Muslim milenial pasti tidak asing dengan kata “hijrah” yang terus-menerus membanjiri media informasi kita sekarang. Namun, apakah kita sadar bahwa arti kata tersebut sudah bergeser dari arti yang sebenarnya. Hijrah secara harfiah artinya berubah. Secara istilah, hijrah artinya mengubah keadaan, waktu atau tempat dari yang kurang baik menjadi lebih baik.
Bahkan, lebih luas, hijrah banyak diartikan sebagai sebuah fenomena gerakan sosial baru. Sebagai fenomena gerakan sosial baru dan menjadi salah satu gerakan Islam ialah bentuk realitas sosial yang berdinamika di masyarakat. Realitas sosial ini terjadi di masyarakat baik secara global maupun nasional, menunjukan bahwa banyak gerakan sosial mengatasnamakan hijrah. Gambaran gerakan sosial berbasis Islam ini sudah menjadi isu yang sejak dahulu dibahas.
Milton-Edwards (1992) dalam penelitiannya mengungkapkan salah satu fenomena gerakan sosial Islam yang menyita perhatian dunia adalah pada Desember 1987 yang mana terjadi pemberontakan di Palestina dengan pasukan Israel.
Padahal, sebagai sebuah fenomena gerakan sosial, hijrah menjadi bentuk tindakan kolektif yang memberikan kesadaran terhadap pentingnya agama dalam kehidupan manusia (Saputra, Pujiati, & Simanihuruk, 2020).
Pasalnya, hijrah pada dasarnya menjadi ritus personal yang mulai bergeser menjadi gerakan yang dilakukan secara komunal. Gerakan hijrah menjadi salah satu gerakan dakwah populer yang berkembang menjadi sebuah tren sosial yang diikuti secara komunal (Addini, 2019).
Jika melirik sejarah, perkembangan hijrah sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW, diantaranya sahabat Umar bin Khattab yang mulanya dikenal sebagai seorang preman penentang Islam paling keras yang kemudian hijrah berbalik menjadi pembela Islam paling gigih. Peristiwa hijrah sudah terlihat saat Nabi Muhammad SAW membangun sosiokultural islami di Madinah dengan melakukan Muakhot (mempersaudarakan) kaum muhajirin dengan kaum anshar (Ibrahim, 2016; Fajriani & Sugandi, 2019).
Hijrah sebagai Media Pencarian Identitas Religius Muslim Milenial
Generasi muslim milenial merupakan elemen masyarakat yang membentuk pola-pola dalam fenomena hijrah. Makna hijrah bagi generasi muslim milenial, berangkat dari adanya kesadaran kolektif tentang identitas diri yang merupakan bagian dari Islam, sehingga timbul kesadaran untuk berkontribusi untuk mengamalkan agamanya (Saputra, Pujiati, & Simanihuruk, 2020).
James, Elizabeth, & Hope (2015) dalam bukunya menjabarkan hasil riset berupa survei pandangan generasi Muslim milenial mengenai peran agama. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dari negara-negara yang dijadikan sampel penelitian menyatakan bahwa generasi Muslim milenial meyakini kebenaran agama Islam yang dapat berperan penting dalam segala aspek kehidupan, salah satunya mengenai masa depan sebuah negara.
Penelitian dilakukan oleh Fajriani & Sugandi (2019) yang mengungkapkan bahwa faktor pendorong generasi milenial melakukan hijrah karena merasa kekosongan jiwa yang menimbulkan kejenuhan, mereka lebih berfikir kritis dan mudah mengakses informasi keagamaan. Hal tersebut menimbulkan para generasi muslim milenial ini, lebih terbuka untuk mengubah gaya hidup ketimuran sebagai gaya hidup baru yang sesuai dengan ajaran agama.
Secara tidak langsung perubahan gaya hidup yang cenderung religius akan membentuk bingkai kultural yang mendukung perkembangan gerakan hijrah di kalangan generasi muslim milenial. Istilah hijrah mengarahkan individu pada sebuah proses dimana ia berusaha untuk menjadi muslim yang lebih taat (Sunesti, Hasan, & Azca, 2018).
Maka dari itu, hijrah bagi para generasi muslim milenial dapat dianggap sebagai media dalam menciptakan identitas religius yang dibingkai dalam konstruksi gerakan dakwah.