Belum lama ini pandangan dunia tertuju pada negara China yang bermain ciamik di panggung internasional. Negara tersebut terbilang pandai melakukan manuver politik diplomasinya dengan rapih dan tidak mudah ditebak.
Sejatinya tidak heran jika China melakukan perannya di tengah ketegangan politik Timur Tengah. Secara perlahan namun pasti, China telah menancapkan pengaruhnya di kawasan menggeser dominasi Amerika Serikat yang belakangan ini seperti tidak terlalu bergairah dalam urusan politik Timur Tengah.
Inilah China, dengan kepercayaan dirinya yang semakin meningkat, mereka semakin mantap memainkan perannya sebagai pemain global untuk menandingi hegemoni Barat di Timur Tengah.
Kesepakatan Hamas-Fatah baru-baru ini sebagai kemenangan besar diplomasi China. Rekonsiliasi Hamas dan Fatah dibangun melalui negosiasi dan mediasi pihak ketiga, yaitu China. Upaya rekonsiliasi ini berfokus pada pembentukan pemerintahan persatuan yang dapat mengelola Tepi Barat dan Gaza secara bersama-sama.
Dua faksi terbesar di Palestina, Hamas dan Fatah, bersama 12 faksi perjuangan lainnya pada Selasa 23 Juli 2024 sepakat melakukan perjanjian damai untuk mengakhiri perselisihan sekaligus perpecahan selama bertahun-tahun. Selanjutnya mereka menandatangani dalam Deklarasi Beijing.
Juru bicara Kementrian Luar Negeri China, Mao Ning di Beijing, Kamis (25/7) mengungkapkan komitmennya dalam urusan konflik di Palestina untuk terus “mendukung negara-negara di Timur Tengah”.
“Kami akan terus mendukung negara-negara di Timur Tengah dalam meningkatkan kemandirian strategis, bekerja dalam semangat solidaritas untuk mengatasi masalah keamanan kawasan”.
Ini merupakan kesepakatan dan rekonsiliasi terbaru yang disepakati Hamas dan Fatah dalam hubungan mereka yang telah lama renggang. Tentu ini bukan berarti perpecahan di dalam tubuh pemerintahan Palestina berakhir. Melainkan memberikan angin segar di tengah gempuran serangan militer Israel yang semakin meresahkan rakyat Palestina di tempat pengungsian yang seharusnya menjadi zona hijau.
Dalam Bayang-Bayang Negara Adidaya
Dalam lanskap politik Timur Tengah, ada negara adidaya yang selalu membayanginya. Amerika telah lama memainkan perannya di Timur Tengah, tentu tidak akan tinggal diam melihat manuver China di Timur Tengah. Namun, seiring berjalannya waktu, kekuatan politik terus berubah dan kemunculan China di Timur Tengah menandai era baru dalam geopolitik Timur Tengah.
Pernyataan Xi Jinping pada 30 Mei 2024 di Konferensi Tingkat Menteri ke-10 Forum Kerja Sama Negara-Negara China-Arab di Beijing menjadi tonggak baru dalam sejarah diplomasi luar negeri China di Kawasan Timur Tengah.
Dalam pidato utamanya, Presiden Xi secara strategis telah memposisikan China sebagai mediator dalam urusan konflik yang paling mengakar dalam sejarah umat manusia, yakni konflik Israel-Palestina. Presiden Xi lalu menekankan komitmennya untuk segera melakukan gencatan senjata dan solusi dua negara dengan “berdasarkan perbatasan tahun 1967”.
“China dengan tegas mendukung pembentukan negara palestina Merdeka yang memiliki kedaulatan penuh berdasarkan perbatasan tahun 1967 dan dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya”. Ungkap Presiden Xi dalam pidatonya di Beijing.
Lebih lanjut, dukungan Xi Jinping terhadap perjuangan menjadikan Palestina sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sangatlah penting. Tentu ini akan berimbas pada citra presiden Xi dalam mengukuhkan pengaruhnya di Timur Tengah sebagai pemimpin. Ditambah janji bantuan sebesar 3 juta dolar AS untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk para pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) semakin menambah legitimasinya baik dalam urusan kemanusiaan maupun pembangunan stabilitas politik kawasan.
