Kota dan desa dapat dibilang masih terbelah oleh gaya hidup dan kultur yang berbeda. Anggapan bahwa kota lebih maju mungkin dilihat dari segi faktor ruang kerja yang lebih banyak, fasilitas transportasi yang canggih, dan akses jalan yang lebih baik. Akibatnya, aktivitas sehari-hari di kota lebih lancar, meskipun ada kendala kecil seperti kemacetan.
Sebaliknya, pedesaan memiliki keistimewaan tersendiri, seperti jauhnya polusi dan kebisingan kendaraan dalam kehidupan masyarakat. Suasana yang tenang dan udara yang segar karena terjaganya tetumbuhan sekitar menjadi daya tarik utama. Namun, desa sering dianggap sulit untuk maju atau berkembang karena jauhnya dari kota, akses jalan yang buruk, dan ekonomi yang stagnan. Banyak faktor ini membuat desa lebih sulit dan lama untuk maju. Meskipun demikian, desa masih memiliki potensi untuk maju jika masyarakatnya terbuka terhadap perubahan dan kemajuan.
Pentingnya Pola Pikir yang Terbuka
Pola pikir masyarakat yang terbuka terhadap kemajuan sangatlah penting. Selama ini, desa selalu berada pada kemunduran dalam berbagai hal. Salah satu alasannya adalah desa tidak memiliki program atau kegiatan kemasyarakatan yang dapat memperluas wawasan masyarakatnya. Alasan lain adalah masih kentalnya perbedaan beragama, serta faktor-faktor lain yang mungkin dapat dieksplorasi lebih lanjut dalam kehidupan nyata.
Tidak Adanya Program Kegiatan
Di perkotaan, kita dapat menemukan berbagai ragam kegiatan, seperti program kajian keagamaan, kajian kesehatan, dan lain sebagainya. Desa seharusnya menjadi target kajian-kajian tersebut untuk meningkatkan wawasan masyarakatnya agar setara dengan pengetahuan orang-orang kota. Namun, hal itu sulit terwujud karena orang-orang desa selalu sibuk dengan aktivitas sehari-hari, seperti bertani dan beternak. Akibatnya, malam harinya pun mereka sulit menghadiri kegiatan seperti kajian, karena kelelahan dan kesibukan.
Belum lagi, beberapa masyarakat desa memiliki watak yang keras, terutama di kalangan masyarakat Madura. Sebagai orang Madura, saya mengetahui betul kehidupan sehari-hari di sana. Banyak dari keluarga besar saya yang enggan menghadiri kajian-kajian di desa. Padahal, kajian semacam itu sangat jarang diadakan, palingan setahun sekali. Seharusnya, momen ini dimanfaatkan untuk menambah wawasan pengetahuan.
Ilmu pengetahuan dan wawasan tidak hanya diperuntukkan bagi anak muda, kalangan tua juga perlu terus belajar. Terutama dalam hal keagamaan bagi yang memiliki kepercayaan kepada Tuhan. Dengan wawasan yang luas, tidak akan ada lagi saling mengejek terkait amalan seseorang. Kesalahan dalam memahami suatu amalan seringkali terjadi karena kurangnya pengetahuan. Oleh karena itu, kajian sangat penting dalam kehidupan masyarakat, terutama di desa. Di kota, kajian lebih sering diadakan meskipun kesibukan juga lebih padat.
Kentalnya Perbedaan Beragama
Sebagaimana disinggung sebelumnya, kurangnya pengetahuan seringkali menyebabkan salah paham. Di perkotaan, perbedaan tidak begitu mencolok dan percekcokan jarang terjadi. Namun, di pedesaan, situasinya berbeda. Mungkin karena lingkungannya kecil dan belum terbiasa dengan perbedaan. Contohnya, di kalangan NU dan Muhammadiyah, selalu ada rivalitas. Sebagai orang Madura, saya melihat banyak orang yang tidak akrab dengan kajian sunnah. Sunnah yang diambil dari hadis seringkali dianggap sebagai ajaran Wahabi.
Pada dasarnya, setiap organisasi bukanlah agama. Namun, banyak orang Madura menganggap NU sebagai agama. Pernah dalam suatu forum, seorang mahasiswa ditanya tentang agamanya dan dia menjawab NU. Padahal, agama kita satu, yaitu Islam, yang mengajarkan bahwa Tuhan adalah satu. Ajaran-ajaran agama tercantum dalam dua kitab, Al-Qur’an dan hadis. Namun, karena kurangnya pengetahuan, perbedaan ini seringkali menimbulkan sinis dan kerenggangan dalam keluarga.
Penting bagi kita untuk memiliki pikiran yang terbuka dalam menerima perbedaan yang bukan masalah krusial dalam kehidupan masyarakat. Semua hal yang kita lakukan dalam hidup sudah diajarkan dalam kajian-kajian. Masalahnya, desa belum bisa merealisasikan program-program semacam itu. Harapannya, tulisan ini tidak hanya mendorong kegiatan keagamaan, tetapi juga kegiatan lainnya.
Dapat dilihat bahwa di banyak daerah, desa-desa tidak memiliki kajian sama sekali. Ini menurut saya adalah salah satu faktor mengapa desa sulit untuk maju. Mahasiswa yang sudah lulus diharapkan dapat membuat program yang menarik sehingga masyarakat desa bisa mengikutinya. Karena sampai sekarang belum ada desa yang bisa menyamai kota. Jadi, harapannya adalah desa dapat menciptakan masyarakat-masyarakat yang madani.