Senin, Oktober 14, 2024

Bagaimana Edinburgh Menciptakan Orang Genius

Dika Novi T
Dika Novi T
Dika is a first-year law student in Universitas 17 Agustus and a human rights concern citizen

Edinburgh is a combination of living history and vibrant modernity. Itulah penggambaran Donald Campbell yang ia tuliskan dalam bukunya, Edinburgh: A Cultural and Literary History. Edinburgh adalah sebuah kota kecil, kota yang menciptakan banyak tokoh-tokoh jenius sastra, filsafat, kedokteran, hingga geologi. Dari David Hume, James Watt, Adam Smith, hingga penciptaan Harry Potter, banyak sekali jika kita merunut tokok-tokohnya.

Tapi, Edinbrugh hingga kini tak kehilangan keistimewaannya, kombinasi masa lalu dan masa kini semakin melambungkan nama kota tersebut, kota yang hingga kini memiliki universitas terbaik di dunia itu adalah bukti bahwa Edinburgh bisa beradaptasi di segala zaman. Pertanyaan tentang bagaimana sebuah kota bisa menghasilkan para orang genius ini saya dapat melalui buku berjudul The Geography of Genius karangan Eric Weiner.

Secara tidak sengaja atau mungkin bahkan memang sengaja ternyata iklim geografis dan kondisi sosial turut andil dalam penciptaan ruang-ruang bagi banyak orang genius, dari athena, florence, menuju edinburgh dan kota-kota genius lain. Tapi edinburgh punya hal spesial di pikiran saya, dan ini lah yang membuat itu semua terasa menakjubkan.

Kepintaran yang Praktis

Jika kita bertanya-tanya mengapa bisa begitu ada ledakan orang-orang genius, jangan meminta penjelasan kepada bangsa skotlandia, mereka bahkan tidak tahu sumber kecerdasan mereka sendiri dan seberapa cerdas mereka.

Apa yang diucap David Hume “bukankah tidak aneh bahwa pada masa ketika kami kehilangan pangeran, parlemen, pemerintahan independen, dan bahkan kehadiran kaum bangsawan, kami merasa tidak bahagia …. Bukankah tidak aneh, kataku, jika dalam situasi ini kami menjadi bangsa yang paling mahsyur dalam bidang sastra eropa?” tapi justru itu yang kemudian menjadikan kecerdasan mereka menarik, Ediburgh kuno tidak berminat melakukan diskusi panjang lebar, mereka langsung praktik.

Banyak debat-debat pemikiran di klab-klab sana, ilmu dan terobosan pembedahan mayat juga dari sana ketika Agama melarangnya justru Edinburgh menorobos batasan Agama itu, tidak mengherankan memang. Perkara pentingnya adalah bergerak.

Keraguan

Mereka meragukan segalanya, mereka tidak yakin tentang segala hal, dari nilai bahasa asli mereka, dialek kasar bernama Scots, hingga nasib negara mereka sediri. Keraguan-keraguan seperti ini bukan malah melumpuhkan, malah menjadi memberdayakan. Setidaknya, begitulah cara keraguan bekerja. Entah bisa melumpuhkan atau justru menguatkan, bagi bangsa skotlandia, tidak mungkin setengah-setengah.

Terlepas keraguan dari hasil iklim kota yang muram hampir setiap saat, mereka mempunyai optimisme yang tinggi. James Hutton, ketika pertama kali mempertanyakan umur bumi, sebuah terobosan keberanian yang luar biasa, padahal pada masa abad 18 kala itu dalam kitab suci sudah ditulis umur bumi adalah enam ribu tahun yang akhirnya Hutton berpikiran bahwa usia bumi lebih dari itu. Tapi karena keraguan itu, ia menghasilkan maha karya berjudul Theory of the Earth, sebuah buku yang kemudian membawa Charles Darwin memunculkan ide-ide evolusi. Skeptisisme.

Percakapan

Pesta intelektual paling seru dalam sejarah, mungkin itu gambaran paling cocok ketika kita berbicara tentang Edinburgh. Adalah kota penuh obrolan, di di sanalah kegeniusan berada. Tapi percakapan mereka sangat berbobot, sebuah tema harus dianggap layak untuk diperbincangkan dan didebatkan atau seperti kata Hume “layak bincang” dan tentu saja toleransi pecakapan sangat mewarnai kehidupan di Skotlandia jaman pencerahan. Para penulis menyerang gerja, politisi, dan orang-orang penting lain. Pertarungan gagasanlah yang penting. Toleransi mewarnai kehidupan pencerahannya, keterbukaan. Edinburgh adalah ruang kelas yang luar biasa.

Edinburgh disebut-sebut sebagai kota yang dibangun dengan kejutan, tempat yang mengungkapkan rahasianya dengan enggan, dan hanya kepada mererka yang mengupayakannya. Edinbrugh adalah kota yang selama berabad-abad tidak hanya menolerasni kejutan, tetapi terpacu olehnya, kata Donald Campbell. Kombinasi keseriusan atas pengungkapan hal yang tersingkap, keraguan atas segala yang rahasia, dan keterbukaan ide serta percakapan paling fenomenal di jamannya. Edinbrugh dan rakyatnya menciptakan fatalisme kegeniusan.

Dika Novi T
Dika Novi T
Dika is a first-year law student in Universitas 17 Agustus and a human rights concern citizen
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.