Sebuah kasus penganiayaan yang melibatkan anak perwira Polri terjadi di Polda Sumatra Utara dan menjadi viral di media sosial. Pelaku penganiayaan adalah Aditya Hasibuan dan sang ayah, AKBP Achiruddin Hasibuan, yang merupakan aparat penegak hukum, ikut terlibat dalam peristiwa tersebut.
Korban adalah seorang mahasiswa bernama Ken Admiral. Kejadian ini terjadi di depan rumah AKBP Achiruddin Hasibuan pada tanggal 22 Desember 2022 sekitar pukul 02.30 WIB. Saat ini, Aditya Hasibuan telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 351 ayat 2 yang memiliki ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Pihak kepolisian telah menahan Aditya Hasibuan, sedangkan AKBP Achiruddin Hasibuan sedang menjalani pemeriksaan di Propam Polda Sumut dan ditempatkan di tempat khusus karena diduga melanggar kode etik profesi Polri dengan melakukan pembiaran kepada anaknya yang melakukan penganiayaan.
Pada ayat (2) Pasal 351 KUHP, dijelaskan bahwa jika perbuatan penganiayaan mengakibatkan luka-luka berat, maka pelakunya dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun. Luka-luka berat dalam konteks ini dapat diartikan sebagai cedera atau luka yang mengancam jiwa atau berakibat berkelanjutan pada kesehatan fisik atau mental korban.
Sebagai contoh, jika seseorang dengan sengaja memukul orang lain hingga menyebabkan korban mengalami patah tulang atau kehilangan kesadaran, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka berat. Pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun, sesuai dengan ketentuan Pasal 351 KUHP.
Kasus penganiayaan oleh anak pejabat merupakan sebuah masalah yang kerap terjadi di Indonesia. Kasus ini menjadi sorotan publik karena adanya dugaan pelanggaran hukum dan keadilan yang terjadi. Sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan, tindakan penganiayaan harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa pandang bulu. Namun, seringkali kasus penganiayaan oleh anak pejabat terkesan diabaikan dan pelakunya luput dari jerat hukum. Artikel ini akan membahas mengenai kebijakan keadilan pidana dan bagaimana mengatasi impunitas dalam kasus penganiayaan oleh anak pejabat.
Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa kebijakan keadilan pidana harus ditegakkan dengan adil dan transparan tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada perbedaan perlakuan antara orang biasa dengan anak pejabat dalam kasus penganiayaan. Setiap orang harus bertanggung jawab atas tindakannya dan harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun, kenyataannya seringkali berbeda. Kekuatan dan pengaruh yang dimiliki oleh orang-orang dengan kedudukan sosial dan ekonomi yang tinggi dapat mempengaruhi proses hukum, terutama dalam kasus-kasus yang menyangkut kepentingan mereka sendiri. Seringkali dalam kasus penganiayaan oleh anak pejabat, tindakan hukum yang diambil tidak seberat kasus yang melibatkan orang biasa. Hal ini membuat publik merasa bahwa ada kebijakan diskriminatif dalam sistem hukum di Indonesia. Kebijakan yang adil dan transparan harus dijadikan prioritas dalam menangani kasus penganiayaan, tanpa terkecuali bagi anak pejabat.
Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat yang kemudian mengalami impunitas menjadi contoh yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat. Kasus ini menunjukkan bahwa kekuasaan dan uang dapat menjadi faktor penentu dalam menentukan siapa yang bisa mendapatkan keadilan dan siapa yang tidak. Ketidakadilan yang terjadi akibat impunitas ini bisa menimbulkan rasa tidak percaya dan kekecewaan pada sistem hukum dan negara.
Ketika kasus-kasus seperti ini terjadi dan pelakunya tidak ditindak dengan tegas, maka masyarakat akan merasa bahwa hukum hanya berlaku bagi mereka yang lemah, dan bukan bagi mereka yang kuat atau mempunyai kekuasaan. Ini merupakan bentuk ketidakadilan yang sangat mengancam keberlangsungan demokrasi dan stabilitas negara. Ketika masyarakat merasa bahwa negara tidak mampu memberikan perlindungan dan keadilan yang mereka butuhkan, maka mereka cenderung kehilangan kepercayaan pada pemerintah dan sistem hukum.
Selain itu, impunitas juga bisa menjadi pemicu bagi terjadinya tindakan kriminalitas yang semakin meluas dan semakin merajalela. Ketika pelaku kejahatan merasa bahwa mereka bisa melakukan tindakan kejahatan tanpa adanya konsekuensi yang nyata, maka mereka akan semakin berani dan tidak takut melakukan tindakan kejahatan yang lebih besar dan berbahaya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi negara untuk menegakkan hukum dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku kejahatan, tanpa pandang bulu siapa pelakunya. Negara harus menunjukkan bahwa hukum dan keadilan berlaku sama bagi semua warga negara, tanpa terkecuali. Selain itu, negara juga harus melakukan reformasi sistem hukum untuk memastikan bahwa hukum bisa ditegakkan dengan adil dan efektif, tanpa adanya kepentingan politik atau kekuasaan yang mempengaruhi.
Dalam konteks kasus penganiayaan oleh anak pejabat, penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tegas terhadap pelaku dan mereka yang terlibat dalam pembiaran tindakan kejahatan tersebut. Hanya dengan cara ini, negara bisa memastikan bahwa hukum dan keadilan benar-benar berlaku untuk semua warga negara, tanpa terkecuali. Maka dari itu, diperlukan langkah-langkah yang konkret untuk mengatasi impunitas dalam kasus penganiayaan oleh anak pejabat. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah memperkuat peran penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan, dengan memberikan pelatihan dan pengembangan profesionalisme dan integritas.
Selain itu, dibutuhkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum, termasuk dalam hal pemilihan dan penunjukan hakim, untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu. Tidak kalah pentingnya, masyarakat harus terus berperan aktif dalam memantau proses hukum, termasuk dalam kasus-kasus penganiayaan oleh anak pejabat. Masyarakat harus meminta pertanggungjawaban dari pihak berwenang dan menuntut keadilan bagi para korban.
Dalam menghadapi kasus penganiayaan oleh anak pejabat, kita harus memastikan bahwa keadilan pidana berlaku untuk semua orang, tanpa terkecuali. Setiap orang, termasuk anak pejabat, harus dipertanggungjawabkan atas tindakan kriminal yang dilakukannya. Hanya dengan memastikan keadilan pidana yang adil dan tegas, kita bisa membangun sebuah negara yang demokratis dan berkeadilan bagi semua warganya.