Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini menjadi simbol kemajuan peradaban sekaligus sumber kekhawatiran global. Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi ini tidak hanya mengubah cara manusia bekerja, belajar, dan berinteraksi, tetapi juga mulai memengaruhi dinamika keamanan dunia.
Dari sistem pertahanan canggih hingga algoritma yang mampu memprediksi ancaman, AI menawarkan efisiensi dan kecerdasan yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, di balik semua potensi itu, tersembunyi risiko yang semakin nyata: penyalahgunaan AI oleh aktor negara maupun non-negara yang dapat mengguncang stabilitas politik, ekonomi, dan militer suatu negara.
Lebih jauh, kehadiran AI telah menantang konsep tradisional tentang keamanan nasional dan internasional. Jika dahulu ancaman terhadap kedaulatan negara identik dengan kekuatan militer konvensional, kini bahaya bisa datang dari kode algoritma yang berjalan di balik layar. Serangan siber, penyebaran deepfake, propaganda digital, hingga senjata otonom berbasis AI memperlihatkan bagaimana teknologi ini dapat digunakan untuk menyerang tanpa peluru. Pertanyaannya pun menjadi semakin relevan: apakah kemajuan AI benar-benar memperkuat sistem keamanan global, atau justru membuka babak baru dari ketidakpastian dan kerentanan internasional?
Dampak AI dalam Bidang Pertahanan
Perkembangan kecerdasan buatan (AI) membawa dampak signifikan dalam bidang pertahanan, baik bagi keamanan nasional maupun internasional. Di satu sisi, AI meningkatkan efisiensi operasional militer dengan kemampuan menganalisis data intelijen dalam waktu singkat, mengoptimalkan strategi pertahanan, serta memperkuat keamanan siber guna melindungi infrastruktur vital negara. AI juga memungkinkan pengembangan sistem senjata otonom seperti drone tempur yang dapat melakukan navigasi dan penargetan otomatis, sehingga memberi keunggulan strategis bagi negara yang menguasainya. Manfaat ini menjanjikan percepatan dan efektivitas besar dalam sistem pertahanan modern.
Namun, di sisi lain, penggunaan AI dalam pertahanan menimbulkan risiko yang tidak bisa diabaikan. Ketergantungan berlebihan pada teknologi membuat sistem pertahanan rentan terhadap peretasan dan kesalahan teknis, sementara dilema etika dan hukum muncul terkait penggunaan senjata otonom yang berpotensi melanggar hukum humaniter internasional.
Lebih jauh, AI juga dapat dimanfaatkan oleh aktor non-negara dalam bentuk perang asimetris, misalnya melalui penggunaan drone murah atau serangan siber untuk melemahkan negara yang lebih kuat. Kondisi ini memperlihatkan bahwa meskipun AI dapat memperkuat pertahanan, tanpa regulasi internasional yang jelas dan mekanisme pengawasan yang ketat, teknologi ini justru berpotensi memperburuk instabilitas global.
Scam Finansial AI dan Eksploitasi Kepercayaan Digital
Salah satu contoh nyata adalah kasus di Italia di mana para pelaku menggunakan teknologi AI untuk meniru suara Menteri Pertahanan Italia, Guido Crosetto. Mereka menelepon para tokoh bisnis terkenal, termasuk pendiri merek mode dan pemilik klub sepak bola, dengan narasi bahwa mereka harus mengirim dana darurat untuk membebaskan jurnalis Italia yang diculik di Timur Tengah. Karena suara yang terdengar sangat meyakinkan dan konteksnya tampak darurat, salah satu korban Massimo Moratti tertipu hingga mengirim hampir satu juta euro ke rekening asing, percaya bahwa pemerintah akan mengganti setelahnya.
Kasus ini memperlihatkan bagaimana kepercayaan digital dieksploitasi melalui penggunaan AI generatif dalam komunikasi langsung, memicu risiko keuangan besar dan kerusakan reputasi. Keamanan nasional juga dipertaruhkan karena pihak penipu bisa menggunakan identitas pejabat negara sebagai alat untuk menipu korporasi atau individu kaya, yang kemudian bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan. Selain itu, sifat lintas batas dari transaksi finansial membuat upaya penanggulangan dan pemulihan dana menjadi kompleks seperti dalam kasus ini di mana dana berhasil dibekukan di Belanda, tetapi belum tentu mudah untuk dikembalikan secara penuh atau diadili pelaku secara efektif.
Dapat ditegaskan bahwa kecerdasan buatan bukan sekadar kemajuan teknologi, melainkan juga medan baru dalam kontestasi keamanan global. Di satu sisi, AI menawarkan peluang besar untuk meningkatkan efektivitas pertahanan dan efisiensi intelijen; namun di sisi lain, ia menghadirkan ancaman nyata terhadap stabilitas politik, ekonomi, dan sosial jika jatuh ke tangan yang salah.
Tantangan terbesar bukanlah pada AI itu sendiri, melainkan pada bagaimana manusia mengatur, mengawasi, dan menggunakan teknologi ini dengan tanggung jawab etis dan hukum yang kuat. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi internasional yang transparan dan regulasi yang adaptif agar AI tidak menjadi sumber ketakutan baru, melainkan instrumen bagi terciptanya keamanan yang berkelanjutan di tingkat nasional maupun global.