Jumat, Maret 29, 2024

Apa Itu Agnostik?

Air Langga
Air Langga
I write aspiring to become a professional writer

Definisi dari agnosticism adalah seorang atau perkumpulan yang mengklaim atau tidak mengklaim tentang keberadaan tuhan. Banyak orang yang menilai agnosticism adalah sebagian alternatif dari atheisme.

Akan tetapi, kebanyakan orang biasanya memberi gagasan yang keliru tentang definisi dari atheisme itu sendiri. Yang jelas, agnosticism adalah sebuah pengetahuan, dan pengetahuan adalah sebuah masalah yang bersambungan, tapi juga terpisah dari sebuah kepercayaan yang keberadaanya berada di wilayah theism dan atheism.

Tanpa pengetahuan

A = tanpa

gnosis = Pengetahuan

Bisa di artikan bahwa Agnostic adalah tanpa pengetahuan. Mungkin secara teknis itu benar. Akan tetapi, untuk menggunakan kata tersebut bisa di masukan kedalam referensi pengetahuan lain juga.

Terlepas dari kemungkinan penggunaan makna yang seperti itu, istilah agnosticism tetap digunakan secara eksklusif sehubungan dengan satu masalah, seperti “Apakah tuhan itu ada atau tidak?”. Setiap orang yang mengklaim bahwa pengetahuan seperti itu ialah “gnostik” (perhatikan huruf kecil ‘g’).

Di sini “gnostik” tidak mengacu pada sistem keagamaan yang dikenal sebagai Gnostisisme, melainkan jenis orang yang mengaku memiliki pengetahuan tentang keberadaan tuhan itu sendiri. Karena kebingungan seperti itu bisa datang dengan mudah dan kapan pun. Karena pada umumnya, ada sedikit panggilan untuk label seperti itu dan kecil kemungkinan Anda akan menggunakannya sebagai kontras untuk membantu menjelaskan agnosticism.

Bukan hanya keraguan

 

Kebingungan tentang agnosticism sendiri biasanya muncul ketika orang berasumsi kalau “agnosticism” sebenarnya adalah seseorang dengan keraguan tentang apakah tuhan itu ada atau tidak, dan juga “atheism” yang terbatas pada “atheism yang kuat”. Jika asumsi itu benar, maka akan mudah untuk menyimpulkan bahwa agnosticism adalah semacam “jalan ketiga” antara atheism dan theism. Akan tetapi, semua asumsi tersebut tidak benar.

Mengomentari situasi ini, Gordon Stein menulis dalam bukunya yang berjudul “The Meaning of Atheism and Agnosticism”:

Jelas, jika theism adalah kepercayaan pada Tuhan dan atheism adalah kurangnya kepercayaan pada Tuhan, tidak ada yang namanya posisi ketiga atau jalan tengah.  Siapapun bisa saja percaya atau tidak percaya pada keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, definisi yang sebelumnya di jelaskan tentang atheism telah menjadikan ketidakmungkinan penggunaan umum agnosticism untuk mengartikan kepercayaannya kepada Tuhan. Makna literal dari agnostic sendiri adalah orang yang berpendapat bahwa beberapa aspek realitas tidak dapat diketahui.

Oleh karena itu, seorang agnostic bukan sekadar seseorang yang menunda penilaian atas suatu masalah, melainkan orang yang menunda penilaian karena dia merasa bahwa “subjeknya” tidak dapat diketahui dan tidak ada penilaian yang dapat dibuat. Oleh karena itu, mungkin bagi seseorang bisa saja tidak percaya pada Tuhan (seperti yang tidak dilakukan Huxley) dan masih menangguhkan sebuah penilaian (yaitu, menjadi seorang agnostik) tentang apakah seseorang mungkin bisa memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Orang seperti itu mungkin akan menjadi agnostic atheis. Mungkin juga bisa untuk mempercayai keberadaan suatu gaya di belakang alam semesta, tetapi hanya untuk berpendapat saja (seperti yang dilakukan Herbert Spencer) Orang seperti itu akan menjadi agnostic theistic.

