Senin, April 29, 2024

Anies Baswedan dan Kebangkitan Arab-Hadrami Jilid 2

Athoilah Aly Najamudin
Athoilah Aly Najamudin
Peneliti Muda, sekaligus Dosen Fakultas Dakwah IAI Ibrahimy Genteng Banyuwangi

Anies Rasyid Baswedan merupakan tokoh yang mewakili representasi dari kelompok minoritas, yaitu kelompok diapora Arab-Hadrami yang tampil menjadi pemimpin nasional.

Ayahnya, Rasyid Baswedan merupakan seorang dosen mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Rasyid juga pernah menjabat wakil rektor di UII pada periode 1990 -1993.

Sedangkan Kakeknya, Abdurahman Baswedan merupakan pahlawan nasional, semasa hidupnya, dia dikenal sebagai seorang jurnalis, diplomat.

Abdurahman Baswedan pernah menjadi Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional (BP-KNIP), anggota Parlemen, dan Anggota Dewan Konstituante.

Abdurahman Baswedan salah satu diplomat pertama Indonesia dan berhasil mendapat de jure dan de facto pertama bagi eksistensi Republik Indonesia dari Mesir.

Pembacaan perjalanan Anies Baswedan bagian yang terpisahkan tentang proses dinamika diaspora Arab, hari ini terjadi, terefleksikan dari perjalanan sejarah di Indonesia.

Sejarah mencatat tentang kedatangan orang Arab di Indonesia lebih dari satu abad, sejak kajian klasik Van Den Berg mengenai komunitas Arab-Hadrami dipublikasikan,  sebagian besar orang keturunan Arab di Indonesia berasal dari Hadramaut (Yaman). Ia menyebutkan bahwa di zaman kolonial, selain Pulau Jawa, Indonesia Timur menjadi tujuan bermigrasi orang Hadramaut.

Proses dinamika keturunan Arab di Indonesia, turut mewarnai proses pergulatan identitas. Di zaman Kolonial kelompok Arab mengalami proses segregrasi oleh sistem wijkenstentsel atau perkampungan, hal ini kita bisa temukan berbagai Kampung Arab di daerah pesisir pantai utara Jawa, Sumatera dan berbagai wilayah Indonesia Timur.

Di tengah diskriminasi yang diberlakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, orang Arab-Hadrami memainkan peranan mereka baik di bidang social, politik, maupun ekonomi.

Ismail Fajrie Alatas menuliskan bahwa kelompok Arab-Hadrami turut ambil bagian dalam memperluas pasar bisnis, dan memetik hasilnya, dan mengirimkan kembali ke tanah Hadramaut.

Mobbeneh Kesseh juga menuliskan, pada awal abad 20, hasil dari proses diaspora Hadrami pendirian institusi – institusi pendidikan modern, seperti Jam’iyyat Khair dan Jamiiyah Al-Islah Wa Al-Irsyad.

Kedua kelompok besar dalam internal menghasilkan kelompok besar, pertama, kelompok tradisionalis (Jamiiyat Khair) yang diisi golongan Alawiyin dan kedua, reformis yang diisi golongan Al-Irsyad.

Kedua kelompok menunjukkan pertentangan yang sama di tanah asal, yakni hadramaut, tetapi menjadi perdebatan di tanah air yang baru.

Perdebatan doktrinal terjadi, kelompok yang mempertangkan kelas suci, antara kelompok sayyid dan kelompok non sayyid.

Periode berikut, munculnya fase intelektual yang baru yang progresif dalam motor penggerak kebangkitan Arab-Hadrami di Indonesia, baik sayyid maupun non sayyid yang telah mengubah perdebatan menjadi totok dan peranakan.

Puncak pergulatan identitas melahirkan konferensi Sumpah Pemuda Arab pada Oktober 1934, sumpah pemuda kelompok Arab ini motor perjuangan adalah Abdurahman Baswedan dan Hoesin Bafagieh.

Isi Sumpah Pemuda keturunan Arab: Tanah Air peranakan Arab adalah Indonesia. Karenanya, harus meninggalkan kehidupan isolasi, menyendiri, menggolong. Memenuhi kewajibannya terhadap tanah air dan bangsa Indonesia.

Pengambaran diatas, menunjukkan bagaimana proses adaptasi diri, sebagai masyarakat pendatang hingga dapat bertahan dan tetap mempertahankan identitasnya ke-hadramian.

