Jumat, April 19, 2024

Apakah Boleh Menerbitkan Alternate Universe?

Ratna Komalasari
Ratna Komalasari
Mahasiswi Politeknik Negeri Media Kreatif Jurusan Penerbitan

Pada tahun 2020, penerbit dan penulis di Indonesia sempat heboh karena ada salah satu Alternate Universe di Twitter yang dijadikan versi cetaknya oleh penerbit besar di Indonesia.

Sebelumnya memang banyak Fanfiksi atau Alternate Universe yang menjadi buku cetak, tapi penulis hanya mencetaknya secara indie agar tidak terlalu tersebar luas selain di lingkup para fandom. Namun, sejak tahun 2020, peminat dan pencarian cerita Alternate Universe di Twitter atau Wattpad menjadi meningkat dan membuat banyak penerbit maupun penulis mempublikasikan karya tersebut secara luas. Akan tetapi, apakah Alternate Universe—yang merupakan salah satu dari sub-genre Fanfiksi—diperbolehkan untuk disebarluaskan keluar fandom?

Secara harfiah, AU atau Alternate Universe merupakan fanfiksi yang dibuat dengan situasi berbeda dengan cerita aslinya. Contohnya saja ialah, Jeno NCT yang merupakan idola boygroup dari Korea Selatan yang menjadi seorang penyihir di dunia atau universe yang kalian buat.

Namun, Alternate Universe atau AU yang sekarang beredar di platform sosial media seperti Twitter menjadi sering salah kaprah, karena penulis biasanya hanya menggunakan face claim idola tersebut, tanpa menggunakan nama asli idola. Karena pada hikatnya jika sudah memakai nama berbeda dari aslinya dan membuat universe yang baru, karya tersebut tidak bisa dikatakan sebagai AU lagi, melainkan sebagai canon fiction.

Lalu, apakah Alternate Universe atau Fanfiction ini boleh diterbitkan? Pada dasarnya, para penggemar dari fandom ini tidak boleh mengkomersialkan hal-hal yang berkaitan dengan idola kesukaannya tanpa izin dari semua pihak yang terlibat dan kalaupun ingin menyebarluaskan cerita yang penulis buat, penulis seharusnya hanya menyebarkan ke kalangan—fandom—ia saja. Sayangnya, banyaknya orang yang melihat keuntungan ini, membuat para penulis atau penerbit akan menyebarkan cerita tersebut seluas-luasnya.

Hukum soal legal atau tidaknya penerbitan fanfiksi dapat ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mengatur mengenai pelaksanaan hak ekonomi oleh orang lain, yaitu wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Maka dari itu seseorang yang ingin mendapatkan manfaat ekonomi dari pengadaptasian, memerlukan persetujuan dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

Apabila face claim dari fanfiksi tersebut adalah idola K-Pop dan tidak dapat persetujuan dari idol atau agensinya maka fanfiksi tersebut masih melanggar aturan hukum, tetapi sampai sekarang pun masih banyak novel dengan sampul foto idol K-Pop di toko buku daring yang tersebar luas, padahal kita tidak boleh menggunakan hal tersebut apalagi di cover buku dan menyebarkannya ke seluruh Indonesia karena pada nyatanya, face claim tersebut mempunyai hak cipta atas diri mereka sendiri karena mereka adalah seorang artis.

Kalau penerbit dan penulis mau ‘melepaskan’ semua atribut fandom—mulai dari tidak lagi memakai face claim pada isi atau cover buku, tidak memakai nama artis tersebut, dan tidak mengkaitkan artis tersebut dalam hal apa pun termasuk dengan promosi—maka, Fanfiksi atau Alternate Universe tersebut sudah menjadi original fiction dan memungkinkan untuk disebarluaskan.

Contoh kasus dari luar negeri ialah buku After karya Anna Todd atau Fifthy Shades of Grey karya E.L. James. Dua karya tersebut merupakan sebuah fanfiksi pada awalnya, tetapi setelah diterbitkan semua hal yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan atribut fandom, penulis dan penerbit ‘melepaskan’ hal tersebut dan mengemasnya menjadi seoriginal mungkin dan terjadilah original fiction yang bebas.

Mereka tidak lagi menyangkutpautkan atribut fandom dalam hal apa pun, termasuk promosi buku tersebut. Bahkan, dua buku tersebut sudah dijadikan film yang termasuk sukses di pasaran.

Jadi, kesimpulannya ialah sudah banyak penerbit dan penulis yang memang menerbitkan buku fanfiksi atau AU di Indonesia maupun luar negeri. Akan tetapi, harus diakui bahwa saat menyebarluaskan cerita tersebut penulis dan penerbit harus wajib melepaskan hal-hal yang berkaitan dengan fandom, suka tidak suka, mau tidak mau.

Jika, tetap tidak rela atau tidak mau, penulis atau penerbit harus mempunyai izin dari yang bersangkutan atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan apa pun dari buku tersebut.

Pernah ada kasus di Indonesia yaitu suatu karya Alternate Universe masih memakai nama idola di buku atau pun saat akan dijadikan ke layar lebar, makan penggemar idola tersebut menuntut keadilan karena mereka tahu bahkan penulis atau pun penerbit tidak membuat izin ke pemegang hak cipta.

Kalau bisa, hal tersebut tidak perlu terjadi lagi karena akan membuat kegaduhan para penggemarnya karena hal tersebut memang sudah menyebar sampai luar Indonesia. Maka dari itu, semua pihak—penulis, penerbit, dan pembaca—harus lebih bijak untuk melihat atau mengkomersialkan sebuah karya. Kita harus tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan agar semua aman dan nyaman untuk semua orang.

Dan juga, jika penulis dan penerbit dapat memahami bagaimana hukum yang ada dan melepaskan semua atribut fandom, tidak akan membuat antusias pembacanya hilang sehingga tidak ada yang ingin membeli karya tersebut karena memang pembaca akan melihat dari bagaimana cerita itu dibuat.

Ratna Komalasari
Ratna Komalasari
Mahasiswi Politeknik Negeri Media Kreatif Jurusan Penerbitan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.