Selasa, Agustus 12, 2025

Agak Lain: Pemikiran Filosofis Etnis Samin Ploso Kediren

Binov Handitya
Binov Handitya
Saya seorang peneliti pada pusat riset hukum BRIN dengan konsentrasi kajian hukum adat, hukum lingkungan dengan menggunakan perspektif sosio
- Advertisement -

Pemikiran Saminisme telah banyak menjadi kajian dari taraf lokal hingga internasional. Suku Samin merupakan etnis yang tinggal di Pulau Jawa tersebar di beberapa wilayah antara lain di Kabupaten Blora, Kabupaten Pati dan Kabupaten Bojonegoro. Samin sering dikonotatifkan buruk (negative connotation) dengan berbagai pemikiran yang lebih kepada sifat kaku, sulit diatur, melenceng dari aturan, semaunya sendiri dan penentangan aturan.

Pada penelitian kami kali ini lebih berfokus mengkaji pemikiran Etnis Samin Ploso Kediren yang berada pada Desa Ploso Kediren, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora. Kedatangan tim peneliti yang juga di damping oleh OPD Kabupaten Blora di sambut dengan baik oleh etnis Samin Ploso Kediren di Pendopo Pengayoman Mbah Samin Surosentiko.

Pendopo Pengayoman dibangun pada tahun 2021 di titik petilasan Samin Surosentiko sebagai sebuah penghormatan bagi perjuangannya. Pendirian pendopo ini bertujuan untuk menyatukan beberapa penganut ajaran saminisme (sedulur sikep) yang tidak hanya berasal dari wilayah Ploso Kediren. Selain sebagai tempat mengadakan pertemuan, pendopo pengayoman digunakan dalam rangka masyarakat sedulur  mengadakan berbagai kegiatan kebersamaan, upacara hari-hari sakral dan penting seperti suronan, upacara hari nasional seperti peringatan hari kemerdekaan dan hari pahlawan.

Bagaimana pemikiran filosofis Etnis Samin Ploso Kediren?

Kedatangan tim peneliti kali ini dalam rangka  mencari jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang telah disusun dan dirumuskan sebelum tim turun kerja lapangan. Beberapa pertanyaan yang diajukan dalam diskusi berfokus pada permasalahan ini yang telah dibatasi sesuai judul yang dipilih yaitu Optimalisasi Akses Pelayanan Publik Bagi Masyarakat Adat: Kajian Mewujudkan Perlindungan Hak Melalui Reformasi Birokrasi. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian terkait dengan bagaimana perlindungan hak masyarakat adat dalam akses pelayanan publik pada tiga sektor diantaranya: pelayanan publik pada bidang pendidikan, kesehatan dan akses pemanfaatan tanah.

Pada sektor pendidikan warga sedulur sikep mengakui memang masih terdapat keterbatasan, dimana tingkat pendidikan masih tergolong sangat rendah. Hal ini bukan disebabkan karena adanya hambatan pelayanan dari pemerintah, namun karena warga sedulur sikep masih menganggap pendidikan formal tidak menjadi hal yang utama. Sedulur sikep Ploso Kediren bekerja sebagai petani, sehingga yang paling penting mereka dapat membaca dan berhitung ya sudah selesai.

Selain itu, bagi sedulur sikep kemuliaan hidup ialah ketika mereka dapat membantu orang tua, dan melalui bertanilah mereka yakin dapat membantu orang tua secara penuh. Profesi petani menurut mereka adalah satu-satunya profesi yang mulia, bahkan mereka tidak mau untuk berprofesi lain seperti guru dan berdagang.

“Sederek Sikep meniko nggih nyambut damelipun nggih namung tani, ajaran saking simbah-simbah riyen mengaten. Kok dapak merdamel sanese, dol tinuku wonten pasar, dados guru niku mboten pareng” ujar Pak Salim tokoh Samin Ploso Kediren.  Dimana makna dari ucapan tersebut  “warga Sedulur Sikep itu berprofesi hanya sebagai petani, ini adalah ajaran dari nenek moyang kita. Jangankan berprofesi lainnya, melakukan jual-beli di pasar kita tidak diperbolehkan maupun menjadi guru juga tidak boleh dan kami tidak mau.

