Jumat, Maret 29, 2024

Bahan Bakar Fosil VS Bahan Bakar Nabati

Yohanes Kristiadi
Yohanes Kristiadi
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma

Ketergantungan manusia terhadap bahan bakar fosil, membuat bahan bakar tersebut semakin lama semakin berkurang, selain itu hal tersebut juga berdampak terhadap lingkungan, yakni menimbulkan polusi udara. Dewasa ini, hampir seluruh kebutuhan energi manusia diperoleh dari konversi sumber energi fosil, contoh pembangkit listrik dan berbagai transportasi menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya.

Namun bahan bakar fosil termasuk jenis sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Hal ini disebabkan karena, bahan bakar fosil terbentuk dari proses endapan dan penguraian makhluk hidup dan membutuhkan jutaan tahun lamanya. Baik secara langsung ataupun tidak langsung hal tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan serta kesehatan makhluk hidup dikarenakan sisa dari pembakaran energi fosil yang menghasilkan zat-zat yang berbahaya.

“Saat ini, bahan bakar fosil berkontribusi sebesar 94% terhadap bauran energi nasional, yang terdiri atas 47% berbasis minyak bumi, 21 % gas bumi, dan 26% batu bara. Dengan pertumbuhan ekonomi 6,3 – 6,8 per tahun, kebutuhan energi diproyeksikan tumbuh sekitar 6% per tahun sampai tahun 2-14. Berdasarkan data dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, Konsumsi BBM Nasional per tahun 2017 telah menjapai 55,400,604,901 liter JBU (Jenis BBM Umum) dan 15,039,034,062 liter JBT (Jenis BBM Tertentu). Akan tetapi, Yoga Pratama dalam artikelnya disebutkan bahwa, “Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air, dan tanah)”.

Dampak dari polusi udara

Selain menghasilkan persediaan energi, pembakaran energi dari fosil juga melepaskan gas-gas, yang diantaranya Nitrogen Oksida (NO2), Karbon Dioksida (CO2), dan Sulfur Dioksida (SO2), yang mana gas-gas ini menyebabkan pencemaran udara seperti pemanasan global dan lain sebagainya.

Emisi Nitrogen Oksida (NO2) adalah pelepasan gas NO2 menuju udara. Pada saat di udara, sebagian gas NO2 tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menimbulkan terjadinya fenomena hujan asam di bumi.

Emisi Sulfur Dioksida (SO2), yakni adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam seperti kadar NO2 di udara. Gas SO2 yang teremisi menuju udara dapat membentuk dari sidat asam sulfat (H2SO4) yang kembali menyebabkan terjadinya fenomena hujan asam di bumi.

Terakhir emisi CO2, adalah terpancarnya atau pelepasannya gas Karbon Dioksida (CO2) menuju udara. Emisis CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan hal terburuknya adalah pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat kembali mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan dari permukaan air laut.

Serta batu bara, selain dari menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, batu bara pun menghasilkan karbon dioksida paling banyak ter satuan energy. Yakni, membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Jika untuk mendapatkan energi yang sama seperti yang dihasilkan oleh batu bara, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton.

Dampak untuk tanah

Dari pembuatan pertambangan batu bara, terhadap tanah dapat diketahui bahwa, masalah yang akan timbul ketika pembukaan tanah untuk membuat pertambangan batu bara tersebut. Pembukaan lahan tersebut pastinya akan membutuhkan lahan seluas mungkin dan waktu yang kurang singkat. Dan jika diketahui, pembuatan lahan pertambangan batu bara akan membuat lapisan tanah yang subur akan seluruhnya di keluarkan. Sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu yang tidak ditentukan.

Solusi 

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan adanya bahan bakar alternatif yang mudah didapatkan, ramah lingkungan, serta dapat membantu perekonomian masyarakat menyeluruh. Salah satu bahan bakar yang sesuai dengan yang disebutkan tadi adalah pemanfaatan biofuel. Seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap masalah lingkungan dan ketidakstabilan minyak bumi, maka biofuel menjadi pusat perhatian pemerintah (ayadi et al. 2016; Specht 2011).

Negara Indonesia sudah mengembangkan energi baru termasuk biofuel semenjak tahun 1980-an. Pengambangan biofuel memiliki peran sebagai salah satu solusi mengatasi permasalahan keamanan energi (energy security), yakni mengurangi tekanan impor, karena termasuk ke dalam bioenergy, biofuel dapat mempertahankan kelestarian lingkungan dibanding energi fosil (Dharmawan et al. 2016). Kemudian pengembangan biodiesel sebagai salah satu cara untuk merespon penurunan harga komoditas pertanian yang juga merupakan bahan baku biodiesel. 

Salah satu sumber bahan baku biodiesel negara Indonesia adalah kelapa sawit (CPO), yang pada tahun 2015 produksi CPO Indonesia mencapai 32,5 juta ton dan kebutuhan untuk rumah tangga hanya 6-8 juta ton per tahun selebihnya tersebut sebagian diekspor dan sisanya digunakan untuk menghasilkan biodiesel. Survei dilakukan terhadap petani sawit di Kabupaten Asahan dengan narasumber sebanyak 150 orang, dan sebanyak lebih dari 60% menyatakan bahwa dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit didaerah mereka terdapat peningkatan penerimaan rumah tangga, perbaikan kualitas sarana/prasarana umum, dan adanya peningkatan upah tenaga kerja yang diiringi oleh peningkatan perekonomian masyarakat.

Oleh karena itu, diyakini pengembangan biofuel dapat menghasilkan manfaat bagi masyarakat, seperti permasalahan perekonomian masyarakat, menjadi pemasukan pendapatan bagi pemerintah daerah dan mengurangi ketergantungan negara untuk impor bahan bakar fosil dan energi lainnya, serta dapat meminimalkan dampak negatif dari pembakaran bahan bakar fosil bagi lingkungan hidup.

Yohanes Kristiadi
Yohanes Kristiadi
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.