Jumat, April 26, 2024

Amien Rais, Kang Yoto, dan Tata Kelola Sumber Daya Alam Indonesia

Ahmad Sholikin
Ahmad Sholikin
Pengajar Ilmu Politik dan Pemerintahan di Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Saat ini tidak ada tokoh politik senior yang sangat konsisten dalam memberikan kritik terhadap pemerintah melinkan Pak Amien Rais. Ya, memang begitulah adanya. Apalagi menjelang pilpres 2019 ini, elektabilitas PAN dalam banyak survey berada dinomer urut paling buncit.

Dictengah tidak adanya tokoh dalam tubuh PAN yang dipandang bisa mendongkrak elektabilitas PAN, maka ada semacam tanggung jwab moral dari Pak Amien untuk mendongkraknya.

Sebagaimana jamak diketahui bahwa elektabilitas partai akan sangat ditentukan oleh faktor sentral dari individu, seperti PDI-P – Jokowi, Gerindra – Prabowo, Demokrat – AHY/SBY dll. Realitas inilah yang nampak dipublik, mengapa seorang Amien Rais masih berbondong-bondong bersama kerumunan massa untuk menyampaikan setiap kritikan pedasnya.

Membicarakan terkait kritikan Amien Rais, nampaknya ada isu sentral yang menjadi kesukaan beliau untuk selalu disampaikan dalam setiap ceramahnya. Ya, isu itu adalah isu terkait “Pengelolaan Sumber Daya Alam”. Bahkan kritikan-kritikan Amien Rais terkait pengelolaan SDA terabadikan dalam bukunya yang berjudul “Selamatkan Indonesia”.

Dalam buku tersebut Amien mendeklarasikan bahwa berbagai permasalahan besar Indonesia seperti; kemiskinan, terbelakang, dan tercecer dalam derap kemajuan bangsa-bangsa lain adalah karena nasionalisme bangsa Indonesia yang sempit, yang hanya bergelora pada penampilan luarnya.

Dia mengibaratkan bangsa ini sebagai rumah dipinggir jalan raya dan pemerintah Indonesia sebagai pemilik rumah ini memiliki obsesi yang aneh. Obsesi itu adalah bagaimana agar rumah tersebut selalu terlihat bersih, mengkilat, dan tidak berdebu.

Penampilan muka rumahlah yang paling penting, yang lain masa bodoh, bahkan ketika perabotan rumah dicuri didepan mata si pemilik rumah, ia tidak peduli. Bahkan ketika istri dan anaknya dibawa keluar oleh orang lain, si pemilik rumah tidak mengambil tindakan apa pun. Ia hanya bisa menonton, seolah tidak ada sesuatu yang dirisaukan.

Amien Rais menyindir hal ini terkait dengan penguasaan asing terhadap aset-aset nasional Indonesia. Banyak sumber daya alam (SDA) yang dikuasai oleh negara adidaya. Apa yang terjadi saat ini merupakan pengulangan sejarah tiga abad lalu, saat Nusantara mulai dikuasai oleh VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).

Menurut Amien, saat ini, pada dasarnya kekuatan-kekuatan korporatokrasi di awal abad 21 tidak mudah, bahkan mustahil dengan gampang bisa mengacak-acak kedaulatan ekonomi Indonesia, seandainya elit nasional tidak mewarisi mental inlander.

Selain kritikan pedas yang terbukukan tersebut, Amien Rais menjelang Pilpres 2019 ini jug kerap menyampaikan kritik-kritik pedasnya kepada Pemerintahan Jokowi yang tidak jauh-jauh dari isu pengelolaan SDA. Baru-baru ini Amien Rais mengkritik pemerintah terkait “Kepemilikan Lahan”.

Amien Rais menuntut jajaran pemerintahan Jokowi untuk fokus menyelesaikan konflik agraria, karena agenda bagi-bagi sertifikat bukan merupakan solusi yang tepat. Akar dari konflik agraria adalah adanya kekuatan modal yang hanya berdasar selembar surat izin kemudian menggusur lahan atau tanak milik rakyat.

Ia mencurigai bahwa bagi-bagi sertifikat dipedesaan adalah untuk meniadakan hak kepemilikan tanah-tanah atau kawasan milik masyarakat adat. Jika itu yang terjadi maka dikhawatirkan para pemilik modal akan lebih leluasa untuk berkompromi dengan pemerintah dalam menguasai lahan-lahan yang didalamnya terkandung Sumber Daya Alam yang melimpah.

