Sangat menarik mencermati tulisan yang berisi dukungan dan penolakan terhadap salah satu capres. Dan sekiranya kita adalah manusia yang beradab, maka penolakan dan dukungan dalam bentuk tulisan akan lebih baik daripada aksi fisik yang cenderung merusak terhadap apapun yang didukung ataupun ditolak.
Tulisan ini mencoba merespon dua tulisan sebelumnya dari saudara Abdillah Toha yang pro Jokowi berjudul “10 Alasan Mengapa Saya Tidak Memilih Prabowo” dan tulisan dari Saudara Fauzi Ahmad Syawaluddin yang pro Prabowo dengan judul “10 Alasan Kenapa Harus Memilih Prabowo dan Menolak Jokowi”. Keduanya memberikan 10 alasan untuk meyakinkan orang agar memilih “gacoannya”.
Berbeda dengan dua tulisan sebelumnya yang memberikan 10 poin positif dan negatif buat kedua Capres. Tulisan ini hanya memuat 3 point untuk masing-masing kandidat supaya ada jalan tengah bahwa kedua kontestan layak dipilih dengan alasan yang ringan dan tak perlu bertegang rasa. Ketiga poin ini adalah sekedar tulisan “detente” yang ditulis dikedai kopi sebuah angkringan untuk memberikan tambahan rasa selagi srutputan kopi terakhir belum habis.
Okay, kita langsung saja. Berikut adalah 3 Alasan Kenapa Jokowi harus kembali menang pada pilpres 2019.
1. Pembangunan Infrastruktur belum selesai
Sudah menjadi mahfum bahwa pemerintahan Jokowi 4 tahun terakhir sangat membanggakan pembangunan infrastruktur, terutama jalan tol, dan bandara. Walaupun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS merosot, daya beli menurun, serta neraca perdagangan defisit, hal itu tidak mengurangi semangat pemerintah untuk terus membangun infrastruktur yang makin dikebut menjelang akhir periode pertama.
Ada dua hal yang penting dicermati. Pertama adalah kekhawatiran jika Jokowi tidak terpilih diperiode kedua, seluruh proyek infrastruktur yang sedang berlangsung bisa mangkrak. Hal ini bukan tanpa sebab, keberlanjutan pembangunan nasional seringkali ditentukan oleh siapa yang memimpin.
Ganti pemerintahan, maka ganti pula orientasi pembangunannya. Proyek yang sudah dalam proses pembangunan tidak menutup kemungkinan akan distop, alias mangkrak. Hal kedua adalah memantapkan kembali citra hasil kerja. Slogan kerja…kerja…kerja adalah nilai jual diawal pemerintahan Presiden Jokowi, sehingga beliau akan berusaha keras untuk menyakinkan khalayak bahwa pemerintahannya telah bekerja keras penuh peluh untuk mewujudkan slogan yang pernah disampaikannya.
2. Menunaikan janji-janji kampaye yang belum lunas
Sebagaimana politikus pada umumnya, berjanji adalah kunci untuk menggaet simpati dan suara rakyat. Walhasil, janji-janji Jokowi pada 2014 mengantarkannya ke kursi kekuasaan.
Namun demikian, tidak semua janji terpenuhi, bahkan banyak diantara janjinya justru menjadi blunder yang bernilai hoax, contohnya mobil nasional Esemka, sampai-sampai cawapres KH. Ma’ruf Amin, entah dapat wangsit darimana mengatakan bahwa mobil Esemka akan launching pada Oktober 2018.
Sampai tulisan ini dibuat, pernyataan itu hanya jadi bulan-bulanan oposisi seraya mendapatkan amunisi baru untuk menyerang. Selain itu, janji akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi 7% pun belum tercapai.
Pertumbuhan ekonomi baru tercapai 5,12%. Apakah ini buruk? tentu saja tidak, jika pemerintahan sebelumnya adalah 4%, Faktanya, pertumbuhan ekonomi di masa pemerintahan SBY adalah 6%, ini artinya decrease.
Janji lain, seperti 10 juta lapangan kerja, buyback Indosat, stop import komoditi, lupakan saja. Time is over, kecuali beliau terpilih diperiode kedua, mungkin janji tersebut akan berusaha ditunaikan. Dengan catatan tidak ada janji baru yang diucapkan pada kampanye 2019.