Filosofi

Secara filosofis, agnosticism dapat digambarkan sebagai dasar dari dua prinsip yang terpisah. Prinsip pertama adalah epistemologis, karena bergantung pada cara empiris dan logis untuk memperoleh pengetahuan tentang dunia.  Prinsip kedua adalah moral, karena prinsip tersebut menegaskan bahwa kita memiliki kewajiban etis untuk tidak mengklaim atas ide-ide yang tidak dapat kita dukung secara memadai. Baik melalui bukti maupun logika.

Jadi, jika seseorang tidak dapat mengetahui keberadaannya, atau setidaknya mengetahui dengan pasti keberadaanya, jika mereka meyakini keberadaan tuhan, maka mereka dapat menggunakan istilah “agnostic” dengan tepat untuk menggambarkan diri mereka sendiri. Di saat yang sama, seseorang mungkin bersikeras mencari kebenaran pada tingkat tertentu untuk mengklaim bahwa tuhan pasti ada atau pasti tidak ada. Ini adalah dimensi etis dari agnosticism, yang muncul dari gagasan bahwa atheism yang kuat atau theism yang kuat tidak dibenarkan oleh apa yang kita ketahui saat ini.

Meskipun sekarang kita memiliki gagasan tentang apa yang orang-orang ketahui, kita tidak benar-benar tahu apa yang mereka yakini. Seperti yang dijelaskan Robert Flint dalam bukunya tahun 1903 yang berjudul Agnosticism.

Agnosticism adalah: sebuah teori tentang pengetahuan, bukan tentang agama. Seorang theis dan seorang yang beragama (Believers) mungkin mereka adalah agnostic, sedangkan seorang atheis mungkin bukan seorang agnostic. Seorang atheis mungkin menyangkal bahwa Tuhan itu ada, dan dalam hal ini atheismenya bersifat dogmatis dan bukan agnostic. Atau dia mungkin menolak untuk mengakui bahwa Tuhan itu ada hanya atas dasar bahwa dia tidak merasakan bukti keberadaannya dan menganggap argumen yang diajukan sebagai bukti yang tidak valid. Dalam hal ini atheismenya kritis, bukan agnostic.

Ini adalah fakta sederhana bahwa beberapa orang tidak berpikir untuk mengetahui sesuatu dengan pasti, tetapi tetap percaya bahwa beberapa orang tidak dapat mengklaim untuk mengetahui dan memutuskan bahwa itu adalah alasan yang cukup untuk tidak percaya. Jadi, agnosticsm bukanlah sebuah alternatif, tetapi “jalan ketiga” antara atheisme dan theisme, karena isu terpisah yang cocok dengan keduanya.

Orang believers dan atheis

Faktanya, mayoritas orang yang menganggap diri mereka atheis atau theis juga dapat dibenarkan untuk menyebut diri mereka agnostic. Sangat sering terjadi, misalnya, seorang theis bersikukuh pada keyakinan mereka, tetapi juga bersikukuh pada kenyataan bahwa keyakinan mereka didasarkan pada iman dan bukan pada pengetahuan yang absolut dan tak terbantahkan.

Selain itu, beberapa tingkat agnosticism terbukti pada setiap theis yang menganggap tuhan mereka “tak terduga” atau “bekerja dengan cara yang misterius”. Ini semua mencerminkan kurangnya pengetahuan mendasar di pihak orang yang believers sehubungan dengan sifat dari apa yang mereka klaim untuk di percayai. Mungkin tidak sepenuhnya masuk akal untuk memiliki keyakinan yang kuat dalam ketidaktahuan yang diakui seperti itu. Namun tampaknya memang jarang terjadi untuk bisa menghentikan siapa pun.

Air Langga
Air Langga
I write aspiring to become a professional writer
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.