Tepatnya boleh jadi nanti lahan warga pedesaan hanyalah tanah-tanah yang sudah disertifikasi melaui program tersebut, sehingga pemberian ijin kepada para pengusaha untuk mengeksploitasi Sumber Daya Alam akan semakin mudah.

Nampaknya segala pemikiran dan kritikan dari Amien Rais ini sangat didengar dan dipahami betul oleh Bupati Bojonegoro Suyoto (Kang Yoto) yang juga Kader PAN. Kang Yoto benar-benar menyadari bahwa kutukan sumber daya alam merupakan ancaman yang nyata.

Kekayaan sumber daya alam tidak akan mendatangkan manfaat yang optimal bagi daerah jika tidak dikelola secara baik. Untuk menghindari kutukan sumber daya alam, Bojonegoro mengatur tata kelola pemerintahan dengan mengikuti produksi dan harga migas. Ketika terjadi puncak produksi, Bojonegoro justru mengatur penghematan anggaran. Dana pun dikelola secara transparan. Pemkab Bojonegoro membatasi penggunaan DBH Migas hanya untuk tiga hal saja.

Pertama, membangun pelayanan publik dan infrastruktur, seperti pendidikan dan kesehatan. Kedua, peningkatan sumber daya manusia (SDM), seperti memberikan beasiswa bagi Siswa Lanjut Tingkat Atas (Rp 2 juta per anak). Ketiga, membangun stabilitas fiskal dengan berinvestasi pada sektor produktif dan pembentukan dana abadi migas.

Dana Abadi Migas inilah jawaban dari segala keresahan Pak Amien Rais terkait buruknya pengelolaan SDA di Indonesia. Bojonegoro merupakan satu-satunya kabupaten di Indonesia  yang menggagas dana abadi ini. Rencananya sebanyak Rp 100 miliar yang dialokasikan dalam dana abadi Migas ini diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Dana abadi migas ini hanya boleh digunakan untuk dua hal: menyokong pendidikan generasi mudanya dan menutup defisit anggaran daerah saat harga minyak sedang anjlok. Selain itu Kang Yoto juga memiliki 5 jurus agar rakyat Indonesia bisa merasakan langsung manfaat dari kekayaan Sumber Daya Alamnya; pertama, rakyat harus ikut dilibatkan menjadi tenaga kerja karena tanpa keterlibatan masyarakat lokal, pengelolaan SDA pasti tidak mendapat dukungan dan bisa mendapat gangguan keamanan. Kedua, harus ada nilai tambah yang diciptakan di daerah.

Ketiga, sebagian dari pendapatan harus disisihkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah, supaya ada sumber pendapatan lain ketika daerah sudah tak punya migas. Keempat, pendapatan dari migas tidak boleh digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang sifatnya konsumtif, foya-foya, bermewah-mewahan tetapi harus dipakai untuk membangun infrastruktur yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan. Kelima, pendapatan migas harus ditabung untuk generasi mendatang, tidak dihabiskan sekaligus setiap tahunnya.

Betapa sungguh beruntungnya PAN dan Pak Amien Rais memiliki Kepala Daerah yang sangat berprestasi dan bisa menjawab segala kegundahan dan kritikannya selama ini terkait pengelolaan Sumber Daya Alam yang baik. Namun apa lacur, Kang Yoto tidak mendapatkan dukungan yang layak dari PAN untuk berkontestasi dilevel yang lebih tinggi dari seorang Kepala Daerah.

Dua periode menjabat sebagai Kepala Daerah di Bojonegoro dengan segudang prestasi tidak membuatnya mendapatkan tiket VIP dari PAN untuk melenggang ke level pimpinan yang lebih tinggi. Bahkan ia seolah tersingkirkan di internal partainya. Dalam berebut jabatan ketua DPW PAN Jawa Timur saja ia kalah dengan seorang pengusaha, sekaligus mantan Kepala Daerah yang kabarnya mendapatkan restu dari Pak Amien.

Memang begitulah kehidupan politik terkadang apa yang nampak tidak seelok yang terjadi. Hanya Kang Yoto dan Pak Amien Rais yang bisa menjalani dan memahaminya.

Ahmad Sholikin
Ahmad Sholikin
Pengajar Ilmu Politik dan Pemerintahan di Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.