Tahun 2019 ini, publik dikejutkan dengan sederet kasus yang menimpa Garuda Indonesia. Pertama, kasus kartu menu bertulis tangan yang membuat Garuda Indonesia merilis larangan penumpang untuk mengambil foto dan video di dalam pesawat.
Kedua, kasus penyajian laporan keuangan yang tidak sesuai dengan standar akuntansi yang menyebabkan Garuda Indonesia dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta.
Ketiga, kasus penyelundupan Harley Davidson dan dua sepeda Brompton beserta aksesorisnya oleh Direktur Utama (Dirut) PT. Garuda Indonesia, Ari Askhara, yang berujung dengan pemecatan Ari Askhara sebagai Dirut PT. Garuda Indonesia. Sederet kasus tersebut membuat kepercayaan publik menjadi menurun terhadap kinerja Garuda Indonesia.
Pasca kasus penyelundupan Harley Davidson dan dua sepeda Brompton beserta aksesorisnya oleh mantan Direktur Utama PT. Garuda Indonesia, Garuda Indonesia kembali menjadi sorotan publik karena laporan karyawannya yang tergabung dalam Ikatan Awak Kabin Garuda (Ikagi) ke Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengenai kebijakan perusahaan yang merugikan karyawan selama masa jabatan Ari Askhara sebagai Direktur Utama (Dirut) PT. Garuda Indonesia. Kebijakan tersebut mulai dari mutasi hingga larangan ikut terbang (grounded).
Selain itu, kebijakan lainnya adalah jam terbang yang melewati batas dirasa kurang manusiawi. Pramugari yang biasanya terbang ke luar negeri ada jeda waktu istirahat 3 hingga 4 hari menjadi dipaksa terbang pulang-pergi (PP) ke luar negeri. Penerbangan PP ini membuat para pramugari menjadi tidak fit karena harus selalu siaga dan tidak boleh tidur selama penerbangan. Sekjen Ikagi, Jacqueline Tuwanakotta, menjelaskan, kebijakan pramugari harus terbang PP luar negeri membuat beberapa diantaranya harus diopname.
Ketua Ikagi, Zaenal Muttaqin, dalam acara Sapa Indonesia Malam yang ditayangkan di kanal Youtube Kompas TV menjelaskan bahwa selama masa jabatannya, Ari Askhara sering melakukan tindakan sewenang-wenang.
Beliau mengungkapkan sejak lama di dalam tubuh Garuda Indonesia terdapat sebuah tim loyal yang mendukung Ari Askhara sebagai Dirut. Tim tersebut berisi sebagian serikat pekerja dan teman-teman yang loyal kepada Ari Askhara. Orang-orang yang loyal terhadap Ari Askhara akan mendapat keuntungan dalam sturktur organisasi Garuda. Dan orang-orang yang melawan, akan mendapatkan hukuman seperti mutasi, turun jabatan, larangan ikut terbang (grounded) dan bahkan dikeluarkan dari perusahaan Garuda Indonesia.
Ditambah lagi, muncul skandal “wanita simpanan” mantan Dirut Garuda Indonesia yang merupakan oknum pramugari Garuda Indonesia heboh di pemberitaan media massa dan media sosial. Dikabarkan bahwa semua kebijakan-kebijakan ‘ngawur’ yang dikeluarkan Ari Askara semasa menjabat dikarenakan adanya campur tangan dari wanita yang disebut-sebut sebagai simpanannya itu. Hal ini menunjukkan bahwa mantan Dirut Garuda tidak bersikap fairness dan professional dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, adanya kebijakan sewenang-wenang yang membuat paradigma Direktur Utama Garuda Indonesia bak raja yang harus selalu dipatuhi menjadikan organisasi ini tidak dapat berkembang . Karena dibalik tindakan sewenang-wenangnya itu didasari oleh kepentingan pribadi, sehingga jelas akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Hal tersebut menunjukkan adanya tata kelola yang tidak baik di Garuda Indonesia ketika dipimpin mantan Dirut, Ari Askhara. Garuda Indonesia memerlukan strategi untuk berbenah diri agar mendapatkan kepercayaan dari publik sebagai stakeholders (pemangku kepentingan). Strategi yang dapat dilakukan Garuda Indonesia diantaranya dengan memperbaiki implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan perombakan direksi secara besar-besaran. Karena berdasarkan pemaparan dari ketua Ikagi, terdapat tim yang memang loyal kepada mantan Dirut Garuda Indonesia, kemungkinan besar terjadi kerjasama dalam hal yang tidak baik sangat besar terjadi. Contohnya seperti kasus penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton. Penyelundupan tersebut tidak dapat terlaksana jika tidak ada kerjasama antara Dirut Garuda dengan manajer dan karyawan Garuda yang bertugas saat itu.
Selain itu, nampaknya praktek nepotisme terjadi secara masih dalam tubuh organisasi Garuda Indonesia yang dipimpin oleh Ari Askhara. Berdasarkan pernyataan ketua Ikagi, orang-orang yang loyal kepada Ari Askhara akan mendapatkan posisi dalam organisasi Garuda Indonesia. Oleh karena itu, budaya organisasi yang buruk ini harus diberantas terlebih dahulu agar organisasi dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga tujuan dari organisasi tercapai.
Hama tanaman yang menempel pada tanaman sehat harus dicabut hingga ke akar-akarnya sehingga tidak tumbuh lagi. Begitu pula dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Jika hanya kepalanya saja yang dicabut, akar-akarnya masih bisa tumbuh dan berkembang lagi sehingga praktek serupa bisa saja terjadi lagi.
Pemerintah dalam hal ini Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat melibatkan KPK dalam penyaringan direksi Garuda Indonesia. Keterlibatan KPK ini bertujuan agar direksi yang terpilih terhindar dari segala macam kepentingan yang nantinya akan merugikan perusahaan terutama dari praktik korupsi. Sehingga perusahaan mendapatkan kepercayaan publik kembali, dapat tumbuh secara berkesinambungan, dan tentu saja memperoleh keuntungan.
KPK berperan sebagai filter yang netral ketika pemilihan direksi. Hal tersebut berguna untuk menjaga profesionalitas dan transparansi dalam proses berjalannya seleksi direksi. Dengan begitu, calon direksi yang terpilih diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak terpengaruh dengan kepentingan pihak lain yang ingin memanfaatkan jabatannya.
Selain itu, peran Kementrian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga diperlukan untuk membenahi BUMN utamanya Garuda Indonesia. Mengingat Garuda Indonesia juga mempunyai riwayat pelanggaran mengenai penyajian laporan keuangan yang tidak sesuai dengan standar akuntansi dan juga saham Garuda Indonesia diperdagangkan di bursa efek. Kementrian BUMN dan OJK perlu bekerjasama mengawasi agar perusahaan pelat merah berjalan sesuai dengan visi misinya serta sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Direktur Utama PT. Garuda Indonesia yang baru tentu akan mengemban beban berat pasca kasus kasus yang menimpa Garuda Indonesia ini. Publik berharap agar masalah internal Garuda Indonesia ini dapat segera selesai dan segala kebijakan-kebijakan ngawur yang dibuat dapat dihapus. Sehingga para karyawan PT. Garuda Indonesia dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan pengguna jasa penerbangan Garuda Indonesia merasa nyaman dana man kembali.