Jumat, April 19, 2024

Politik Panggung Gaya Anies Baswedan

Endang Tirtana
Endang Tirtana
Peneliti Senior MAARIF Institute dan Komisaris Independen PT. Kereta Api Indonesia

Anies Baswedan merupakan perwujudan nyata dari apa yang dibayangkan atau disebut sebagai politik. Ya, Anies adalah politik itu sendiri.  Demikian kira-kira penyederhanaan tentang fenomena Anies dalam perpolitikan nasional kontemporer.

Bagi yang mengikuti sepak terjang Anies sejak awal, gambaran tentang sosok tokoh muda yang bergaris Islam moderat sangat melekat. Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dan PhD ilmu politik dari Amerika Serikat tersebut terpilih sebagai rektor Universitas Paramadina yang merupakan penerus ide-ide pluralisme Nurcholish Madjid atau Cak Nur. 

Anies mulai mengintip-intip dunia politik sejak periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Nama Anies tercatat sebagai anggota Tim 8 yang dibentuk SBY untuk mengatasi seteru Cicak-Buaya (KPK vs Polri). Anies juga menjadi ketua komite etik KPK untuk memeriksa kebocoran sprindik kasus Hambalang.

Anies lalu berlaga dalam konvensi capres Demokrat, yang kemudian dimenangkan oleh Dahlan Iskan. Ironisnya, Partai Demokrat memutuskan absen dalam pertarungan Pilpres 2014. Anies pun banting setir menjadi tim sukses Jokowi-JK dan terlibat dalam Tim Transisi setelah berhasil memenangkan pilpres.

Buah manis diraih Anies dengan masuk dalam kabinet Jokowi jilid pertama, dengan menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai catatan, Anies juga sebelumnya membidani gerakan Indonesia mengajar yang mengirim anak-anak muda sebagai pengajar di daerah-daerah terpencil.

Sayangnya, Anies tak bertahan lama, terpental dalam gelombang reshuffle pertama yang dilakukan Jokowi. Karier politik Anies tak terhenti. Anies digadang-gadang oleh koalisi oposisi Gerindra-PKS sebagai calon gubernur DKI Jakarta.

Untuk meraih dukungan, Anies tak segan-segan mengubah pandangan Islam moderatnya dengan merangkul FPI. Seketika para pengagum Anies melontarkan rasa kecewanya, dianggap telah merobek-robek tenun kebangsaan, kata-kata andalan Anies.

Anies akhirnya berhasil merebut kekuasaan di Jakarta yang menjadi barometer politik nasional. Dalam pidato pelantikannya, Anies melontarkan retorika keberpihakan terhadap kaum pribumi,  isu yang sangat lekat dengan strategi saat memenangkan Pilkada DKI.

Apa lacur, keberpihakan itu hanya manis sebagai kata-kata. Reklamasi yang dijadikan amunisi saat kampanye Pilkada dilanjutkan tanpa ada realisasi kontribusi tambahan. Izin mendirikan bangunan (IMB) dikeluarkan di atas pulau reklamasi dengan dalih pemanfaatan.

Narasi keberpihakan terhadap rakyat kecil dengan menolak penggusuran warga bantaran kali nyatanya berbanding terbalik dengan problem buruknya sanitasi. Banyak rumah warga di kampung-kampung Jakarta tak memiliki septic tank dan membuang kotoran begitu saja mencemari sungai.

Langkah politik Anies kini mendapat sorotan di tengah pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebagai bahan penyusunan RAPBD 2020. Publik terkejut melihat satu per satu anggaran DKI dikuliti, dari lem aibon hingga bolpen dengan nilai yang fantastis.

Di tengah sengkarut proses penganggaran di DKI, Anies berencana menggelar event balap Formula E yang menguras anggaran lebih dari Rp 1 triliun. Anies berdalih tujuannya adalah kampanye penggunaan mobil listrik, sementara jumlah mobil listrik dan infrastrukturnya belum masif dibangun di Jakarta.

Isu transparansi anggaran yang semula jadi kritik masyarakat sipil kini disuarakan oleh para wakil rakyat di DPRD DKI Kebon Sirih, dipelopori oleh anak-anak muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Apa yang dilakukan PSI adalah contoh baik dari apa yang seharusnya dilakukan dalam politik.

Wakil-wakil muda dari PSI tak peduli cemooh dari politisi tua, dianggap baru belajar. Tak gentar, meskipun diadukan melanggar kehormatan sebagai anggota parlemen. Politik selayaknya adalah memperjuangkan kebutuhan nyata rakyat, yang tecermin dalam penganggaran yang dibutuhkan rakyat.

Sesungguhnya, politik itu bukan politik mengejar kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Pura-pura berpihak pada rakyat, tetapi kenyataannya tidak. Menampilkan diri dengan santun dan santuy tetapi penuh siasat untuk ambisi politik pribadi. Menggunakan uang rakyat untuk panggung diri, ih!

Bacaan terkait

Mengurai Logika Kebijakan Gubernur Anies

Gubernur Anies dan Polemik Staf Khusus

Narasi Populisme Anies Baswedan yang Gabener

Ketika Haters Melambungkan Anies-Sandi

Akrobat Berebut Kursi: Megawati-Prabowo dan Anies-Paloh

Endang Tirtana
Endang Tirtana
Peneliti Senior MAARIF Institute dan Komisaris Independen PT. Kereta Api Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.