Sabtu, April 20, 2024

Bagaimana Sifat Tempat Tinggal Umat Islam di Malang?

ainur rizaldy
ainur rizaldy
Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

Identifikasi masalah penelitian terkait pola permukiman Kampung Kauman, Kota Malang, khususnya sebagai citra pemukiman Islam. Bagaimana sifat tempat tinggal umat Islam di Malang?

Berbagai ekspresi sekaligus memiliki  identitas yang majemuk dan unik terutama kelompok budaya Jawa. Ciri-ciri masyarakat desa umat Islam Jawa dikenal dengan sebutan Kampung Kauman. Semakin banyak imigran yang tinggal di Kampung Kauman membuat semakin banyak  kegiatan masyarakat, faktor ekonomi, percampuran budaya, hubungan perkawinan, perubahan pola pikir masyarakat, perkembangan kota sedikit banyak akan berpengaruh pada karakter masyarakatnya akan terpengaruhi sesuai budaya Islam menjadikan suatu ciri yang khas ditengah kota.

Pemetaan budaya adalah pendekatan sistematis untuk merekam dan menyajikan informasi yang memberikan gambaran terpadu tentang karakteristik lokasi dan kepentingan budaya (Pillai 2013). Pemetaan budaya dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat dengan mengidentifikasi dan mendokumentasikan potensi budaya yang ada di wilayah tersebut. Melalui kegiatan penelitian ini dilakukan berbagai unsur budaya. Tercatat baik yang berwujud (galeri, kerajinan, penandaan/landmark lokal, acara lokal, dll.) maupun tidak berwujud (ingatan, sejarah/sejarah pribadi, sikap, nilai, dll.).

Setelah mengidentifikasi elemen-elemen yang membuat komunitas unik, berbagai kegiatan dan proyek dimulai untuk merekam, menyimpan, dan menggunakan elemen-elemen ini. Tujuan akhir dari pemetaan budaya adalah untuk membantu masyarakat mengenali, merayakan dan mendukung keragaman budaya untuk pembangunan sosial, ekonomi dan regional.

Pemetaan budaya pada dasarnya terdiri dari tiga fase: persiapan (kerangka latihan pemetaan), proses pemetaan, dan evaluasi. Langkah-langkah persiapan sebelum pemetaan antara lain melalui pradefinisi justifikasi dan tujuan, penetapan posisi, identifikasi pemangku kepentingan (stakeholder) dan kebutuhannya, serta penetapan ruang lingkup dan ruang lingkup, pembiayaan, pihak yang bekerjasama, rencana keluaran dan rencana pelaksanaan yang direncanakan.

Tahap pemetaan melibatkan proses pengumpulan dan perekaman data. Data mentah dikumpulkan, dianalisis, divisualisasikan, dan lebih mudah dipahami. Tahap evaluasi mengevaluasi faktor budaya, karakteristik kawasan yang dipetakan, dan kepentingannya. Penilaian ini dapat digunakan untuk perencanaan strategis dan termasuk mengidentifikasi peluang dan kendala budaya (Young, G; Clarck, J and Sutherland 1994).

Pemetaan  budaya (cultural mapping) adalah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mencatat, dan menilai aset dan sumber daya lingkunngan alami dan terbina, aset sosial dan ekonomi, serta ekologi budaya yang unik pada suatu tempat (Pillai 2013).

Menurut  Pilai  pemetaan budaya membantu kita mengenali DNA sesuatu tempat dan komunitas. Pemetaan budaya telah dinyatakan oleh UNESCO sebagai alat dan metode penting untuk melestarikan warisan budaya dunia. Pemetaan ini dapat digunakan untuk  benda yang  tampak (tangible) maupun yang tidak tampak (intangible).

Budaya berkelanjutan mengacu pada manusia  sebagaibagian darialam dan warisannya, atau lanskap budaya, merupakansalah  satudariupaya untuk memelihara, melestarikan, merencanakan dan membangun dengan cara tersebut dapat diimplementasikan gunamenambah nilai sosial dan ekonomi bagi masyarakat (Taylor 2013).

Dengan demikian, esensi dari pemetaan budaya adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan potensi  budaya, termasuk aspek-aspek tak berwujud yang terkait dengan unsur-unsur berwujud seperti kenangan, makna dan nilai, melalui penelitian terkait keragaman masyarakat.

