Jumat, April 19, 2024

Apakah Kelebihan dalam Asuransi Itu Riba?

Asep Sopyan
Asep Sopyan
Blogger di myallisya.com dan asepsopyan.com

Ada yang berkata, asuransi itu riba. Di mana letak ribanya? Pada kelebihan dari manfaat yang diterima dibanding premi yang dibayar.

Misalnya ada orang baru bayar premi beberapa sekali, tapi ketika sakit, biaya pengobatannya senilai puluhan sd ratusan juta ditanggung oleh asuransi. Ada produk asuransi dengan premi di bawah 500 ribu per bulan, tapi dapat memberikan santunan 1 miliar untuk ahli waris dari orang yang meninggal, walaupun baru bayar satu kali.

Jika dihitung-hitung, tingkat kelebihan dalam asuransi itu bisa puluhan, ratusan, bahkan ribuan kali lipat. Itulah riba, kata mereka yang menganggap asuransi sebagai riba. Pertanyaannya, silakan dicek sejak zaman Nabi, adakah riba yang kelebihannya mencapai ratusan sampai ribuan kali lipat?

Saya yakin tidak ada, dan memang tidak ada. Berarti kelebihan dalam asuransi beda dengan kelebihan dalam riba.

Untuk zaman sekarang, riba dalam bentuk bunga pinjaman dari lembaga keuangan seperti bank dan leasing, paling hanya sekitar 10-30 persen setahun, atau 1-3% sebulan. Yang lumayan besar biasanya riba dari rentenir keliling, bisa 30-50% dalam sebulan atau 1-2% per hari, karena ditagih harian dan bersifat jangka pendek.

Tapi sebesar-besarnya bunga utang, tidak lantas menjadi berlipat-lipat dalam waktu cepat. Kelebihan riba baru menjadi ribuan kali lipat jika ada utang yang tertunggak selama ratusan tahun, karena pokok plus kelebihannya berbunga dan berbunga lagi (bunga majemuk).

Tapi kelebihan ribuan kali lipat dalam asuransi terjadi dalam waktu singkat, yaitu pada tanggal pengajuan polis disetujui atau setelah masa tunggu terlewati, tidak perlu menunggu bertahun-tahun.

Jadi, sekali lagi, kelebihan dalam asuransi ini berbeda dengan kelebihan dalam riba. Kenapa bisa berbeda? Karena sumber yang menimbulkan kelebihan itu berbeda.

Riba yang dikenal sejak zaman dahulu kala terjadi dalam konteks utang-piutang atau jual-beli dengan cara dicicil. Dalam utang-piutang yang mengandung riba, ada yang disebut pokok dan ada bunga. Semakin besar pokok, semakin besar bunganya. Lalu jika utang tertunggak, bunganya pun ikut membengkak. Dan lama-kelamaan, nilai bunga bisa melebihi pokok utangnya itu sendiri.

Bunga inilah yang disebut riba. Dengan kata lain, riba adalah kelebihan berupa bunga. Bagaimana kalau kelebihannya bukan berupa bunga? Saya akan mengajukan 4 contoh.

Pertama. Jual beli secara kredit dengan menaikkan harga terlebih dahulu. Atau penjual menawarkan dua harga, misalnya jika tunai 100 ribu, jika dicicil sekian bulan 150 ribu. Menurut para ulama, cara seperti ini boleh dan bukan riba. Di bank syariah, ini disebut akad murabahah dan bukan riba.

Kedua. Tukar-menukar hadiah. Para pemimpin negara sering saling bertukar hadiah dengan para pemimpin negara lainnya. Nilai hadiahnya pasti berbeda. Dalam sebuah kelas atau organisasi, sering pula ada acara tukar-menukar kado pada momen tertentu. Meski ada pembatasan nilai kado, tentulah harga riilnya akan berbeda-beda. Apakah perbedaan nilai ini menimbulkan riba? Tidak, karena menurut hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad Saw sendiri biasa menerima hadiah dan biasa pula membalasnya. Dan Nabi Muhammad Saw pun pernah bersabda, “Saling memberi hadiahlah kalian maka kalian akan saling mencintai.” (HR Bukhari).

