Rabu, April 24, 2024

Apa Kabar Reformasi Ekonomi Indonesia?

Anton Setyawan
Anton Setyawan
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta

Bulan Mei tahun 2018 ini genap 20 tahun sebuah era yang seringkali disebut dengan era reformasi, yang dimulai dari tanggal 21 Mei 1998 pada saat Presiden Soeharto turun dari kekuasaannya. Angkatan 1998 menganggap bahwa ini adalah hasil perjuangan mereka dalam mencatatkan sejarah di Indonesia dengan menegakkan era demokrasi. Semangat reformasi yang kemudian dilanjutkan dengan perubahan tatanan politik sampai saat ini.

Reformasi diartikan sebagai sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini yang mendasari reformasi politik tahun 1998 kemudian menjadi dasar bagi reformasi di semua sektor kehidupan termasuk ekonomi. Masalah ekonomi adalah katalis terjadinya reformasi politik tahun 1998 yang diawali dengan melemahnya kurs Rupiah dan selanjutnya terjadi masalah keruntuhan sektor perbankan di Indonesia.

Masa tahun 1998 adalah masa berakhirnya kegemilangan kinerja ekonomi Indonesia yang sempat disebut Bank Dunia akan menjadi Macan Ekonomi Baru di Asia. Sejak akhir 80-an sampai dengan tahun 1996, Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun, sesuatu yang sulit diulangi oleh pemerintahan pasca Soeharto.

Pada tahun 1997-1998 depresiasi Rupiah terhadap US Dollar menjadi penyebab efek berantai dengan muara akhir pada krisis multidimensi. Pada masa itu, perekonomian mengalami kelimpungan karena hutang luar negeri swasta yang tidak terkontrol. Perbankan swasta pada masa itu adalah pihak yang paling banyak mempunyai hutang luar negeri. Sektor swasta pada tahun 1997 belum berkewajiban melaporkan lalu lintas devisa sehingga statistic hutang luar negeri lemah.

Gagal bayar yang dialami perbankan swasta menyebabkan sektor keuangan mengalami bleeding. Atas rekomendasi IMF pada waktu itu, 11 bank swasta nasional ditutup dan hal ini memicu krisis ekonomi Indonesia. Hutang luar negeri swasta ini pada akhirnya diambil alih pemerintah dengan mekanisme pihak swasta menyerahkan asset melalui sebuah lembaga bernama Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Adakah Perubahan Struktur Ekonomi?

20 tahun setelah krisis ekonomi tahun 1998 ada banyak perbaikan kebijakan ekonomi. Pengawasan terhadap hutang luar negeri swasta, kejelasan dalam regulasi bisnis dan ada banyak paket kebijakan ekonomi yang intinya merupakan deregulasi untuk memperbaiki iklim bisnis. Namun demikian, kinerja ekonomi Indonesia dalam 20 tahun terakhir tidak lagi bisa pulih seperti sebelum krisis ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca krisis ekonomi 1998 tidak pernah bisa mencapai 7 persen. Pada era Presiden Megawati yang bisa jadi merupakan awal pemulihan ekonomi, angka pertumbuhan ekonomi hanya mencapi 4,8 persen. Situasi membaik pada masa Presiden SBY dengan angka pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen lebih. Masa Presiden Jokowi pada tahun kedua pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,1 persen.

Kondisi terbaru saat ini mata uang Rupiah melemah menjadi Rp 14.000 per Dollar AS. Sebuah kondisi yang mirip dengan masa sebelum krisis ekonomi tahun 1998. Pengelolaan hutang luar negeri saat ini jauh lebih baik sehingga pelemahan Rupiah dampaknya bisa diminimalisir. Sektor swasta melakukan hedging sehingga hutang luar negeri atau transaksi bisnis dengan mata uang Dollar sudah diperhitungkan resikonya.

Pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2000, salah satu dampak positif melemahnya kurs Rupiah adalah adanya windfall profit pada ekspor komoditas ekspor dan produk UMKM.  Pada masa itu, Rupiah yang terpuruk sampai dengan Rp 16.000 per Dollar AS menyebabkan komoditas ekspor Indonesia yang berupa komoditas primer seperti kelapa sawit, karet, batubara dan bahan tambang lainnya mempunyai daya saing kuat karena harganya menjadi lebih murah.

Selain itu, produk-produk UMKM yang layak ekspor seperti mebel dan kerajinan juga mampu bersaing di pasar internasional, karena bahan baku lokal dan harganya di pasar internasional juga murah. Presiden Jokowi sendiri adalah salah satu pengusaha lokal yang merasakan dampak positif dari meningkatnya ekspor produk mebel dan kerajinan ini, sehingga bisa mendukung karier politiknya.

Kondisi krisis tahun 1998 yang juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia ternyata tidak memberikan pelajaran bagi pemerintah pasca Soeharto untuk melakukan reformasi di sektor industri. Kita tidak memanfaatkan momentum untuk membangun industri lokal yang kuat dengan dukungan sektor primer sehingga mampu bersaing di pasar global dengan daya saing non harga.

20 tahun reformasi ternyata tidak memunculkan kebijakan industri yang berlandaskan master plan komprehensif untuk membangun industri nasional yang kuat. Akibatnya pada saat Rupiah melemah saat ini, Indonesia tidak bisa mendapatkan keuntungan karena harga komoditas primer saat ini fluktuatif dan cenderung rendah, serta produk UMKM Indonesia saat ini kalah bersaing dengan produk serupa dari Tiongkok dan Vietnam karena kita lupa membangun daya saing UMKM dengan keunggulan non harga.

Perencanaan Pembangunan

Reformasi ekonomi terkait dengan kebijakan pembangunan ternyata berjalan di tempat. Demokrasi politik yang menjamin kebebasn berekspresi dan peningkatan partispasi masyarakat dalam politik mempunyai implikasi negative terhadap kebijakan ekonomi. Perencanaan pembangunan menjadi sesuatu yang rumit bagi pemerintah pasca Orde Baru.

Hal ini terjadi karena dua hal, pertama, pergantian rezim dengan prioritas kebijakan pembangunan yang berbeda sehingga mengabaikan perencanaan jangka panjang. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pada masa Orba menjadi landsan kebijakan perencanaan pembangunan jangka panjang, saat ini hanya menjadi dokumen saja.

Kedua, otonomi daerah yang membuat koordinasi lintas fungsi dan lintas pemerintah daerah menjadi sangat sulit dan berdampak langsung pada kualitas perencanaan pembangunan. Titik-titik pertumbuhan ekonomi di daerah memang muncul tetapi karena tidak ada koordinasi yang baik, maka integrasi perekonomian lintas daerah tidak terjadi, bahkan kemudian memunculkan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah. Hal ini menyebabkan ada kecenderungan meningkatnya gini ratio Indonesia. Pada masa Orba angka Gini Ratio mencapai 0,35 dan saat ini menjadi 0,4 secara nasional.

20 tahun reformasi politik menghasilkan kehidupan demokrasi dan partisipasi masyarakat sipil dalam kehidupan politik, namun reformasi ekonomi ternyata tidak menghasilkan kinerja ekonomi yang lebih baik. Perekenomian memang tumbuh positif tetapi tidak cukup untuk mengatasi masalah-masalah struktural yaitu pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan kesejahteraan.

Anton Setyawan
Anton Setyawan
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.