Dunia hari ini dilanda dengan satu petaka global, petaka mematikan, membinasakan, merusak dan merubah tatanan kehidupan manusia. Petaka ini adalah sebuah virus yang telah disebut pandemi akibat telah terjangkitnya korban di mana-mana, melintas batas negara, meliputi daerah geografis yang luas.
Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) menurut Kementerian Kesehatan Indonesia merupakan bagian keluarga besar virus corona yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan, pada manusia menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan sindrom pernafasan akut berat/Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian di Wuhan China, dan menyebabkan penyakit Covid-19.[1]
Resiko yang ditimbulkan oleh Covid-19 tidak hanya berpengaruh pada aspek kesehatan, tetapi juga pada pelbagai lini kehidupan. Salah satunya adalah penyebaran Covid-19 kini mulai memasuki dunia pendidikan.[2] Sehingga institusi pendidikan diwajibkan melakukan pembelajaran secara daring (dalam jaringan) untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Pemerintah Indonesia hingga saat telah mengeluarkan beleid pada beberapa aspek, termasuk Pendidikan. Adapun beleid pada aspek pendidikan yakni mengimplementasikan pembelajaran daring, berupa sistem pendidikan Jarak Jauh (PJJ) karena konsekuensi force majeur (keadaan terpaksa) akibat Covid-19.
Dewasa ini dunia pendidikan mengalami perubahan, terlihat dari sistem PJJ ada pelbagai metode pembelajaran yang digunakan, seperti pemanfaatan media yang berguna untuk menunjang hasil pembelajaran. Akan tetapi pelbagai metode tersebut tidak berdampak pada menguatnya kualitas karakter Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan aktualisasi konsep “Adopt (adopsi), Adapt (adaptasi), dan Adebt (mahir)” maka kualitas karakter SDM di era new normal optimis akan tetap unggul.
Sebagai ilustrasi akibat tidak adanya satu frame konsep pembelajaran antara lain: Pertama, beban tugas yang berlebihan dari Dosen/Guru (D/G), menurut survei yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan tercatat ada 246 aduan dari 1.700 responden. Sebanyak 77,8 % mengeluhkan tugas menumpuk karena seluruh guru memberikan tugas dengan waktu sempit. Sebanyak 37,1% responden mengeluhkan waktu pengerjaan tugas yang sempit sehingga membuat peserta didik kurang istirahat dan kelelahan. Kedua, D/G yang kurang interaktif, komunikatif dan gagap teknologi. Ketiga, di daerah yang cenderung lebih “Maju”, peserta didik banyak bermain game online atau nongkrong, hal tersebut secara umum tentu bukan kebiasaan baik dan dapat merusak karakter peserta didik.[3] Tidak bisa dipungkiri PJJ memang bisa membuat penyampaian materi menjadi lebih singkat dan efisien. Namun, perlu diperhatikan bahwa esensi dari pembelajaran bukan hanya berfokus pada penyampaian materi, melainkan juga sebuah penguatan karakter yang terintegrasi satu konsep pemahaman dengan mengaktualisasi-kan nilai-nilai yang dapat menjadi asas maksimalnya proses belajar itu sendiri.
Pendidikan tengah didiskursuskan perihal metode yang tepat digunakan di era new normal. Aspek pendidikan yang paling penting adalah menguatkan karakter baik pendidik maupun peserta didik dengan meng-aktualisasi-kan konsep “Adopt, Adapt, dan Adebt” sebagai asas solid aspek pendidikan dalam penyesuaian belajar di era new normal.
Pertama, adopt yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti menggunakan sesuatu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menggunakan atau berasal dari kata dasar guna berarti mengambil manfaatnya. Adapun manfaat yang kita peroleh menjadikan nilai tambah tersendiri bagi kita yang melakukannya. Keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. New normal memaksa institusi pendidikan untuk menggunakan ide baru dengan mengadopsi perubahan kemajuan teknologi seperti penggunaan gawai. Gawai adalah salah satu hasil kemajuan teknologi, di era new normal yang semuanya harus belajar dari rumah, tentu akan terbantu dengan gawai jika mampu memahami bagaimana cara menggunakannya.
Kedua, adapt adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi.
Di era new normal, pemahaman beradaptasi dengan teknologi dan media digital merupakan faktor esensial keberhasilan dunia pendidikan. Teknologi juga memicu kreativitas sehingga menantang dunia pendidikan untuk mencari solusi baru, merintis konsep pembelajaran baru, menyediakan motode yang inovatif dan komunikatif. New normal menjadikan dunia pendidikan untuk belajar lagi (relearn).
Kemajuan tidak akan terwujud tanpa sinergisitas dan kemauan re-learn dari pelbagai elemen terkait, terlebih pada pendidik dan peserta didik “Adanya kemauan memudahkan terwujudnya Adept”. Sebuah teknologi dan media digital membawa dampak besar terhadap kemajuan pendidikan. Dengan adanya force majeur akibat Covid-19, sekarang dunia pendidikan diharuskan bisa menggunakan teknologi dengan optimal dan memanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini tentu membutuhkan suatu penyesuaian yang tersistematis berhati-hati tapi pasti bisa dilakukan.
Ketiga, adept sebagai kata sifat memiliki arti mahir. Adept dilakukan dengan membangun asas skill set yang solid, re-learn, menambah skill set baru.[1] Oleh karenanya, agar cepat beradaptasi, dunia pendidikan butuh sinergisitas antar elemen, baik Negara, aparat, maupun masyarakat, terlebih pada pendidik dan peserta didik mau re-learn dan upgrade diri.
Dunia pendidikan harus mencari alternatif baru untuk mendukung keberhasilan pembelajaran. Entitas, dunia pendidikan adalah sebuah wadah untuk berproses, baik belajar, membentuk karakter dan sekaligus berkarya. Di era new normal sangat dibutuhkan resources yang mampu berinovasi, mencari metode baru, tidak terpuruk dengan keadaan sehingga dunia pendidikan paling tidak tetap dapat berjalan tanpa disorientasi atau bahkan stagnan akibat keadaan.
Konsep “Adopt, Adapt dan Adept” ini penting untuk diaktualisasikan sebagai asas solid dalam setiap pribadi manusia terlebih pada generasi selanjutnya yang akan menghadapi era bonus demografi (usia produktif) demi terbentuknya manusia yang kompeten tidak hanya dari segi jasmani tapi juga rohani (akal ’ilmu’ dan hati ’iman’). Pada intinya adalah dengan tetap berjalannya aspek pendidikan dengan aktualisasi “Adopt, Adapt, dan Adept”, maka kualitas SDM tetap optimis tumbuh, terwujud dan terpupuk. SDM adalah aset yang harus dijaga dan dirawat.
Manusia adalah “Zoon politicon” (makhluk sosial) yang memiliki kebutuhan jasmani dan rohani. Di mana kebutuhan tersebut harus seimbang. Hal ini dapat terwujud dengan adanya kemauan re-learn dan upgrade diri.