Ketiga. Potluck party. Dalam acara makan-makan di lingkungan tetangga, keluarga, atau reuni kelas, tak jarang acaranya dikemas dalam format potluck party. Setiap orang membawa bahan makanan yang berbeda-beda. Ada yang membawa nasi, lauk, sayur, buah, minuman, cemilan, dan sebagainya. Semua makanan dikumpulkan lalu dimakan bersama-sama. Nilai dari makanan yang dibawa dan nilai makanan yang dimakan sudah pasti berbeda-beda. Apakah perbedaan ini menimbulkan riba? Tidak.

Keempat. Iuran pengurusan jenazah. Di lingkungan kecil seperti RT/RW atau perumahan, lazim diselenggarakan iuran untuk pengurusan jenazah. Tiap keluarga ditarik iuran, lalu jika dalam keluarga tersebut ada yang meninggal, biaya pengurusan jenazah ditanggung semua. Iurannya mungkin kecil saja, misalnya 10 ribu per bulan tiap keluarga, tapi biaya pengurusan jenazah bisa sampai jutaan. Iuran ini tidak bisa ditarik kembali. Contoh keempat ini paling mirip dengan praktik asuransi. Apakah itu riba? Sejauh ini tidak pernah ada yang mengatakan itu riba.

Dari empat contoh di atas, tampak bahwa tidak setiap kelebihan dalam transaksi pertukaran merupakan riba.

Sekarang mari kita periksa kelebihan dalam asuransi itu bentuknya apa dan dari mana berasal.

Sebagai contoh, ada produk asuransi jiwa murni (bukan unitlink) dengan premi 5 juta per tahun dan UP 1 miliar, dengan jangka waktu 20 tahun. Jika nasabah meninggal dunia di dalam waktu 20 tahun dan polisnya aktif (premi selalu dibayar tepat waktu), ahli warisnya mendapatkan uang 1 miliar. Walaupun nasabah baru bayar sekali, dan dia meninggal di tahun pertama, ahli warisnya tetap mendapatkan 1 miliar. Jika nasabah masih hidup selewat 20 tahun, premi tidak kembali alias hangus.

Pertanyaannya, dari mana uang 1 miliar itu berasal? Karena jika pun nasabah bayar selama 20 tahun, totalnya baru 100 juta. Begini. Perusahaan asuransi itu punya nasabah bukan hanya 1 orang, tapi ada ribuan bahkan jutaan orang. Jadi, terhadap pertanyaan dari mana uang 1 miliar itu berasal, jawabannya adalah dari para nasabah yang lain.

Apakah itu bunga? Jelas bukan. Karakteristiknya jauh berbeda.

Bunga lahir dari pokok, sebagaimana kembang lahir dari tanaman, dan anak lahir dari induknya. Sedangkan dalam asuransi tidak ada yang disebut pokok, tidak ada bunga, dan premi pun tidak bisa disamakan dengan cicilan.

Dana klaim berasal dari premi para nasabah seluruhnya, dan ini bukan bunga. Lalu berupa apakah?

Dalam hal ini ada perbedaan cara pandang antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Asuransi syariah memandang dana klaim tersebut adalah uang hibah atau sedekah dari seluruh peserta. Statusnya milik kumpulan para peserta, sedangkan perusahaan hanya sebagai pengelola yang mendapat upah. Dalam akad pada saat pengajuan asuransi, para peserta asuransi syariah meniatkan seluruh atau sebagian premi yang disetorkan sebagai hibah atau sedekah untuk saling menolong dengan para peserta lain dalam menghadapi musibah.

Sedangkan asuransi konvensional memandang dana klaim tersebut sebagai milik perusahaan. Pada saat pengajuan asuransi, nasabah asuransi konvensional menganggap seluruh atau sebagian premi yang diserahkannya kepada perusahaan asuransi sebagai biaya atas perlindungan keuangan mereka.

Baik sedekah ataupun biaya, keduanya sama-sama hangus, tidak dapat ditarik kembali, dan harus diikhlaskan. Dalam asuransi murni, baik syariah ataupun konvensional, seluruh premi tidak dapat ditarik kembali alias hangus. Dalam asuransi jenis unitlink, sebagian premi ada yang disalurkan ke investasi dan ini bisa ditarik, tapi sebagian lagi menjadi biaya atau sedekah, yang juga sama-sama tidak dapat ditarik kembali. Demikian.

Asep Sopyan
Asep Sopyan
Blogger di myallisya.com dan asepsopyan.com
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.