Jumat, April 19, 2024

Anjuran Resolusi Tahun Baru dari Nietzsche

Ekananda Bintang
Ekananda Bintang
Pembaca buku apa saja

Tahun baru 2018 telah tiba. Tahun baru tentu identik dengan orang-orang yang ingin membuat resolusi atas kehidupan yang telah dan akan dijalani. Menurut sebuah riset, hampir separuh orang Amerika Serikat membuat resolusi tahun baru, namun hanya kurang dari 10 persen yang merasa berhasil mewujudkan atau menepati resolusi tersebut.

Pada dasarnya, membuat resolusi adalah mebuat sebuah janji. Mungkin kita melupakan janji tersebut hanya dua minggu setelah membuatnya. Mungkin kita mempunyai jalan hidup baru, sehingga resolusi yang pernah dibuat sudah tidak relevan lagi. Atau mungkin, kita hanya mengabaikannya begitu saja. Sebelum membuat resolusi-resolusi itu, ada baiknya kita memikirkan beberapa hal.

Membuat janji atau resolusi bukanlah suatu hal yang buruk, tetapi ada tantangan besar untuk menepati janji yang telah dibuat. Seorang filsuf Jerman terkenal, Friedrich Nietzsche, dalam bukunya Genealogy of Morals menjelaskan bahwa yang membedakan manusia dari makhluk lain adalah bahwa kita mempunyai “hak untuk membuat janji-janji.”

Janji adalah sebuah jalan bagi kita untuk menyatakan masa depan yang belum pasti, jalan untuk memproyeksikan akan seperti apa kita pada hari, bulan dan tahun mendatang. Berjanji juga berarti menjaga identitas atau nama baik seseorang yang membuat janji itu sendiri.

Mengapa binatang tidak membuat janji? Karena mereka tidak mengerti konsep atas diri mereka sebagai individu yang memiliki identitas. Mungkin, beberapa binatang dapat memiliki rasa bersalah, tetapi tentu bukan karena mereka berjanji dan melanggar janji yang sudah dibuat itu. Nietzsche menyarankan agar kita terus berusaha membuat janji supaya kita tidak terdegradasi ke dalam kelas binatang.

Namun, uniknya, Nietzsche tidak mengatakan bahwa kita harus menjaga resolusi atau janji yang sudah kita buat. Terkadang, ongkos yang harus dibayar terlalu mahal. Untuk memenuhi semua resolusi yang kita buat tanpa memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi kemudian mungkin bukanlah suatu hal yang bijaksana, jika tidak ingin disebut angkuh.

Sebagai contoh, mungkin kamu ingin menurunkan berat badan hingga beberapa kilogram, tetapi ternyata gula darahmu justru menurun drastis setiap kali kamu beraktivitas selama lebih dari dua jam tanpa cemilan, dan kamu selalu hampir pingsan karena hal tersebut. Tentu itu bukanlah resolusi yang tepat.

Contoh lainnya, mungkin kamu memiliki resolusi untuk tidak berpacaran dan fokus pada pengembangan karir, tetapi ternyata ada seseorang baru di tempat kerjamu yang menarik dan kamu harus bertemu dengannya setiap hari. Artinya, dengan beberapa informasi dan pengalaman baru yang kita alami setelah membuat resolusi-resolusi, kita boleh saja untuk meninggalkan beberapa resolusi tersebut tanpa perlu merasa bersalah.

Filsuf pada zaman Romantik mengatakan bahwa kita tidak perlu merasa diperbudak oleh pandangan yang kita pegang di masa lalu. Diri kita sepenuhnya terus mengalami perubahan dan terus tumbuh. Jiwa filsuf Romantik adalah mereka yang siap untuk memusnahkan diri mereka yang lama dan tumbuh menjadi jiwa yang baru. Seperti karakter protagonis karangan Nietzsche yang paling terkenal Zarathustra mengatakan, “Engkau harus membakar diri dalam apimu sendiri; bagaimana engkau bisa menjadi jiwa yang baru jika engkau tidak menjadi abu terlebih dahulu.”

Bagi para eksistensialis seperti Jean-Paul Sartre, keengganan kita untuk “membakar diri dalam apimu sendiri”, untuk merubah pandangan atau janji yang sudah kita buat, dapat menjadi salah satu tanda “bad faith” atau “la mauvaise soi”. Bad faith adalah sebuah situasi pada saat kita menolak kehendak bebas yang selalu kita inginkan. Bad faith, menurut Sartre, adalah hal yang buruk karena kita menyangkal inti metafisik dari menjadi manusia yaitu kebebasan radikal. Kebebasan radikal berarti kita secara radikal bertanggung jawab atas keputusan untuk menjaga atau merubah resolusi-resolusi yang telah kita buat.

Jadi, teruskanlah untuk membuat resolusi atau janji. Kita memiliki hak untuk membuat janji. Dan, kita juga punya hak untuk merubahnya. Tapi, buatlah janji atau resolusi tersebut secara sungguh-sungguh, jangan hanya asal membuat apalagi pada saat kamu dalam keadaan mabuk.

Ekananda Bintang
Ekananda Bintang
Pembaca buku apa saja
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.