Dikisahkan di sebuah Nagari bernama Malintang Pangkalan Koto Baru memiliki tradisi unik yang dilakukan secara turun temurun, tradisi ini dinamakan Bakajang.
Bakajang adalah salah satu tradisi Nagari Gunuang Malintang yang sudah ada seja zaman nenek moyang. Kajang merupakan alat transportasi di masa lalu yang biasa dipakai oleh niniak mamak 4 suku dari Candi Muara Takus menuju Nagari Gunuang Malintang yang melintasi perairan sungai Batang Mahat.
Pada zaman dahulu Bakajang hanya menggunakan sampan yang dihiasi oleh kain, namun dengan seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, maka kajang sekarang sudah mengalami perubahan, baik dari segi bentuk, ukuran, dan bahan yang digunakan. Sekarang Bakajang menggunakan sampan yang dihias menggunakan papan triplek yang telah dicat di identik menyerupai kapal pesiar yang megah.
Hal ini tentu mengundang banyak wisatawan yang datang berkunjung maupun hanya penasaran dengan tradisi yang unik ini.
Pembuatan Kajang dimulai pada hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Kajang akan diturunkan ke dalam air sungai Batang Mahat pada hari pertama acara dimulai. Di nagari Gunung Malintang terdapat lima jorong, maka jumlah Kajangnya juga lima buah dan acaranya pun berlangsung selama lima hari.
Tiap-tiap jorong akan menjadi tuan rumah dari acara Bakajang secara bergantian.Di setiap jorong terdapat surau yang akan menjadi tempat perkumpulan niniak mamak, bundo kanduang, dan cadiak pandai. Oleh sebab itu, surau tersebut juga dihiasi sedemikian rupa supaya menjadi suatu tempat yang indah dilihat.
Di dalam surau itu dibuat sebuah ruangan yang dikhususkan untuk bundo kanduang yang disebut dengan Baleghong. Dalam acara inilah seluruh niniak mamak serta bundo kanduang berkumpul dalam suatu tempat yaitu surau.
Sebelum memasuki surau, niniak mamak dan bundo kanduang terlebih dahulu berarak sekitar 1 km dari surau. Setelah sampai di depan surau, mereka disambut dengan tari persembahan dan barulah kemudian mereka memasuki surau yang didalamnya telah tersedia tempat masing-masing bagi mereka.
Maksud diadakannya alek bakajang ini yaitu meningkatkan silahturahmi antara anak nagari, ninik mamak, alim ulama dan Pemerintah, dengan tujuan mempererat persatuan,melestarikan adat budaya nagari, membangkitkan kreatifitas pemuda nagari, dan sarana menyampaikan informasi adat istiadat, agama, peraturan nagari dan informasi pemerintah serta menambah pendapatan masyarakat.
Peserta dan pelaku alek bakajang adalah pemuda,ninik mamak, alim ulama, Pemerintahan Nagari, Tokoh masyarakat, PKK dan Bundo kanduang, perantau dan donatur serta masyarakat Nagari Gunung Malintang.
Bakajang sebagai salah satu tradisi, dalam pelaksanaan dan dalam proses pembuatan nya melibatkan semua lapisan masyarakat yang berasal dari berbagai status sosial yang beragam. Mereka secara bergotong royong mempersiapkan semua yang berhubungan dengan pembuatan nya,mulai dari mencari dan menentukan kayu untuk menopang kajang.
Referensi:
S Bahri.2020.FUNGSI TRADISI ALEK BAKAJANG DALAM MEMPERERAT INTEGRASISOSIAL MASYARAKAT DI KENEGARIAN GUNUANG MALINTANGKECAMATAN PANGKALAN KOTO BARU KABU. Jurnal Media Neliti