elektabilitas berada di nomor tiga pun murni merupakan survei pesanan calon gubernur lain.
Berbeda dengan Ridwan Kamil. Walikota Bandung tersebut memang harus diakui memiliki keunggulan di Media, maklum saja dia berada di ibu kota Jawa Barat, tetapi kedekatan dan akselerasi terhadap masyarakat sangat rendah.
Bisa di perhatikan ketika Ridwan Kamil yang merupakan calon paling tinggi popolaritas dan elektabilitasnya ketika melakukan kunjungan ke Kabupaten Cianjur. dari 2000 kursi yang disiapkan oleh panitia, hanya terisi 300 kursi, walaupun yang mengisi kursi tersebut adalah relawan dan anak-anak.
Ridwan Kamil memang dikenal di udara, tetapi di lingkungan keseharian di masyarakat sangat memprihatinkan.
Bisa disimpulkan, kalau Popularitas dan elektabilitas Ridwan Kamil berada di posisi paling atas karena akal-akalan hasil lembaga survey yang di biayainya untuk mempermudah mencari tumpangan menuju jabar 1.
Permainannya cantik, tapi sayang, partai Politik pun tidak kalah cantiknya membaca strategi yang di mainkan oleh Ridwan Kamil.
Berbeda dengan Dedi Mulyadi. Dedi memang tidak sehebat Ridwan Kamil di udara, tetapi bagi masyarakat hingga ke pelosok, sosok Dedi Mulyadi dikenal serta sudah tidak asing lagi. Bukan hanya hanya remaja dan orang tua, bahkan juga sampai ke anak-anak.
Dari Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi sampai ke Cidaun wilayah pedalaman Cianjur yang tidak pernah disentuh oleh lembaga survei bahkan media, nama Dedi Mulyadi dikenal melebihi bupatinya sendiri.
Sedangkan untuk Ridwan Kamil, maaf bukannya merendahkan. Saya yakin, jangankan dikenal di sana, menginjak tanah dan menghirup udaranya pun saya pastikan belum pernah, karena kang Emil ini hidupnya di perkotaan.
Untuk kunjungan ke desa-desa pun sejauh ini Ridwan Kamil cukup jarang, berbeda dengan Dedi yang setiap harinya ketika melakukan kunjungan 15 sampai dengan 20 Desa.
Dengan membidik dan mengusung calon lain seperti Ridwan Kamil, bisa dipastikan, Golkar akan seperti Pilgub Jabar tahun-tahun sebelumnya, kembali mengalami kekalahan.
Kenapa, karena pemilihan Gubernur itu dipilih langsung oleh masyarakat yang hidup secara nyata mendiami berdomisili di suatu tempat, bukan dipilih oleh media apalagi dipilih oleh masyarakat dunia maya.