Sedulur Sikep menganggap semua orang itu sama, tidak ada kasta-kasta tertentu, yang membedakan diantara mereka adalah bagaimana mereka berperilaku di dalam masyarakat. Mereka mempunyai filosofi sebagai seorang Jawa, jawa bermakna (tahu yang baik dan yang keliru)sudah seharusnya menjadi pedoman di dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Selain itu, untuk menjaga marwah sebagai seorang penganut ajaran samin maka mereka tidak boleh mempunyai sifat iri dan dengki kepada sesama manusia. Mereka lebih mengutamakan melaksanakan kewajiban dibandingkan menuntut hak. Hal ini dibuktikan dengan seringnya mereka menolak bantuan dari pihak luar termasuk bantuan dari pemerintah.

Dalam akses pelayanan kesehatan kepada sedulur sikep Ploso Kediren tidak terdapat kendala. Fasilitas kesehatan dari pemerintah sudah ada, seperti akses pelayanan puskesmas, imunisasi, serta sosialisasi kesehatan sering dilakukan oleh petugas dengan mendatangi masyarakat secara langsung. Mereka tidak memanfaatkan fasilitas program jaminan kesehatan bagi masyarakat, terutama yang tergolong untuk warga kurang mampu (KIS). Mereka berfikir bahwa jika menggunakan layanan rumah sakit/ puskesmas maka harus membayar dan jangan sampai merugikan negara.

Negara membutuhkan dukungan dari rakyatnya, sehingga kalau semua rakyat hanya menuntut yang gratis saja negara dapat hancur. Jika kita analisa pemikiran seperti ini sungguh unik, disisi lain banyak masyarakat yang menuntut untuk dipenuhi haknya namun sedulur sikep lebih berfikir pada bagaimana mereka melaksanakan tanggungjawab sebagai warga negara. Filosofi yang dapat kita petik dari pandangan sedulur sikep yaitu “neriman” rela menerima keadaan dengan tetap bersabar dalam menjalani tantangan sebagai sebuah alur kehidupan. Hal ini dapat disamakan dengan sebuah konsep islam “qanaah” merasa cukup dan puas dengan apa yang telah Allah berikan, sikap bersyukur untuk menerima ketentuan Allah.

- Advertisement -

Berbeda dengan Etnis dan suku yang ada di daerah lain yang menempati wilayah tertentu, warga etnis Samin Ploso Kediren berasal dari beberapa wilayah yang tersebar di Kabupaten Blora seperti Desa Sumber, Desa Bapangan, Desa Wado dan lain sebagainya. Mereka tidak mempunyai wilayah adat tertentu sebagai tanah ulayat. Pada konteks akses pelayanan pemanfaatan tanah tidak terdapat permasalahan yang dapat kami angkat dalam diskusi. Pemanfaatan tanah untuk tujuan pertanian dimana lahan pertanian adalah milik masyarakat sendiri.

Apa yang Etnis Samin Ploso Kediren Keluhkan?

Di akhir diskusi, kami berfokus kepada apa yang warga Samin keluhkan terkait dengan pelayanan administrasi. Mereka mengeluhkan terkait pencantuman agama dalam kolom kartu tanda penduduk (KTP).  Pelayanan administrasi dalam pembuatan  KTP dianggap belum sesuai dengan Undang-Undang Dasar (Konstitusi) dan masih ada kesenjangan sosial karena masih dipaksa mencantumkan agama.

Etnis Samin Ploso Kediren mempunyai aliran kepercayaan yaitu “Agomo Adam” suatu aliran kepercayaan dengan ketauhitan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka menolak untuk mencatumkan aliran kepercayaan mereka pada KTP, karena menganggap agama adalah urusan privat masing-masing manusia dan orang lain tidak boleh turut campur termasuk pemerintah. Permasalahan seperti ini juga sudah sering kami temukan ketika kami mengunjungi beberapa masyarakat adat yang mempunyai kepercayaan selain ke enam agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Mereka berharap untuk tidak perlu mencantumkan agama pada KTP, walaupun pemerintah telah menjembati pencantuman aliran kepercayaan dengan kolom “Kepercayaan Kepada Tuhan YME”. Namun bagi mereka lebih baik tidak mencantumkan sama sekali aliran kepercayaan pada kolom KTP.Pemerintah di harapkan dapat mengakomodasi keinginan warga etnis Samin Ploso Kediren sehingga tingkat pelayanan publik masyarakat dapat maksimal.

Binov Handitya
Binov Handitya
Saya seorang peneliti pada pusat riset hukum BRIN dengan konsentrasi kajian hukum adat, hukum lingkungan dengan menggunakan perspektif sosio
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.