Hak etika ruang publik sebagaimana setiap idealisasi, adalah penggambaran cita-cita ideal kehidupan publik. Idealisasi ini pada tahap fundamental ditandai dengan warga secara personal yang menyadari hak-hak eksistensialnya, kemudian disusul tahap berikutnya hak untuk menilai setiap fakta yang disusul dengan penentuan keputusan bagi dirinya. Penghargaan atas hak warga semacam ini sebagai nilai kemanusiaan tertinggi.

Untuk merealisasikannya diperlukan nilai rasionalitas (kemampuan membandingkan); kecerdasan (kemampuan berpikir dalam menilai); kebebasan (tidak dikendalikan kekuasaan di luar dirinya). Dalam hal ini Kampung Kauman menerapkan idealisasi berdasar asas Islam dengan cita-cita ideal kehidupan publik yaitu kehidupan teratur. Maka munculah hak dalam diri masyarakat Kampung Kauman unruk menentukan putusan bagi dirinya dan diputuskan untuk menganut paham Islam dalam kehidupan kesehariannya.

Bersumber pada jurnal dengan penulis Ekahayu Rakhmawati, Antariksa, Fadly Usman berjudul Pola Permukiman Kampung Kauman Kota Malang, Karakteristik sistem religius dan sosial kemasyarakatan di Kampung Kauman, antara lain:

Sistem religius

Masyarakat Kampung Kauman menganut pola kehidupan berdasarkan syariat Islam. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan religius dan sosial kemasyarakatan mereka. Kedekatan kampung dengan Masjid Jami Kota Malang sangat berpengaruh pada kehidupan religius mereka.

Meninjau sejarah terbentuknya kampung ini, masyarakat Kampung Kauman memiliki keterikatan psikologis dengan Masjid Jami. Secara psikologis, mereka menganggap bahwa diri mereka adalah penjaga masjid. Dapat disimpulkan bahwa kehidupan religius mereka sangat kental mempengaruhi kehidupan mereka. Adapun kegiatan keagamaan kampung antara lain Tahlil, Khataman, Terbangan, Kunjungan Makam Wali Songo di Jawa, dan Tradisi Lebaran

Keadaan lingkungan sosial

Layaknya kehidupan sosial di kampung-kampung pada umumnya, masyarakat di Kampung Kauman juga terkenal sangat rukun dan guyub. Hal ini tercermin dalam penggunaan ruang ruang publik dalam kampung. Akibat dari tingkat kepadatan yang tinggi ini jugalah, jalan-jalan atau gang-gang di Kampung Kauman tidak hanya berfungsi sebagai aksesibilitas namun juga sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan akan sosialisasi/interaksi sosial.

Adapun fungsi jalan kampung sebagai tempat interaksi sosial antara lain sebagai tempat bermain anak-anak, tempat berjualan, tempat masyarakat bertegur sapa dan berhenti sejenak untuk bercakap-cakap. Hal ini menimbulkan kesan suasana kampung yang hangat dan akrab.

Kesimpulannya adalah kawasan permukiman yang berada di pusat kota pada umumnya merupakan kawasan padat penduduk dengan tingkat kepadatan bangunan yang tinggi. Kampung Kauman menerapkan idealisasi berdasar asas Islam dengan cita-cita ideal kehidupan publik yaitu kehidupan teratur. Maka munculah hak dalam diri masyarakat Kampung Kauman unruk menentukan putusan bagi dirinya dan diputuskan untuk menganut paham Islami dalam kehidupan kesehariannya.

Kemudian, peran orientasi sebagai pembentuk kawasan muslim Kampung Kauman yang dipengaruhi oleh keberadaan masjid Jami’ dan kebiasaan umat muslim sangat kental sebagai penghuni dominan di kawasan ini. Hal ini dibuktikan oleh karakter sistem religius yang terjadi di Kampung Kauman Kota Malang meliputi sistem religius antara lain tahlil, khataman, terbangan, kunjungan Wali Songo dan pesantren-pesantren di Jawa Timur tradisi lebaran

ainur rizaldy
ainur rizaldy
Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.