Kamis, April 25, 2024

Atribut Kesalehan yang Salah Tempat

Idang Aminuddin
Idang Aminuddin
Orang jelata dari desa. Melangkah untuk merdeka

Seberapa nyaman atribut dan pemampilan yang kita pakai? Nyaman bagi kita yang memelihara dan memakai haruslah nyaman pula bagi mereka yang melihat atau memandang.

Kalau atribut dan penampilan yang kita pakai bisa menambah pahala, tapi tak enak bagi sebagian lain yang melihat atau memandang. Kalau terlalu longgar perketat sedikit, terlalu cingkrang perpanjang sedikit, ini misalkan pakaian.

Kalau terlalu rimbun panjang dan rindang potonglah biar lebih rapi dan elegan, ini misalkan jenggotan. Karena atribut penampilan yang kita pakai tentulah takkan terlepas dari faktor sosio kultur masyarakat setempat. Ini Indonesia bukan Saudi Arabia.

Tak perlu takut derajat pahala kita berkurang, hanya karena merubah atribut kesalehan hasil foto copy-an kearab-araban. Kalau pun ia, dengan merubah atribut dan penampilan membuat pahala berkurang, maka akan tertutupi dengan pahala membuat nyaman mereka yang melihat atau memandang.

Di bumi Indonesia yang kita cintai ini sangatlah kaya akan suku dan budaya, contoh sederhana kalau umat Muslim di Madura rata-rata orang pergi ibadah sholat kemesjid dan mosholla pakai sarung, baju koko dan kopyah, tapi kalau di jawa umat Muslim pergi ketempat ibadah pakai celana, tanpa kopyah biasa saja.

Apakah cara berpakaian salah satu diantara keduanya bisa mengurangi derajad pahala ibadah kita? Iya atau tidak, bagi saya itu hanyalah budaya yang tidak bisa semata-mata nilai dengan urusan pahala, dosa, benar atau salah.

Maka merugilah kita masyarakat Indonesia kalau kekayaan kita, akan budaya harus diganti dengan satu mode termasuk cara memakai atribut penampilan yang itu meniru budaya busana masyarakat timur tengah sana yang cenderung dipakasakan.

Seperti kata Filusuf Friedch Nietzsche kehendak paling jorok dalam diri manusia adalah Kehendak berkuasa (will to power), maka apabila kita masyarakat indonesia tidak mampu melawan kehendak jorok mereka yang ingin mengusai, baik dari sisi kekayaan budaya kita, dengan sendirinya kita akan kehilangan karakter dan jati diri kita sebagai masyarakat Indonesia seutuhnya.

Secara logika rasanya akan menjadi percuma kita menumpuk pahala, kalau masyarakat setempat dimana kita tinggal tak mampu menerima sikap tindakan keseharian kita, maka akan menjadi manusia yang “Teralenasi” dari lingkungannya, sekali lagi ini Indonesia bukan Saudi Arabia.

Cara mengais pahala haruslah sopan, tenang dan santai. Tidak perlu terlalu tegang atau garang. Karena pahala bisa didapat tidak cuma dengan cara ukuran benar, tapi juga harus baik dan bernilai keindahan. Otomatis di dalamnya termasuk membuat nyaman pemandangan.

Mengacu pilar Filsafat (Aksiologi) terbagi menjadi tiga nilai pertama nilai (benar-salah) Logika, kedua nilai (baik-buruk) Etika, ketiga nilai (indah dan tidak indah) Estetika. Ketiga nilai tersebut tidak bisa dipisahkan tapi haruslah diwujudkan secara beriringan agar tak memberikan paham yang dikotomi, tarmasuk dalam mengais pahala sehari-hari.

Kehidupan ini haruslah disederhanakan, cara memaknai serta menjalani, karena hidup bukan cuma urusan makan, tapi juga bagaimana cara mempertahankan budaya yang menjadi karakter serta kekayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan berlebihan, egois, dan tegang . Biar tidak mengganggu pikiran dan penghilatan. Apa lagi sampai menyalahkan perbedaan.

Kalau gamisan dan jenggotan dianggap atribut kesholehan. Silahkan ! Asal tak egois serta berlebihan. Tapi ingat ini Indonesia. Jangan menyalahkan mereka yang sarungan, celanaan dalam bentuk pensil dan komprang. Kesemuanya hanyalah mode agar manusia nyaman dengan perbedaan. Dengan tetap menjunjung nilai persatuan dan kesatuan.

Pahala milik Tuhan. Tidak boleh dimonopoli yang jenggotan, gamisan, sarungan, celanaan bentuk cingkrang, pensil dan komprang, orang Yahudi juga demikian, tak perlu teriak Allahu Akbar soal penampilan. Itu mungkin hanya pahala bonus sisi lain di bagian luar. Sisi dalam urusan Tuhan. Datar kan.

Idang Aminuddin
Idang Aminuddin
Orang jelata dari desa. Melangkah untuk merdeka
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.