Jumat, Maret 29, 2024

Aksi Kemanusiaan dan Kecurigaan Kita

Nur Azis Hidayatulloh
Nur Azis Hidayatulloh
Mahasiswa dan Tinggal di Yogyakarta

Kecurigaan menjadi awal dari kebencian terhadap sesuatu yang tidak disukai. Bagaimana kebencian sekarang merupakan suatu sifat yang sangat mudah kita temukan dalam ranah publik kita. Belum usai ingatan kita, bagaimana kedahsyatan dari rentetan bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Indonesia.

Dalam kesempatan itu pasti berduyun-duyun semua elemen dari berbagai lembaga kemanusiaan akan membantu meringankan dampak dari lokasi bencana. Namun, yang menjadi koreksi kita bersama selama ini. Sekian banya dari aksi kemanusiaan terkadang menimbulkan suatu permasalahan baru, yang terkhusus perihal kecurigaan antara pemeluk agama yang senantiasa ada di negara kita.

Seperti waktu di Lombok, isu tersebarnya hoax kristenisasi oleh salah satu lembaga atau instansi. Kemudian isu tersebutpun ramai dan tersebar luas di media sosial, kecurigaan yang tak berkesudahan seperti inilah yang senantiasa mengganggu ketentraman kita dalam kehidupan yang beragam.

Ketika setiap aksi kemanusiaan dan disitu ada mayoritas pemeluk agama tertentu, akan menimbulkan suatu kecurigaan apabila setiap segala kegiatan yang dilakukan oleh instansi keagamaan membawa misi lain. Biasa disebut misi proselitasi yakni misi kemanusiaan yang dibungkusi dengan misi dakwah dalam mengajak untuk berpindah agama, dengan cara memasukkan simbol-simbol dalam agama tertentu.

Sebagiaman yang selama ini terjadi dari berbagai bencana yang menimpa Indonesia. Seperti Aceh, Yogyakarta, Sinabung dan terakhir Lombok.  Bahwa persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa yang beragam akan sulit terwujud, jika perasaan saling curiga dan sifat prasangka senantiasa masih tertimbun dan menjadi pembiasaan dalam memandang setiap yang berbeda.

Ditambah dengan persebaran informasi yang tak lagi mempunyai kejelasan muara, yang senantiasa membuat suasana kita panas. Ini tak lagi bisa dikedepankan, karena tidak baik bagi kesehatan bernegara kita di Indonesia, sebagai negara demokrasi.

Bersatu kunci dari kondisi bangsa yang akan maju. Bagaimana bisa, ketika rakyat bergotong royong membangun bangsa apabila dalam bersatu saja tidak mampu ? Jika kondisi persatuan yang kita dambakan masih dibumbui beragam membenci, saling menghasut, adu domba, mencaci maki tanpa suatu solusi yang diberi.

Melihat perihal permasalahan bangsa kita tak hanya satu atau dua, tapi beribu masalah kalau tanpa solusi buat apa, tak ada gunanya. Bahwa sejatinya semangat gotong royong yang selama ini hadir ditengah masyarakat kita, searah dari orasi Soekarno saat pidato dihadapan peserta sidang BPUPKI perihal makna gotong royong,  “ suatu kondisi banting tulang bersama, memeras keringat secara bersama, perjuangan yang saling bantu membantu secara bersama, suatu amal perbuatan yang itu untuk kepentingan kita semua” (Adams, 1965)

Ketika aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh lembaga kemanusiaan suatu Agama tertentu, kita senantiasa menggunakan asas curiga dalam misi yang mereka lakukan. Isu kristenisasi dan islamisasi selama ini menjadi sebuah isu yang senantiasa ada ketika bencana alam terjadi di negara kita. Ketika kecurigaan dan kebencian menjadi arus utama dalam menanggapi aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh lembaga kemanusiaan berbasis Agama, sejatinya hanya akan merusak persaudaran kita sebagai bangsa yang beragam.

Kebencian, Lorong Gelap Persatuan

Perihal kebencian, sepertinya kita harus merefleksi-kan kembali bagaimana kondisi sosial-politik kita belakangan, yang mempunyai pola sama ketika kerusuhan saat tahun 65-an. Bagaimana ketika kebencian digelorakan dan menjadi pemantik sebuah kerusuhan, dibalik semua itu berasal dari permasalhan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cara musyawarah. Namun, karena yang dilempar di ruang publik menjadi suatu hal yang sensitif, tak dapat kita pungkiri itu akan memantik suatu permasalahan besar lainya.

Narasi kebencian menjadi suatu kondisi yang masih menjadi ancaman kehidupan berbangsa kita. Berdasarkan hasil riset Wahid Institute berkaitan “Potensi Intoleransi Terhadap Kelompok yang tidak disukai”  bahwa mayoritas orang bersikap intoleran terhadap kelompok yang tak disukai (57,1 persen). Jumlah ini meningkat drastis daripada tahun 2016 dengan angka intoleran sebesar 51,0 persen. Mereka yang toleran terhadap kelompok yang tak disukai pada survei Oktober 2017 ini sebesar 0,8 persen, naik sedikit dari survei 2016 sebesar 0,7 persen. Sedangkan yang bersikap netral ada 42,1 persen, turun dari 2016, sebesar 48,3 persen (Detiknews/2018)

Suatu kondisi yang bukan hanya mengancam kebersamaan dalam bingkai kehidupan kita, kebencian akan menjadi suatu sumbu yang berjangka panjang yang bisa saja menimbulkan suatu kondisi disintegrasi bangsa. Melihat dampak yang dihasilkan tidak hanya sementara, namun bisa berkepanjangan.

Hal itu juga disambut dengan berbagai saluran dari informasi yang sekarang banyak disalahgunakan untuk menebar kebencian hanya dengan membuat narasi dari konten-konten di media sosial. Suatu informasi dipotong sedemikian rupa  hanya diambil dari sudut yang akan mengadu domba dan memunculkan narasi kebencian.

Merujuk Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa hasil survei mereka pada tahun 2016 bahwa media sosial online menempati urutan pertama jenis konten yang biasa diakses pengguna internet dengan presentase 97,4%. Lebih lanjut, Hasil riset online diselenggarakan oleh  ComScore menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara keempat yang paling banyak menggunakan facebook di dunia. Tak hanya itu, mereka memberikan julukan “Twitter Nation” kepada Indonesia sebagai  negara yang paling kecanduan twitter di dunia.

Medium informasi yang sudah semakin merubah cara berkomunikasi kita, selain digunakan untuk kemudahan yang timbul belakangan, media menjadi sebuah pemantik perseteruan yang tak kunjung ada akhirnya. Semua itu mengindikasikan bahwa kecenderungan kita dalam memanfaatkan media sosial belum juga mengikat, terkhusus dalam pencegahan dari penggunaan media sosial untuk kepentingan politik praktis.

Nur Azis Hidayatulloh
Nur Azis Hidayatulloh
Mahasiswa dan Tinggal di Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.