Indonesia merupakan negara tropis yang berada di Asia Tenggara yang memiliki salah satu gunung dengan puncak es yang abadi. Pegunungan Jayawijaya atau yang lebih dikenal dengan Puncak Jaya menjadi gunung tertinggi yang ada di Indonesia dengan ketinggian 4.884 meter dari permukaan laut (mdpl). Gunung Jayawijaya atau yang dikenal dengan istilah Gunung Cartenz Pyramid ini berada di Provinsi Papua yang luasnya membentang hingga ke negara Papua Nugini yang berada di Pulau Irian. Gunung ini merupakan gunung yang sekaligus masuk ke dalam tujuh besar puncak gunung yang tertinggi di dunia.
Puncak Jayawijaya merupakan puncak tertinggi di Indonesia yang memiliki salju di puncaknya. Salju yang berada di Puncak Jayawijaya dikenal dengan istilah sebagai salju abadi yang dikarenakan salju yang berada pada Puncak Jayawijaya tersebut tetap terus ada dan tidak meleleh meski berada di musim panas. Seperti yang telah diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang berada di daerah yang beriklim tropis dengan memiliki dua musim di dalamnya yakni, musim hujan dan musim kemarau. Oleh sebab itulah salju yang berada di Puncak Jayawijaya ini dikenal dengan sebutan salju abadi.
Dari tahun ke tahun, bumi selalu mengalami peningkatan panas yang disebabkan oleh aktivitas manusia di dalamnya yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Penelitian yang dilakukan Kantor Met untuk Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Inggris, menyatakan terdapat peluang yang semakin besar bahwa ambang 1,5 derajat Celcius merupakan sekitar 10% – yang sekarang akan terus berlipat ganda dan akan terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu.
Seperti yang telah kita rasakan beberapa waktu ini suhu pada siang hari cenderung lebih gerah dibandingkan beberapa tahun kebelakang. Berdasarkan hasil pemantauan dari BMKG diperoleh bahwa banyak daerah di Indonesia yang mengalami kenaikan suhu maksimum dengan suhu maksimum tertinggi tercatat sampai pada suhu 37, 3 derajat Celcius dan dengan kelembaban udara minimum di bawah 60%.
Trend suhu udara yang terus menerus meningkat ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga pada banyak negara lain di dunia. Hal tersebut yang dinamakan dengan istilah pemanasan global. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan jika pada tahun 2020 merupakan tahun yang terpanas kedua sejak tahun 1850, setelah pada tahun 2016 lalu. Analisis dari BMKG juga menunjukkan hal yang serupa untuk rata-rata suhu udara di wilayah Indonesia mengalami peningkatan suhu menjadi lebih hangat dibandingkan oleh rata-rata klimatologi periode 1901-2000.
Trend pemanasan suhu udara permukaan ini juga diikuti dengan pemanasan di lautan. Seperti yang telah diketahui bahwa suhu permukaan laut pada kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami pemanasan. Menurut hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Advances in Atmospheric Sciences pada bulan Januari 2020, menyatakan bahwa kenaikan suhu rata-rata permukaan laut global pada tahun 2019 yaitu 0,075°C di atas rata-rata klimatologi tahun sebelumnya.
Menurut data analisis BMKG sejak tahun 1866, dapat dapat disimpulkan bahwa terjadinya perubahan iklim telah terjadi di wilayah Indonesia yang ditandai dengan kenaikan suhu yang mencapai 2,12°C dalam periode kurun waktu 100 tahun. Meningkatnya suhu pada permukaan air laut dapat memicu terjadinya badai tropis di Indonesia.
Semakin meningkatnya pemanasan global yang terjadi di seluruh dunia akan menimbulkan berbagai dampak yang terjadi. Akankah salju pada Puncak Jayawijaya ini akan tetap ada dan tidak akan hilang meski terjadi pemanasan global yang terus menerus?
Seperti yang telah kita ketahui bahwa salju yang berada di Puncak Jayawijaya terus mengalami pengikisan dari beberapa tahun terakhir. Menurut pengalaman pendaki yang telah mendaki pada Puncak Jayawijaya mengatakan bahwa salju yang ada di Puncak Jayawijaya mulai menipis. Hasil penelitian BMKG pada tahun 2010, bahwa ketebalan es pada Puncak Jayawijaya mencapai 31,49 meter dan berkurang sebanyak 526 meter dari tahun 2010 hingga tahun 2015 yaitu dengan rata-rata 1,05 meter per tahun. Ketebalan es pada Puncak Jayawijaya ini pun terus berkurang pada setiap tahunnya.
Gletser tropis yakni es yang berada di Puncak Jayawijaya ini sudah terkena dampak dari pemanasan global sejak beberapa tahun yang lalu. Gletser es abadi yang ada di Asia Tenggara ini tidak akan bertahan lama dan terus abadi.
Hal itu dikarenakan penyusutan es yang menutupi Puncak Jayawijaya ini terus terkikis dari tahun ke tahun dan menurut BMKG hingga tahun 2021 penyusutan mencapai 23,46 met. Dengan penyusutan gletser es yang terus menerus terjadi ini berdampak pada hilangnya gletser abadi di Puncak Jayawijaya. Bahkan telah diprediksikan oleh BMKG bahwa tutupan gletser es pada Puncak Jayawijaya akan hilang pada tahun 2025.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa emisi gas rumah kaca di Indonesia dari tahun ke tahun hingga pada 2020 terlihat fluktuatif meningkat. Konsentrasi karbon dioksida (CO2) meningkat dibandingkan dengan rata-rata sebelumnya. Pemanasan global ini juga dipicu oleh terjadinya beberapa faktor diantaranya kebakaran hutan dan lahan yang dipicu oleh iklim yang ekstrem.
Selain itu, kenaikan suhu yang sangat signifikan dan perubahan temperatur global yang sangat mempengaruhi kondisi panas di Indonesia. Beberapa hal tersebut yang mempengaruhi kondisi panas di Indonesia hingga terjadinya pengikisan lapisan es pada gletser es di Puncak Jayawijaya yang diprediksikan akan hilang pada tahun 2025.