Abdurahman Rasyid Baswedan, Kakek Anies Baswedan salah satu sedikit keturunan dari Hadrami yang mengalami proses sejarah panjang, hingga perannya memiliki sumbangsih terhadap negara kesatuan Indonesia.

Di tengah kultural masyarakat diaspora Arab di Indonesia, bercirikan konservatif dan mempertahankan tradisi di tanah leluhur.

Abdurahman Rasyid Baswedan memiliki sumbangsih terhadap para diaspora Hadrami di Indonesia, terutama menyiapkan gerakan pemuda peranakan Arab untuk beperang melawan kolonialisme.

Penderitaan di masa kolonialisme, dan proses diskriminasi di tanah rantau, menjadi upaya menyamakan persepsi bahwa perasaan senasip, dan seperjuangan dalam meraih kemerdekaan.

Salah satunya, bukti perjuangan proses integrasi masyarakat peranakan Hadrami, tulisan A.R Baswedan yang secara identias peranakan Arab, walaupun gaya bicara Jawa-Surabaya.

Dalam Artikel itu terpampang foto A.R Baswedan mengenakan Surjan dari Blangkon. Ia menyerukan kepada orang-orang keturunan Arab, agar bersatu membantu perjuangan Indonesia.

Ia mengajak keturunan Arab, seperti dirinya, menganut asas Ius Soli: di mana saya lahir, disitulah tanah airku, pada titik dia menjalani perubahan Haluan yang sangat besar bagi pribadi, dan pada akhirnya menggerakkan perjalanan Indonesia.

Peranan demikian, membawa perubahan progresif terutama internal masyarakat diaspora Hadrami di Indonesia, sebagian dari mereka banyak menyambut ide-ide besar kemerdekaan.

Pasca kemerdekaan, orang Hadrami sebagian menerima tanah air Indonesia, namun sebagian orang Hadrami masih terjebak proses identitas ke-hadramian.

Sebagian dari mereka, tetap menjadikan tanah Hadramaut, sebagai tanah ideal bagi mereka. Oleh karena itu, proses hubungan kontak dengan keluarga di Hadramaut masih berlanjut, hingga saat ini.

Pasca kolonialisme telah lepas, dan Indonesia menggampai kemerdekaan. Dampak sistem perkampungan di kolonialisme, masih dirasakan. Hal itu tergambarkan, masyarakat Hadrami masih larut dalam proses isolasi diri.

Kebijakan pemerintah di awal kemerdekaan, ketika itu menempatkan orang Hadrami masih kelas kedua, kesulitan akses agraria, dan pengurusan pendudukan masih terjadi.

Tetapi, proses asimilasi melalui kontak perkawinan, dan pembentukan institusi ekonomi dan pendidikan yang menyebabkan orang Hadrami, mulai membuka diri, dan mengembangkan diri, dan telah membaur dengan masyarakat pribumi.

Wal Khasil, Pengambaran  Anies Baswedan, yang pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2014 – 2016, dilanjutkan menjadi Gurbernur DKI Jakarta Periode 2017 – 2022, dan kini menjadi Calon Presiden 2024 -2029, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari proses panjang tentang sejarah orang Hadrami di Indonesia.

Proses transformasi bagi orang Hadrami itu berlangsung, dari kedatangan mereka, bagaimana bertahan diri, hingga bagaimana strategi berasmilasi dan akulturasi, hal itu pada dasarnya perjalanan itu terekam melaui proses sosial, kebudayaan dan politik di Indonesia.

Pembelajaran tokoh hadrami, melalui sosok tokoh Abdurahman Rasyid Baswedan, merupakan tokoh peranakan Arab yang menjadi penggerak masyarakat Hadrami di era kolonialisme, dan fase itulah memulai era kebangkitan hadrami yang pertama.

Dan kini, cucunya Anies Rasyid Baswedan, salah tokoh peranakan Arab yang melanjutkan ide–ide besarnya yang turut mewarnai proses perpolitikan di Indonesia, dan membawa fase baru yakni, kebangkitan hadrami jilid 2.

Athoilah Aly Najamudin
Athoilah Aly Najamudin
Peneliti Muda, sekaligus Dosen Fakultas Dakwah IAI Ibrahimy Genteng Banyuwangi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.