3. Menyelesaikan pelanggaran HAM
Ini isu yang sensitif bagi keduabelah pihak. Dibanyak kesempatan, Presiden Jokowi dengan segala otoritas yang melekat akan mendukung penegakan hukum, termasuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi bahkan jauh dimasa pemerintahan sebelumnya. Faktanya, kasus kekerasan yang dialami oleh Novel Baswedan sampai hari ini belum menemui titik terang.
Dan Prabowo adalah sasaran empuk untuk menyerang kredibilitasnya dalam kasus penghilangan paksa pada kurun 1998. Isu ini hilang sama sekali ketika tahun 2009 Prabowo menjadi Cawapres Megawati. Disaat yang bersamaan para pendukung Petahana adalah orang-orang yang disebut-sebut terlibat dalam pelanggaran HAM untuk kasus Talangsari di Lampung dan pembunuhan aktifis HAM, Munir. Kita tunggu diperiode kedua, jikalau beliau terpilih, apakah mampu membuat arus balik terhadap elite pendukungnya?
Selanjutnya adalah Prabowo. Tahun 2019 adalah kali kedua Prabowo mencalonkan diri dipemilihan presiden. Pada hakekatnya, sejarah sedang berulang dan rivalitas para pendukung makin terkristal dalam istilah yang disebut sebagai kecebong versus kampret. Pilpres 2019 mau tidak mau memaksa Prabowo secara all out harus memenangkan pertandingan. Berikut adalah 3 alasan Prabowo harus menang pada 17 April 2019 mendatang.
1. Usia yang sudah menginjak akhir 60
Sudah menjadi kegemaran Prabowo dalam setiap orasi sangat berapi-api. Dan dibanyak kesempatan dirinya merasa terpanggil untuk memperbaiki bangsa ini. Di berbagai statement ia juga mengatakan telah mewakafkan diri untuk berjuang mensejahterakan rakyat. Namun apa boleh buat, Ia Lahir tahun 1951, waktulah yang berkuasa atas semuanya dan kini beliau sudah berumur 68 tahun. Bisa jadi ini pertarungannya terakhir dan harus menang, sebelum ia undur diri dari gelanggang dan “mandeg pandhito” menjadi resi bagi para politisi yang lebih muda.
2. Membersihkan fitnah/citra negatif atas dirinya.
Sudah diketahui banyak orang bahwa Prabowo, dengan segala track record karir dan privelese keturunan yang dimilikinya adalah sasaran empuk fitnah terhadap dirinya. Mulai dari keberhasilannya sebagai Danjend Kopassus termuda, penyandang bintang tiga diusia muda yang menjadi kasak kusuk gosip dikalangan perwira bahwa menantu presiden Soeharto ini pernah naik pangkat tiga kali dalam 2 tahun. dan yang paling fenomenal adalah kasus penculitan aktifis yang dilakukan oleh team mawar.
Prabowo dinyatakan bertanggungjawab atas perkara ini, sehingga DKP yang dibentuk pada waktu ini memberhentikan Prabowo sebagai anggota TNI. Kasus ini menjadi ritual isu lima tahunan yang selalu digemari oleh Agum Gumelar untuk dijadikan trending topik. Dalam upaya itulah, Prabowo harus menang pada pilpres kali ini supaya duduk perkaranya menjadi jelas dan tidak dijadikan komoditas politik lagi.
3. Pembuktian bahwa arah pemerintahan Jokowi Keliru
Lima tahun belakangan ini, pihak oposisi selalu memposisikan pemerintah pada anggapan salah arah, disamping janji-janji politik yang tidak ditepati bahkan faktanya bertolak belakang. Untuk itulah, menurut oposisi, hanya Prabowo yang bisa mengatasi kekeliruan yang sudah dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.
Isu-isu yang mengemuka di publik, seperti banjir tenaga kerja Cina, persekusi ulama hingga yang terakhir adalah jeratan hukum para oposan dengan menggunakan UU ITE. Prabowo akan meluruskan itu semua jika terpilih.
Pembaca yang budiman, sediakan waktu untuk membaca, sambil minum kopi ada baiknya berfikir. Jika ada pertanyaan kenapa hanya 3 alasan? ya tentu saja tiga sudah cukup, karena satu pilih Jokowi dan dua pilih Prabowo.
Gitu aja kok repot!