Sebagai pemain lama, Amerika tidak akan tinggal diam. Di balik semua gagasannya, China akan menemukan ganjalan oleh pihak Amerika. Dalam catatan sejarah, peran Amerika di Timur Tengah masih cukup sentral dalam menangani isu Israel-Palestina. Seperti juga terlihat bagaimana mereka (Amerika) selalu memveto terhadap resolusi PBB untuk keanggotaan penuh Palestina. Karena, sikap Amerika selalu berupaya menghilangkan dominasi para pesaing politiknya, apalagi saat ini China “mengusik” kepentingan politk AS di kawasan.
Pentingnya Timur Tengah Bagi China
Meski AS belum menarik diri dari Timur Tengah, namun negara itu tidak juga menunjukkan progressnya. Hal ini telah membuka peluang bagi para saingan politknya, terutama Rusia dan China yang menangkap hal itu sebagai peluang untuk memainkan perannya di Kawasan.
Pendekatan diplomasi China di Timur Tengah mencerminkan keinginan Beijing untuk memperluas pengaruh globalnya dalam menjaga stabilitas dan hubungan ekonomi yang erat di kawasan tersebut.
Dari perspektif China, Kawasan Timur Tengah harus keluar dari bayang-bayang persaingan geopolitik kekuatan besar untuk mandiri menjalankan kebijakannya dan menolak campur tangan eksternal.
China Daily, melaporkan bahwa menteri luar negeri, Wang Yi mengungkapkan rencana lima poin “untuk menciptakan keamanan dan stabilitas di Timur Tengah dengan menawarkan dorongan konstruktif terhadap dialog Israel-Palestina, melanjutkan perjanjian nuklir Iran dan kerangka keamanan di Kawasan”.
Melihat hal itu, Dawn Murphy, seorang professor studi keamanan internasional di US Air War College yang dikutip dari DW.com mengatakan, “kepentingan terbesar China di Timur Tengah adalah memperoleh sumber daya dan pasar, yang mencakup kepentingan ekonomi dan politik”.
Sejalan dengan itu, telaah mendalam tentang kerja sama China dan Timur Tengah perlu dilakukan kajian mendalam dan kritis. Ada beberapa faktor yang mendorong China memfokuskan pandangannya ke Timur Tengah. Pertama, dari segi ekonomi, China telah berinvestasi besar-besaran di infrastruktur dan proyek energi melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative). Kawasan Timur Tengah, yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan gas, menjadi area strategis bagi China untuk memastikan keamanan energinya.
Kedua, untuk menunjang poin pertama, Hubungan Multilateral China menjadi kunci. Beijing berupaya untuk menjalin hubungan diplomatik dengan hampir semua negara di Timur Tengah. China menghindari ketegangan dengan tidak terlibat secara langsung dalam konflik regional, seperti konflik Israel-Palestina atau perselisihan Iran-Saudi. Sebaliknya, China mempromosikan solusi politik melalui dialog dan konsensus.
Dalam hal ini, China sedang memainkan peran kunci dalam memfasilitasi negosiasi perdamaian di Timur Tengah. Secara tidak langsung, China telah membangun profil dirinya seabagai pembela, pembangun, dan kontributor untuk tatanan global baru saat ini.
Berkaca pada isu global tersebut, Indonesia harus turut berperan aktif dan waspada dalam mengambil tindakan. Sebagai salah satu inisiator gerakan non-blok Indonseia sejatinya memiliki bargaining power yang patut dipertimbangkan dunia. Sekaligus sebagai anggota presidensi G-20 Indonesia harus mampu berperan aktif dalam merespon dinamika politik global menjadi kondusif baik regional maupun kawasan. Selain itu, Indonesia juga harus waspada dalam menjalin kerja sama politik luar negerinya menanggapi perluasan China yang semakin massif.